
Bagaimana Cara Membaca Puisi Ibrani
03 Juni 2025
Bagaimana Cara Membaca Kitab Nabi-Nabi
10 Juni 2025Bagaimana Cara Membaca Literatur Hikmat

“Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN” (Ams. 9:10; lihat juga Ayb. 28:28; Mzm. 111:10; Ams. 1:7). Meskipun ada banyak guru-guru non-Kristen yang memiliki pengertian di sepanjang zaman, semua hikmat yang sejati pada akhirnya datang “dari atas”—yaitu dari Allah Tritunggal (Ef. 1:17; Kol. 2:3; Yak. 3:15, 17). Hikmat hanya dapat memperoleh pemenuhannya yang paling sejati di dalam diri mereka yang mengagungkan dan menyembah satu-satunya Allah yang sejati.
Namun, masih banyak yang perlu dikatakan, karena tidak semua orang Kristen menunjukkan hikmat dalam hidup mereka. Bahkan, orang Kristen sering bertindak bodoh dan tidak bertanggung jawab, sehingga mempermalukan diri mereka sendiri dan nama Allah (misalnya, Yeh. 36:20; Rm. 2:24; 1Kor. 6:5; 1Kor. 15:34). Kitab Suci mengatakan bahwa hikmat akan diberikan kepada mereka yang memintanya (Yak. 1:5). Secara khusus, Roh Kudus telah mengilhami berbagai kitab hikmat seperti Amsal, Ayub, dan Pengkhotbah persis untuk tujuan ini. Bagaimana seharusnya seorang Kristen membaca Literatur Hikmat untuk mendapatkan manfaatnya?
1. Mengakui betapa mudahnya menganggap diri bijak.
Pertama, seseorang perlu membaca Literatur Hikmat dengan mengakui betapa mudahnya bagi orang berdosa “menganggap dirinya bijak”. Kitab Amsal sering kali berbicara tentang masalah serius ini (Ams. 3:7; 12:15; 26:5; 28:11; juga Yes. 5:21). Sesungguhnya, orang yang “menganggap dirinya bijak” lebih buruk daripada orang yang “bebal” menurut Alkitab (Ams. 26:12). Tanda-tanda penyakit spiritual ini antara lain menolak mendengarkan nasihat dari para penasihat yang saleh (Ams. 26:16)—khususnya orang tuanya sendiri (Ams. 1:8; 4:1; 23:22; 30:17)—dan bersikeras untuk memenangkan setiap perdebatan (Pkh. 7:15-16). Kita perlu waspada terhadap seseorang yang dengan spontan “bersikeras” mempertahankan pendapatnya ketika ditantang oleh orang-orang percaya yang dewasa secara rohani. Sebaliknya, orang Kristen seharusnya selalu menunjukkan sikap mau belajar.
2. Carilah pola-pola umum.
Kedua, seseorang perlu membaca Literatur Hikmat untuk mempelajari pola-pola umum tentang bagaimana dunia ini umumnya berfungsi, dan bertindak berdasarkan pola-pola tersebut. Secara umum, mereka yang hidup dalam “takut akan Tuhan” dan yang berusaha untuk melakukan perintah Allah akan mengalami tahap-tahap pertumbuhan “seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air” (Mzm. 1:3). Istilah hikmat konvensional kadang dipandang sebagai istilah yang menegur, tetapi pada kenyataannya, Alkitab sendiri mengumpulkan segudang penuh hikmat semacam itu untuk diwariskan kepada generasi-generasi umat Allah berikutnya. Para pembaca sebaiknya memperhatikan hikmat konvensional seperti itu daripada memamerkan dan berasumsi bahwa hikmat-hikmat konvensional ini adalah pengecualian dari kaidah-kaidah umum tentang bagaimana segala sesuatu berjalan. Orang Kristen yang berpikir, misalnya, bahwa ia dapat bertumbuh secara spiritual sementara ia menghindari pertemuan korporat jemaat, bukan hanya mengabaikan dorongan Kitab Suci, melainkan juga hikmat orang percaya yang tak terhitung jumlahnya di sepanjang zaman, yang telah mengalami berkat yang tak ternilai harganya yang hanya dapat ditemukan ketika jemaat berkumpul di dalam nama Kristus (Mat. 18:20).
3. Perhatikan pengecualian-pengecualian terhadap “aturan-aturan”.
Ketiga, seseorang perlu membaca Literatur Hikmat untuk mengamati “pengecualian-pengecualian terhadap aturan-aturan,” yang mencolok, yang menyingkapkan perlunya kepekaan dan kebergantungan terus-menerus kepada Tuhan. Pengalaman Ayub, dan pengajaran yang berulang-ulang dalam kitab Pengkhotbah, membuktikan bahwa ada kalanya pola-pola umum kehidupan tidak diterapkan. Jadi, terkadang, orang benar menderita dan bukannya makmur, dan orang bebal menikmati kesuksesan dan bukannya kesulitan. Sebagai contoh dari Perjanjian Baru, dalam beberapa kondisi yang genting, Alkitab menganjurkan agar orang percaya menahan diri dari pernikahan (1Kor. 7:25-26), meskipun secara umum Alkitab menghendaki agar sebagian besar orang percaya menemukan “penolong yang sepadan” yang dengannya mereka dapat membentuk sebuah keluarga dan mempraktikkan kuasa atas bumi (Kej. 1:26-30; Kej. 2:18-25). Dengan menyadari bahwa ada pengecualian-pengecualian terhadap pola-pola umum, orang percaya harus menghadapi setiap situasi dalam kondisinya sendiri, dengan berdoa, memohon hikmat dan kepekaan dari Tuhan untuk mengetahui bagaimana cara terbaik untuk bertindak bagi kemuliaan-Nya.
4. Belajarlah untuk melatih kepekaan dan kebergantungan kepada Tuhan.
Keempat, seseorang perlu membaca Literatur Hikmat untuk belajar bagaimana membedakan mana pilihan yang “lebih baik” atau “terbaik” dalam suatu situasi tertentu, yang belum tentu merupakan satu-satunya tindakan yang “benar“ atau “salah”. Kitab Suci memang memberikan banyak aturan mutlak mengenai apa yang benar atau salah, atau apa yang diperintahkan atau dilarang. Namun, banyak keputusan dalam hidup yang melibatkan lebih dari sekadar pertimbangan tentang apa yang benar atau salah. Sebagai contoh, orang percaya yang menerima tuntutan Alkitab untuk menikah “di dalam Tuhan” (1Kor. 7:39; bandingkan dengan 2Kor. 6:14) masih memiliki banyak pilihan potensial untuk dijadikan pasangan hidup. Seorang Kristen akan membutuhkan hikmat dan kepekaan untuk mempersempit calon pasangan mana yang lebih cocok baginya. Banyak keputusan lain dalam hidup (pendidikan, karier, tempat tinggal, dll.) pada akhirnya bukan merupakan pilihan yang gamblang antara yang benar atau salah, melainkan di antara berbagai pilihan yang “baik, lebih baik, atau terbaik”. Syukurlah, dalam Kitab Suci, Tuhan telah menyediakan banyak sekali pengajaran hikmat bagi orang percaya, dan telah menjanjikan berkat Roh Kudus bagi mereka yang dengan rendah hati memintanya (Luk. 11:13).
Artikel ini merupakan bagian dari koleksi Hermeneutics.