Pada Mulanya …
01 Juni 2023
Apakah Nama Allah Itu?
08 Juni 2023
Pada Mulanya …
01 Juni 2023
Apakah Nama Allah Itu?
08 Juni 2023

Apakah Iman yang Menyelamatkan Itu?

Iman adalah sangat penting dalam Kekristenan. Perjanjian Baru berulang kali memanggil orang untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Ada satu set doktrin yang pasti yang harus dipercaya, yang merupakan bagian dari aktivitas agamawi kita. Perdebatan yang terjadi pada masa Reformasi melibatkan hakikat dari iman yang menyelamatkan. Apakah iman yang menyelamatkan itu? Bagi banyak orang, ide pembenaran hanya oleh iman seakan menyarankan antinomianisme yang terselubung tipis, yang mengklaim bahwa orang bisa hidup sesuka hati mereka selama mereka memercayai hal-hal yang benar. Namun, Yakobus menulis di dalam suratnya, “Apakah gunanya, Saudara-saudaraku, jika seseorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? … Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya mati” (2:14, 17). Luther berkata bahwa jenis iman yang membenarkan adalah fides viva, “iman yang hidup”, yaitu iman yang secara tak terelakkan, dengan pasti, dan segera menghasilkan buah kebenaran. Pembenaran hanya oleh iman, namun bukan oleh iman yang sendirian. Iman tanpa hasil kebenaran apa pun bukanlah iman yang sejati.

Bagi Gereja Katolik Roma, iman ditambah perbuatan sama dengan pembenaran. Bagi kaum Antinomian, iman tanpa perbuatan sama dengan pembenaran. Bagi para Reformator Protestan, iman sama dengan pembenaran ditambah perbuatan baik. Dengan kata lain, perbuatan adalah buah yang harus dihasilkan oleh iman yang sejati. Perbuatan tidak diperhitungkan dalam deklarasi Allah bahwa kita dibenarkan di hadapan-Nya: perbuatan bukan bagian dari dasar keputusan Allah untuk mendeklarasi kita benar.

Apakah unsur-unsur dalam iman yang menyelamatkan? Para Reformator Protestan menyadari bahwa iman yang alkitabiah memiliki tiga aspek penting: notitia, assensus, dan fiducia.

Notitia merujuk kepada isi iman, yaitu hal-hal yang kita percaya. Ada hal-hal tertentu tentang Kristus yang kita dituntut untuk percaya, yaitu bahwa Dia adalah Anak Allah, Dia adalah Juru Selamat kita, Dia telah mengadakan penebusan, dan seterusnya.

Assensus adalah keyakinan bahwa isi iman kita itu benar. Seseorang bisa mengetahui tentang iman kristiani tetapi tidak memercayai itu benar. Mungkin ada sedikit keraguan bercampur dengan iman kita, tetapi kita harus memiliki persetujuan dan keyakinan intelektual sampai tahap tertentu jika kita akan diselamatkan. Sebelum seseorang dapat benar-benar percaya kepada Yesus Kristus, dia harus percaya bahwa Kristus benar-benar adalah Sang Juru Selamat, bahwa Ia adalah sebagaimana yang Ia klaim. Iman yang sejati mengatakan bahwa isi, yaitu notitia, itu benar.

Fiducia merujuk kepada kepercayaan dan kebergantungan secara pribadi. Mengetahui dan memercayai isi iman kristiani saja tidaklah cukup, sebab setan-setan juga melakukannya (Yak. 2:19). Iman hanya efektif jika seseorang secara pribadi percaya kepada Kristus saja untuk keselamatan. Adalah satu hal memberi persetujuan intelektual kepada sebuah proposisi, tetapi merupakan hal yang berbeda untuk menempatkan kepercayaan pribadi terhadapnya. Kita bisa mengatakan bahwa kita percaya kepada doktrin pembenaran hanya oleh iman tetapi masih berpikir bahwa kita akan masuk surga karena pencapaian, perbuatan, atau usaha kita. Mudah bagi kita untuk memasukkan doktrin pembenaran hanya oleh iman ke dalam kepala kita, tetapi sulit bagi kita untuk meresapkannya ke dalam darah kita sedemikian rupa hingga kita hanya berpegang erat pada Kristus untuk keselamatan.

Ada elemen lain dari fiducia selain percaya, yaitu afeksi (perasaan). Orang yang belum lahir baru tidak akan pernah datang kepada Yesus karena ia tidak menginginkan Dia. Di dalam hati dan pikirannya, ia secara mendasar memusuhi hal-hal akan Allah. Selama seseorang memusuhi Kristus, ia tidak memiliki afeksi terhadap-Nya. Iblis adalah contohnya. Iblis mengetahui kebenaran tetapi membencinya. Ia sepenuhnya tidak memiliki keinginan menyembah Allah karena Ia tidak memiliki kasih kepada Allah. Secara alami kita seperti itu. Kita telah mati di dalam dosa-dosa kita. Kita berjalan menurut kuasa dunia ini, dan berkanjang di dalam hawa nafsu kedagingan. Sebelum Roh Kudus mengubahkan kita, kita memiliki hati yang keras. Hati yang belum dilahirkan kembali tidak memiliki afeksi kepada Kristus; tidak memiliki hidup dan tidak memiliki kasih. Roh Kudus mengubahkan kecenderungan hati kita sehingga kita dapat melihat manisnya Kristus dan merangkul-Nya. Tidak seorang pun dari kita mengasihi Yesus secara sempurna, tetapi kita sama sekali tidak dapat mengasihi Dia kecuali Roh Kudus mengubahkan hati kita yang keras menjadi hati yang taat.

Cuplikan ini diadaptasi dari Everyone’s a Theologian: An Introduction to Systematic Theology oleh R.C. Sproul.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.