Penyebab Instrumental Pembenaran
02 Mei 2023
Apakah Yesus Memiliki Satu Natur, atau Dua?
18 Mei 2023
Penyebab Instrumental Pembenaran
02 Mei 2023
Apakah Yesus Memiliki Satu Natur, atau Dua?
18 Mei 2023

Apa yang Kita Maksudkan ketika Kita Berbicara tentang “Kesakralan Hidup Manusia”?

Dalam istilah Alkitab, kesakralan hidup manusia diakarkan dan dilandaskan pada penciptaan. Manusia tidak dilihat sebagai sebuah kebetulan kosmis melainkan sebagai hasil dari penciptaan yang dilakukan dengan teliti oleh Allah yang kekal. Martabat manusia berasal dari Allah. Manusia sebagai makhluk yang terbatas, dependen, dan kontingen, diberi nilai yang tinggi oleh Penciptanya.

Kisah penciptaan dalam Kejadian menyediakan kerangka bagi martabat manusia:

“Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, atas ternak dan seluruh bumi, serta atas segala binatang melata yang melata di bumi.’ Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej. 1:26-27).

Penciptaan dalam gambar Allah adalah apa yang membedakan manusia dari semua makhluk lainnya. Stempel gambar dan rupa Allah menghubungkan Allah dan manusia secara unik. Meskipun tidak ada dasar Alkitab untuk melihat manusia sebagai seperti-Allah, ada martabat tinggi yang terkait dengan hubungan unik dengan Sang Pencipta ini.

Manusia mungkin tidak lagi murni, tetapi ia tetaplah manusia. Sejauh kita masih manusia, kita tetap mempertahankan gambar Allah dalam arti yang lebih luas. Kita tetap merupakan makhluk yang berharga. Kita mungkin tidak lagi layak, tetapi kita masih bernilai. Ini adalah pesan Alkitab yang jelas dari penebusan. Makhluk yang Allah ciptakan adalah makhluk yang sama yang membuat Dia tergerak untuk menebus.

Banyak pernyataan dari Perjanjian Lama berbicara tentang martabat dari kehidupan manusia yang berlandaskan pada penciptaan ilahi, termasuk yang berikut ini:

“Roh Allah telah menjadikan aku,

dan nafas Yang Maha Kuasa membuat aku hidup.” (Ayb. 33:4)

“Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah;

Dialah yang menjadikan kita dan milik Dialah kita,

umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya.” (Mzm. 100:3)

“Sungguh celaka orang yang berbantah dengan Pembentuknya;

dia hanya pecahan periuk dari tanah saja!

Bagaimana mungkin tanah liat berkata kepada pembentuknya: ‘Apa yang kaubuat?’

atau yang telah dibuat-Nya itu berkata: ‘Engkau tidak punya tangan!’

Sungguh celaka orang yang berkata kepada ayahnya: ‘Mengapa aku dikandung sebagai anakmu?’

dan kepada ibunya, ‘Untuk apa engkau sakit bersalin?’

Beginilah firman TUHAN, Yang Maha Kudus dan Pembentuk Israel, mengenai hal-hal yang akan datang,

‘Bagaimana mungkin engkau mempertanyakan Aku mengenai anak-anak-Ku atau memberi perintah kepada-Ku mengenai buatan tangan-Ku?

Akulah yang menjadikan bumi dan yang menciptakan manusia di atasnya;

tangan-Kulah yang membentangkan langit,

dan Akulah yang memberi perintah kepada seluruh tentaranya.’” (Yes. 45:9-12)

“Akan tetapi, sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami!

Kami ini tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami,

dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.” (Yes. 64:8)

Menariknya, Yesus Kristus memberikan penjelasan yang paling penting tentang pandangan Perjanjian Lama terhadap kesakralan hidup:

“Kamu telah mendengar bahwa kepada nenek moyang kita dikatakan: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Namun, Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang mencaci maki saudaranya harus dihadapkan ke Mahkamah Agama, dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (Mat. 5:21-22)

Perkataan Yesus memiliki signifikansi vital bagi pemahaman kita tentang kesakralan hidup. Di sini Yesus memperluas implikasi dari hukum Perjanjian Lama. Ia berbicara kepada para pemimpin agama yang memiliki pemahaman yang sempit dan sederhana tentang Sepuluh Perintah Allah. Para legalis pada masa-Nya yakin jika mereka menaati aspek-aspek dari hukum yang dinyatakan secara eksplisit, mereka dapat memuji diri mereka sendiri atas kebajikan mereka yang besar. Akan tetapi, mereka gagal memahami implikasi yang lebih luas. Dalam pandangan Yesus, apa yang hukum tidak nyatakan secara rinci, jelas tersirat dalam maknanya yang lebih luas.

Kualitas hukum ini terlihat dalam perluasan Yesus tentang larangan terhadap perzinaan:

“Kamu telah mendengar bahwa dikatakan: Jangan berzina. Namun, Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan hingga menginginkannya, sudah berzina dengan dia di dalam hatinya.” (Mat. 5:27-28)

Di sini Yesus menjelaskan bahwa seseorang yang menahan diri dari tindakan fisik perzinaan tidak serta-merta taat pada keseluruhan hukum tersebut. Hukum perzinaan adalah hukum yang rumit, mencakup bukan hanya tindakan aktual persetubuhan yang terlarang tetapi juga segala sesuatu yang berada di antara hawa nafsu dan perzinaan. Yesus menggambarkan hawa nafsu sebagai perzinaan di dalam hati.

Hukum tidak hanya melarang perilaku dan sikap negatif tertentu, tetapi dalam implikasinya, hukum menuntut perilaku dan sikap positif tertentu. Artinya, jika perzinaan dilarang, kesucian dan kemurnian dituntut.

Ketika kita menerapkan pola-pola yang ditetapkan oleh Yesus pada larangan terhadap pembunuhan, kita memahami dengan jelas bahwa, di satu sisi, kita harus menahan diri dari segala sesuatu yang terkandung dalam definisi yang luas tentang pembunuhan, tetapi di sisi lain, kita diperintahkan secara positif untuk bekerja untuk menyelamatkan, meningkatkan, dan merawat kehidupan. Kita harus menghindari pembunuhan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, serta pada saat yang sama, melakukan semua yang kita bisa untuk memperjuangkan kehidupan.

Sebagaimana Yesus menganggap hawa nafsu sebagai bagian dari perzinaan, demikian pula Dia memandang kemarahan dan fitnah yang tidak dapat dibenarkan sebagai bagian dari pembunuhan. Sebagaimana hawa nafsu adalah perzinaan di dalam hati, demikian pula kemarahan dan fitnah adalah pembunuhan di dalam hati.

Dengan memperluas cakupan Sepuluh Perintah Allah untuk mencakupi hal-hal seperti hawa nafsu dan fitnah, Yesus tidak bermaksud bahwa memiliki hawa nafsu terhadap seseorang sama jahatnya dengan melakukan persetubuhan yang tidak sah. Demikian juga, Yesus tidak mengatakan bahwa memfitnah sama jahatnya dengan membunuh. Apa yang sesungguhnya Dia katakan adalah bahwa hukum yang menentang pembunuhan mencakup juga hukum yang menentang segala sesuatu yang melibatkan tindakan melukai sesama manusia secara tidak adil.

Bagaimana semua ini diterapkan kepada isu aborsi? Dalam ajaran Yesus kita melihat satu lagi penegasan yang kuat akan kesakralan hidup. Pembunuhan di dalam hati, seperti fitnah, dapat digambarkan sebagai pembunuhan “potensial”. Hal itu merupakan pembunuhan potensial karena, sebagai contoh, kemarahan dan fitnah memiliki potensi untuk menuju pada tindakan pembunuhan fisik yang sepenuhnya. Tentu saja, hal-hal tersebut tidak selalu menuju pada hasil tersebut. Kemarahan dan fitnah dilarang, terutama bukan karena hal lain yang dapat ditimbulkannya, melainkan karena luka aktual yang dilakukan terhadap kualitas hidup.

Ketika kita mengaitkan diskusi tentang kesakralan hidup dengan aborsi, kita membuat hubungan yang halus tetapi relevan. Meskipun tidak dapat dibuktikan bahwa janin adalah pribadi manusia dengan kehidupan aktual, tidak diragukan lagi bahwa janin adalah pribadi manusia dengan kehidupan potensial. Dengan kata lain, janin adalah pribadi yang sedang berkembang. Ia tidak berada dalam kondisi potensi yang membeku. Janin berada dalam proses yang dinamis—tanpa intervensi atau malapetaka yang tak terduga, janin pasti akan menjadi pribadi manusia dengan kehidupan yang teraktualisasi sepenuhnya.

Yesus Kristus melihat hukum yang menentang pembunuhan mencakup tidak hanya tindakan pembunuhan yang aktual, tetapi juga tindakan pembunuhan potensial. Yesus mengajarkan bahwa adalah melanggar hukum untuk melakukan pembunuhan potensial terhadap kehidupan aktual. Lalu, apa implikasi dari melakukan penghancuran aktual terhadap kehidupan potensial?

Penghancuran aktual terhadap kehidupan potensial bukanlah hal yang sama dengan penghancuran potensial terhadap kehidupan aktual. Keduanya bukanlah kasus yang identik, tetapi keduanya cukup dekat untuk membuat kita berhenti sejenak untuk mempertimbangkan dengan hati-hati konsekuensi yang mungkin terjadi sebelum kita menghancurkan kehidupan potensial. Jika aspek hukum ini tidak sepenuhnya dan secara final memperhitungkan aborsi dalam larangan yang luas dan kompleks terhadap pembunuhan, aspek kedua jelas memperhitungkannya.

Larangan negatif dari hukum menyiratkan sikap dan tindakan yang positif. Sebagai contoh, hukum Alkitab yang menentang perzinaan juga menuntut kesucian dan kemurnian. Demikian pula, ketika sebuah hukum dinyatakan dalam bentuk positif, kebalikannya yang negatif secara tersirat dilarang. Sebagai contoh, jika Allah memerintahkan kita untuk menjadi penatalayan yang baik dari uang kita, jelas kita tidak boleh menjadi pemboros. Perintah positif untuk rajin bekerja mengandung larangan negatif yang tersirat terhadap bermalas-malasan dalam bekerja.

Larangan negatif terhadap pembunuhan aktual dan pembunuhan potensial secara tersirat mencakup mandat positif untuk mengusahakan perlindungan dan pemeliharaan kehidupan. Menentang pembunuhan berarti memperjuangkan kehidupan. Apapun yang lain yang dilakukan oleh aborsi, tidak ada yang memperjuangkan kehidupan dari anak dalam kandungan. Meskipun beberapa orang akan berargumen bahwa aborsi memperjuangkan kualitas hidup dari mereka yang tidak menginginkan keturunan, aborsi tidak memperjuangkan kehidupan subjek yang bersangkutan, yaitu anak dalam kandungan yang sedang berkembang.

Alkitab sangat konsisten dalam dukungannya terhadap nilai yang begitu agung untuk semua kehidupan manusia. Orang miskin, tertindas, janda, yatim piatu, dan difabel—semuanya dinilai sangat berharga dalam Alkitab. Oleh sebab itu, setiap diskusi mengenai masalah aborsi pada akhirnya harus bergumul dengan tema kunci dari Alkitab ini. Ketika penghancuran atau pemusnahan bahkan terhadap kehidupan manusia yang potensial dilakukan dengan sembarangan dan mudah, sebuah bayangan menyuramkan seluruh gambaran kesakralan hidup dan martabat manusia.

Cuplikan ini diadaptasi dari Abortion: A Rational Look at an Emotional Issue oleh R.C. Sproul.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.