Siapakah yang Menulis Alkitab?
09 Oktober 2025
Siapakah Anak-Anak Allah di Kejadian 6?
16 Oktober 2025
Siapakah yang Menulis Alkitab?
09 Oktober 2025
Siapakah Anak-Anak Allah di Kejadian 6?
16 Oktober 2025

Kehidupan Orang Kristen sebagai sebuah Ziarah

Siapa yang ingin melihat keberanian sejati,
Mari datang kemari;
Di sini akan tetap ada yang setia,
Datanglah angin, datanglah cuaca.
Tidak ada kekecewaan
Yang dapat membuatnya mundur
Dari niat pertamanya yang dinyatakan
Untuk menjadi seorang peziarah.

Setengah abad lalu, saya menyanyikan lirik tersebut dalam sebuah acara sekolah mengikuti musik yang digubah oleh Ralph Vaughan Williams. Lirik tersebut terdapat pada Bagian 2 dari buku The Pilgrim’s Progess karya John Bunyan sebagai bagian dari kesaksian Tuan Berani-demi-Kebenaran. Sebelumnya, Tuan Berani memperkenalkan dirinya kepada Tuan Hati-Mulia dan teman-temannya dengan berkata, “Saya seorang Peziarah, dan saya sedang menuju Kota Surgawi.”

Semua orang Kristen adalah peziarah yang sedang berjalan menuju Kota Surgawi. Bunyan sedang merenungkan Alkitab yang ia cintai. Alkitab menegaskan bahwa orang Kristen adalah peziarah. Dalam perjanjian paradigmatis yang diikat dengan bapa kita, Abraham, Allah menjanjikan kepadanya tanah Kanaan sebagai “negeri yang kaudiami sebagai pendatang” (Kej. 17:8). Di Perjanjian Baru, Petrus merenungkan gagasan yang sama ketika ia menggambarkan para pembacanya sebagai “orang-orang pendatang… yang terpilih” (1Ptr. 1:1; bdk. 1:17, “selama kamu menumpang di dunia ini”). Serupa dengan itu, ketika membahas orang percaya yang setia dalam sejarah Perjanjian Lama, penulis surat Ibrani menyebut mereka sebagai “orang asing dan pendatang” (Ibr. 11:13).

Kehidupan orang Kristen adalah sebuah perjalanan, jenis perjalanan yang paling menggembirakan. Perjalanan ini memiliki titik keberangkatan dan tujuan akhir. Ini adalah sebuah metafora pergerakan. Orang Kristen tidak tinggal terlalu lama di satu tempat, sebab mereka telah ditentukan untuk tinggal di tempat lain. Orang Kristen awal disebut sebagai pengikut dari “Jalan itu”—sebuah gambaran bahwa mereka tampaknya bertekad untuk mengikuti sebuah jalan yang berbeda (Kis. 9:2; 24:14).

Beberapa perihal muncul di sini. Yang pertama menyangkut sebuah gagasan tentang petualangan. Ya, petualangan. Jika Bilbo Baggins di dalam The Hobbit awalnya menolak bertualang karena akan mengganggu keseimbangan jalan hidupnya yang rutin di Shire, nantinya ia mencatat perjalanannya yang luar biasa sebagai cerita menegangkan yang diberi subjudul Di Sana dan Kembali Lagi.

Orang Kristen menjelajah sebuah perjalanan yang agak berbeda—mungkin Dari Sini ke Sana. Meski demikian, ini adalah sebuah perjalanan yang sama-sama menarik, penuh dengan kisah tentang keberanian dan bahaya. Ada sesuatu yang menegangkan tentang kehidupan orang Kristen. Kilasan-kilasan baru tentang pemeliharaan, intervensi, dan penyelamatan Allah menanti di setiap tikungan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada esok hari (Ams. 27:1), tetapi kita bisa yakin bahwa tidak ada yang akan terjadi tanpa Bapa surgawi menghendakinya. Kita dipanggil untuk mengikuti Tuan kita ke mana pun Ia menuntun kita—ke padang berumput hijau di tepi air yang tenang, maupun di hadapan musuh dan lembah kekelaman (Mzm. 23).

Sahabat saya dan pendahulu di gereja yang sekarang saya layani—sebuah nama yang cukup akrab bagi para pembaca majalah Tabletalk—Sinclair Ferguson, sering kali mengakhiri khotbahnya dengan seruan ini: “Tidakkah hal yang menakjubkan menjadi orang Kristen?!” Ya, ini adalah suatu hal yang sangat menakjubkan—sebuah petualangan yang menegangkan dalam setiap detiknya.

Kedua, ziarah mengingatkan kita akan sifat yang fana dari hidup ini. “Di sini kita tidak mempunyai kota yang tetap. Kita mencari kota yang akan datang” (Ibr. 13:14). “Yang kelihatan adalah sementara” (2Kor. 4:18). Apa artinya bahwa hidup ini “sementara”? Jawabannya terdapat pada ketegangan yang dinyatakan di dalam Perjanjian Baru antara “sekarang” dan “belum”. Orang Kristen adalah mereka yang baginya “waktu zaman akhir telah tiba” (1Kor. 10:11). Sesuatu dari dunia yang akan datang telah menembus ruang dan waktu keberadaan kita dan telah mengklaim kita sebagai warga negara dari dunia lain (Flp. 3:20).

Perspektif ini memunculkan beberapa ketegangan mendasar. Di satu sisi, kita hidup di sini dengan berbagai tanggung jawab sebagai warga negara dunia ini. Kehidupan menyendiri dengan menarik diri dan penuh pantangan bukanlah pandangan yang alkitabiah. Pandangan hidup yang aneh ini dikarikaturkan dalam Simeon Stilit, sang Penatua, seorang yang naik ke sebuah tiang di Siria pada tahun 423 dan tinggal di sana selama tiga puluh tujuh tahun sampai ia meninggal. Ini adalah penyangkalan, bukan pengakuan, terhadap kekristenan. Orang Kristen terlibat dalam masyarakat. Mereka membentuk masyarakat. Mereka adalah terang di tempat-tempat yang gelap. Sebuah afeksi baru telah menguasai orang Kristen, membuat segala yang lain tampak sangat kecil dan membosankan. Dalam kata-kata Thomas Chalmers, kehidupan orang Kristen dibakar oleh sebuah “kekuatan yang meledak dari sebuah afeksi baru”.

Aspek ketiga dari ziarah adalah kepekaan atas arah, tujuan, dan titik akhir. Perjalanan ini memiliki sebuah tujuan. Kekristenan memberi shalom, yaitu suatu perasaan utuh dan lengkap. Orang Kristen menyadari siapa diri mereka dan ke mana mereka akan pergi. Hidup tanpa arah dan terombang-ambing merupakan ciri dari kebanyakan kehidupan orang tanpa rangkulan Kristus.

Orang Kristen “memperhatikan… yang tidak kelihatan” (2Kor. 4:18; di mana kata kerja “memperhatikan” dalam bahasa Yunani menunjukkan tatapan yang tajam dan melekat). Ini terdengar seperti paradoks: kita memperhatikan sesuatu yang tidak dapat dilihat. Kemuliaan menanti kita, dan para peziarah Kristen mempertahankan disiplin yang konsisten namun penuh ketegasan dalam menghadapi masa depan. Apa yang menanti kita memenuhi pandangan kita dan membuat kita terus berharap. Apa yang menanti para peziarah yang tekun melampaui harapan dan menantang penjelasan.

“Maju dan naiklah! Ke Narnia dan Utara!” adalah seruan di dalam cerita The Horse and His Boy dalam kisah Narnia karya C. S. Lewis. Semua peziarah salib akan sepakat dengan hal itu: Maju dan naiklah!

Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Derek W.H. Thomas
Derek W.H. Thomas
Dr. Derek W.H. Thomas adalah pendeta senior di First Presbyterian Church di Columbia, South Carolina, dan Chancellor Professor bidang Teologi Sistematika dan Teologi Pastoral di Reformed Theological Seminary. Ia adalah salah satu dewan pengajar Pelayanan Ligonier dan penulis dari banyak buku, termasuk How the Gospel Brings Us All the Way Home.