
Apakah Calvinisme Itu?
07 Oktober 2025
Kehidupan Orang Kristen sebagai sebuah Ziarah
14 Oktober 2025Siapakah yang Menulis Alkitab?
Siapakah yang menulis Alkitab? Allah. Lebih tepatnya, Allah adalah penulis ilahi yang memakai berbagai penulis manusia untuk menuliskan persis apa yang Ia ingin tuliskan. Artinya, Allah adalah penulis primer dan manusia adalah penulis sekunder. Kepenulisan ganda ini diasumsikan di seluruh Alkitab. Sebagai contoh, “Semuanya itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan [penulis primer] melalui nabi [Yesaya, penulis sekunder]” (Mat. 1:22; lihat juga Mrk. 12:36; Ibr. 3:7 dengan 4:7; 2Ptr. 1:21). Secara tradisional, tindakan Allah yang menyebabkan Alkitab ditulis disebut sebagai “pengilhaman”, yang berarti Allah mengembuskan Alkitab (2Tim. 3:16).
Kepenulisan Primer
Selain ayat-ayat yang langsung menyatakan Allah sebagai penulis Alkitab (2Tim. 3:16), ada tipe-tipe lain dari perikop Alkitab yang menarik, yang menegaskan kepenulisan ilahi. Mari perhatikan tiga di antaranya.
Ada perikop-perikop yang mengungkapkan bahwa Alkitab secara fungsional disamakan dengan Allah. Di dalam Roma 9:17, Paulus mengutip dari Keluaran 9:16, di mana Musa diperintahkan untuk menyampaikan perkataan Allah kepada Firaun. Namun, Paulus tidak menulis, “Allah berfirman kepada Firaun”, melainkan, “Kitab Suci berkata kepada Firaun”. Jelas Paulus bermaksud mengatakan bahwa Allah berfirman kepada Firaun, tetapi perkataan Allah dan perkataan Kitab Suci saling terkait erat satu sama lain dalam pikiran Paulus. Serupa dengan itu, di dalam Galatia 3:8, dalam sebuah argumen yang menunjukkan bahwa doktrin pembenaran oleh iman sudah ada di dalam Perjanjian Lama, Paulus mengamati aspek yang melihat pada masa depan dari Kejadian 12:3, yang dikehendaki Allah. Namun, ketika merujuk kepada hal ini, Paulus tidak menulis, “Allah sebelumnya mengetahui”, melainkan “Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui”. Sekali lagi, Allah dan Kitab Suci terkait erat.
Ada pula perikop-perikop Perjanjian Lama di mana Allah tidak tampil sebagai pembicara, tetapi Ia disebut sebagai pembicara oleh penulis Perjanjian Baru. Ibrani 1:5-13 menyertakan tujuh kutipan Perjanjian Lama. Kutipan-kutipan ini mencakup perikop-perikop di mana Allah merupakan pembicara langsung, tetapi juga yang Allah tidak berbicara langsung. Namun, semua kutipan di dalam surat Ibrani didahului dengan semacam bentuk dari, “Allah berfirman” atau “Ia berkata”. Maka, apakah konteks Perjanjian Lama mencakup Allah yang secara eksplisit berfirman atau tidak, penulis Ibrani menganggap seluruh Kitab Suci merupakan perkataan Allah dalam tingkatan tertentu.
Perhatikan 1 Korintus 9:8-10. Dalam suatu diskusi menyangkut kepatutan memberi dukungan finansial kepada para hamba Tuhan, Paulus berpendapat bahwa ia tidak mendasarkan kesimpulannya pada “otoritas manusia”, melainkan pada “Hukum Musa”. Ia melanjutkan dengan mengutip Ulangan 25:4, yang membahas tentang memberi makan lembu ketika mereka bekerja. Setelah kutipan tersebut, ia secara retoris berkata, “Lembukah yang Allah perhatikan? Atau kitakah yang Ia maksudkan?” —yang berarti ya, Allah peduli terhadap lembu, tetapi terlebih lagi Ia jaul lebih peduli terhadap manusia yang berada dalam situasi serupa. Paulus menyamakan “dalam hukum Musa tertulis” dengan “perhatian” Allah dan “maksud” Allah. Ini bertentangan dengan “otoritas manusia”. Meski Musa jelas adalah manusia, Paulus tidak menganggapnya sebagai otoritas manusia. Mengapa tidak? Paulus jelas percaya bahwa kitab Ulangan pada akhirnya ditulis oleh Allah.
Kepenulisan Sekunder
Tidak diragukan, para penulis Alkitab percaya bahwa adalah manusia yang menulis Alkitab. Sering kali, seorang penulis Alkitab merujuk kepada penulis yang lain dengan menyebut nama. Sebagai contoh, Daniel menegaskan kepenulisan Yeremia (Dan. 9:2), Yesus menegaskan kepenulisan Musa (Mrk. 7:10), dan Petrus menegaskan kepenulisan Paulus (2Ptr. 3:15-16). Selain itu, sering kali (tetapi tidak selalu) penulis Alkitab secara terang-terangan menyebut dirinya sendiri—misalnya, Yehezkiel (Yeh. 1:1-3), Paulus (Gal. 1:1), dan Yudas (Yud. 1).
Mengenai pengilhaman Alkitab, bagaimana Allah berinteraksi dengan penulis manusia? Ini jelas sebuah misteri, tetapi kita mendapat beberapa petunjuk dari Alkitab. Hanya sesekali penulis Alkitab secara ekplisit berkata bahwa Allah mendiktekan kepada mereka kata-kata yang harus mereka tulis (Kel. 34:27; Yer. 36:4; Why. 2-3). Sering kali penulis Alkitab hanya mengatakan bahwa “firman TUHAN yang datang kepada”nya (Hos. 1:1; Mi. 1:1; lihat juga Gal. 1:12; Why. 1:1). Terkadang seorang penulis memberitahu di mana ia memperoleh informasi untuk tulisannya (Bil. 21:14; Yos. 10:13; 1Raj. 11:41; Luk. 1:1-4). Kecuali bagian-bagian yang sesekali didiktekan, pemakaian penulis manusia oleh Allah disesuaikan dengan kepribadiannya, latar belakangnya, dan gaya menulisnya. Salomo memiliki hikmat yang luar biasa (1 Raja-raja 3) dan amsal-amsalnya terpelihara baik (Ams. 1:1; 25:1). Yehezkiel adalah seorang imam (Yeh. 1:3), dan kitabnya mengandung banyak analogi terkait Bait Suci (Yehezkiel 40-47). Gaya menulis dan perbendaharaan kata Yohanes konsisten di dalam Injil Yohanes, Surat 1-3 Yohanes, dan kitab Wahyu. Paulus dididik dalam tradisi Farisi (Flp. 3:5), dan ia mengatakan banyak hal tentang Taurat (Rm. 3:21; Gal. 2:16; 1Tim. 1:9-10). Pemakaian penulis manusia oleh Allah yang konsisten dengan karakteristik khas mereka sering kali disebut “pengilhaman secara organik”. Allah tidak memperlakukan penulis manusia sebagai objek yang tidak aktif (non-organik) melainkan sebagai makhluk hidup (organik) yang memiliki karakteristik unik mereka. Namun, pada saat yang sama, setiap katanya persis seperti yang Allah ingin tuliskan.
Siapakah yang menulis Alkitab? Ya, Allah yang menuliskan. Dialah penulis yang ilahi, ultimat, dan primer. Namun, di dalam providensia-Nya, Ia memakai manusia sebagai penulis-penulis sekunder.


