Apakah Iman yang Menyelamatkan Itu?
06 Juni 2023
Apa yang Ada Sebelum Allah?
13 Juni 2023
Apakah Iman yang Menyelamatkan Itu?
06 Juni 2023
Apa yang Ada Sebelum Allah?
13 Juni 2023

Apakah Nama Allah Itu?

Musa pernah mengalami perjumpaan sesaat dengan Yang Kudus, dan makin ia mendekat, makin ia merasa takut. Ia mendengar suara Allah mengutusnya untuk melakukan sebuah misi, dan rasa takutnya berubah menjadi keraguan. “Siapakah aku ini, sehingga aku harus melakukan misi ini?” Dan Allah menjawab, “Aku akan menyertai engkau!” (Kel. 3:12). Allah tidak benar-benar menjawab pertanyaan Musa tentang siapa diri Musa. Ia hanya berkata, pada dasarnya “Jangan khawatir tentang siapa engkau, karena Aku akan menyertaimu.”

“‘Inilah tanda bagimu bahwa Aku yang mengutus engkau: Apabila engkau telah membawa bangsa itu keluar dari Mesir, kamu akan beribadah kepada Allah di gunung ini.’ Lalu Musa menjawab kepada Allah: ‘Namun, apabila aku mendatangi orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: Siapa nama-Nya? Apakah yang harus kujawab kepada mereka?’” (Kel. 3:12-13). Sekarang kita masuk kepada inti masalahnya. Musa tidak lagi bertanya, “Siapakah aku?” Pada titik ini, yang ditanya Musa adalah, “Siapakah Engkau? Siapakah nama-Mu?”

Pada hari-hari sangat awal Pelayanan Ligonier, seseorang bertanya kepada saya, “Apakah yang sedang Anda coba lakukan? Apa misi Anda? Apa tujuan dari pelayanan yang Anda rintis ini?” Saya memberitahu dia, “Ini adalah pelayanan pengajaran untuk menolong orang-orang Kristen berpijak pada Firman Allah”. Lalu ia menjawab, “Apakah yang ingin Anda ajarkan, yang belum diketahui orang?” Itu mudah. “Siapa Allah itu”, jawab saya. “Roma 1:18-25 berkata bahwa semua orang di dunia tahu siapa Allah itu, sebab Ia telah menyatakan diri-Nya dengan begitu jelas kepada mereka melalui ciptaan sehingga mereka tidak dapat berdalih, karena wahyu umum Allah telah menembus pikiran mereka. Mereka tahu bahwa Ia ada, tetapi mereka membenci-Nya.” Saya melanjutkan, “Sebagian besar itu dikarenakan mereka tahu Dia, tetapi mereka sama sekali tidak mengerti siapa Dia.” Orang tersebut bertanya lagi, “Tetapi, menurut Anda, apakah hal terpenting yang harus diketahui oleh orang Kristen saat ini?” Saya menjawab, “Orang Kristen perlu menemukan siapa Allah itu.”

Saya pikir, kelemahan terbesar dalam zaman ini adalah memudarnya pengenalan akan karakter Allah, bahkan di dalam gereja. Seorang wanita, dengan gelar Ph.D. dalam Psikologi, anggota  sebuah gereja di wilayah West Coast, suatu kali menghubungi saya. Ia sangat marah dan berkata, “Saya pergi ke gereja setiap hari Minggu, tetapi saya merasa pendeta kami melakukan segala macam cara untuk menyembunyikan karakter Allah dari kami. Ia takut jika ia benar-benar membuka Alkitab dan memberitakan tentang karakter Allah, sebagaimana yang digambarkan oleh Alkitab, maka orang-orang akan meninggalkan gereja karena merasa tidak nyaman dalam hadirat Yang Kudus.” Musa bukan orang pertama yang menyembunyikan wajah-Nya di hadapan Allah. Itu dimulai di taman Eden ketika Adam dan Hawa berlari menyembunyikan diri karena merasa malu.

Jadi Musa bertanya, “Siapakah Engkau? Siapakah nama-Mu, jikalau Engkau benar memiliki nama?” Allah telah menyatakan diri-Nya sebagai “Allah bapa leluhurmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub” (Kel. 3:6). Musa mengetahui hal itu, tetapi Ia ingin mengetahui nama Allah.

Pada tahun 1963, dalam siaran televisi nasional, David Frost mewawancarai Madalyn Murray O’Hair, tokoh ateis militan yang terkenal itu. Frost berdebat dengan O’Hair terkait keberadaan Allah. Ketika wanita itu menjadi makin marah dan frustrasi, Frost memutuskan mengakhiri perdebatan itu dengan cara klasik orang Amerika, yaitu pemungutan suara. Ia bertanya kepada penonton di studio kira-kira seperti ini, “Berapa banyak dari Anda [di situ kurang lebih terdapat tiga puluh orang] percaya kepada semacam Allah, semacam kuasa yang lebih tinggi, sesuatu yang lebih besar dari diri Anda?” Semua orang mengangkat tangan. Lalu, O’Hair pada intinya berkata, “Apakah yang Anda harapkan dari massa yang tidak berpendidikan ini? Orang-orang ini belum berkembang dari kecerdasan seorang bayi. Otak mereka telah dicuci oleh budaya dan mitos tentang Allah.” Ia terus menghina semua orang di studio tersebut.

Saya tidak menduga ia akan melakukan itu. Saya pikir ia akan menghadap penonton lalu berkata, “Kalian percaya kepada semacam kuasa yang lebih tinggi, sesuatu yang lebih besar dari diri kalian. Saya mau tanya: Berapa banyak dari Anda yang percaya kepada Yahweh, Allahnya Alkitab itu? Allah yang menuntut kalian tidak boleh memiliki allah lain selain Dia? Allah yang memasukkan pria, wanita, dan anak-anak ke dalam neraka untuk selama-lamanya, dan menghakimi orang karena mereka tidak percaya kepada Yesus, tokoh mitos itu?” Saya penasaran, bagaimana hasil pemungutan suara tersebut berubah seandainya pertanyaan itu diajukan dengan lebih jelas. Menggambarkan Allah sebagai kuasa yang lebih tinggi, sebuah kekuatan, sesuatu yang lebih besar dari diri kita, telah hampir menjadi sebuah norma di dalam budaya kita. Tapi apakah kuasa yang lebih tinggi itu? Gravitasi? Kilat? Gempa bumi? Masalah dengan kuasa yang samar-samar, tak bernama, dan tak berkarakter, pertama-tama adalah kuasa itu impersonal, dan yang kedua dan lebih penting adalah kuasa itu tidak bermoral. Ada positif dan negatifnya menyembah kuasa yang lebih tinggi yang seperti itu. Positifnya bagi seorang pendosa adalah kuasa yang impersonal dan tidak bermoral tidak membuat tuntutan etika terhadap siapa pun. Gravitasi tidak melakukan penghakiman atas perilaku manusia; sekalipun seseorang melompat dari sebuah jendela di lantai enam, tidak ada penghakiman pribadi dari gravitasi. Tidak ada hati nurani yang digelisahkan oleh gravitasi. Jika kuasa yang lebih tinggi dari Anda itu impersonal dan tidak bermoral, itu memberikan izin kepada Anda untuk berperilaku sesuka hati tanpa ada hukuman.

Namun negatifnya adalah, tidak ada orang di rumah. Kepercayaan ini berarti tidak ada Allah yang personal, tidak ada Penebus. Relasi yang menyelamatkan seperti apakah yang dapat Anda miliki dengan guntur? Guntur menimbulkan suara gemuruh yang memecah langit—tetapi dalam hal isi, ia bisu. Tidak ada wahyu, tidak ada harapan yang ditawarkan. Guntur dan gravitasi tidak pernah dapat mengampuni dosa apa pun. 

Dalam jawaban Allah kepada Musa, kita melihat kontras terhadap kuasa yang impersonal itu. Allah tidak berkata, “Itu adalah itu”, yang tampaknya merupakan nama allah palsu pada zaman kita. Ia berfirman, “AKU ADALAH AKU” (Kel. 3:14). Nama ini terkait dengan nama pribadi Allah, yaitu Yahweh. Jadi, yang pertama-tama Allah singkapkan tentang diri-Nya dalam nama itu adalah bahwa Ia adalah personal. Ia dapat melihat, Ia dapat mendengar, Ia dapat mengetahui, ia dapat berbicara. Ia dapat berelasi dengan makhluk-makhluk yang Ia ciptakan menurut gambar-Nya. Dia adalah Allah, yang membebaskan umat-Nya keluar dari tanah Mesir. Dia adalah Allah yang memiliki nama dan sejarah.

Bertahun-tahun yang lalu saya mengajar mata kuliah teologi di sebuah kampus, dan kami sedang mempelajari nama-nama Allah. Saya sedang berusaha menggambarkan pentingnya nama-nama Allah, dan apa yang disingkapkan oleh nama-nama itu mengenai karakter Allah. Persis sebelum kelas dimulai, seorang gadis—sebut saja namanya Mary—masuk ke dalam kelas dengan sikap yang aneh dan agak canggung—sehingga semua orang dapat melihat cincin berlian yang berkilauan di tangan kirinya. Saya berkata, “Mary, apakah engkau telah bertunangan?” Ia menunjuk ke arah seorang pria di bagian belakang kelas dan berkata, “Iya, dengan John.” Saya membalas, “Selamat ya. Ketika kamu mengatakan kamu akan menikah dengannya, saya berasumsi kamu mencintainya? Apakah asumsi saya masuk akal?” Ia menjawab, “Iya, benar.”

Saya bertanya, “Mengapa kamu mencintainya?” Jawabnya, “Karena ia sangat ganteng.” Saya berkata, “Ya, dia memang sangat tampan. Tetapi, coba lihat Bill [dia adalah pendamping primadona kampus tahun ini]. Tidakkah dia tampan?” Ia menjawab, “Iya, Bill sangat ganteng.” Saya berkata, “Pasti ada hal yang lain mengenai John, selain bahwa dia tampan.” Jawabnya, “Dia juga atletis.” Saya berkata, “Ya, dia memang bagus. Tetapi, Bill adalah kapten tim basket. Mengapa kamu tidak mencintai Bill daripada John?” Ia mulai merasa frustrasi, lalu berkata, “John sangat pintar.” Kata saya lagi, “Ia adalah mahasiswa yang sangat baik. Tetapi, Bill mungkin akan membawakan pidato perpisahan kelas dari angkatan ini. Jadi, Mary, pasti ada hal lain mengenai John yang membedakannya dari Bill di matamu—sesuatu yang unik tentang dia, yang membuat kamu sangat menyayangi dia. Apa yang ada pada dirinya yang membuatmu sangat mencintainya?”

Mary hampir merasa kesal dan berkata, “Saya mencintainya karena … Saya mencintainya karena … Saya mencintai-Nya karena dia adalah John.” Lalu, saya berkata, “Nah, itu dia. Jika Anda ingin fokus pada esensi yang jelas tentang siapa dia itu, dan apa artinya dia di dalam relasi dan sejarah pribadi Anda dengan-Nya, maka semuanya akan kembali pada namanya.”

Saya berbalik menghadap seluruh peserta kelas dan menjelaskan, “Itulah sebabnya, ketika kita melihat kepada Allah, kita tahu bahwa nama-Nya ajaib. Dalam nama itu Ia menyingkapkan banyak hal tentang keutamaan dari keberadaan diri-Nya dan kesempurnaan karakter-Nya. Itu sebabnya, bila kita meminta kepada orang-orang kudus di masa lampau, “Beritahu kami segala yang kamu tahu tentang Allah”, mereka pada akhirnya akan berkata, “Yahweh—AKU ADALAH AKU.”

Kutipan ini diadaptasi dari Moses and the Burning Bush oleh R.C. Sproul.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.