
Bagaimana Cara Membaca Literatur Hikmat
05 Juni 2025
Mengingat dan Mempraktikkan Alkitab
12 Juni 2025Bagaimana Cara Membaca Kitab Nabi-Nabi

Kitab Nabi-nabi sulit untuk dipahami. Sebagian karena Allah menyatakan diri-Nya kepada para nabi dalam mimpi dan penglihatan. Hanya dengan Musa, Allah berbicara secara berhadapan muka (Bil. 12:6-8). Nabi-nabi Besar meliputi Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, dan Daniel. Nabi-nabi Kecil meliputi Hosea, Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia dan Maleakhi. Berikut adalah beberapa petunjuk yang akan membantu Anda membaca dan memahami Kitab Nabi-nabi.
1. Selidikilah konteksnya.
Pertama, pahamilah sebanyak mungkin tentang situasi sejarah, latar belakang sosial, dan nabi yang Anda baca. Sebuah Alkitab Studi yang baik, seperti Reformation Study Bible, dapat membantu dalam hal ini.
2. Kenalilah peran para nabi sebagai advokat perjanjian Allah.
Kedua, kenali bahwa para nabi pada dasarnya adalah para advokat perjanjian Allah. Meskipun mereka berbicara tentang banyak bagian dari perjanjian—misalnya, pembukaan dan prolog sejarah (“Akulah TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir”), dan mereka sering kali mengingatkan umat akan tanggung jawab mereka untuk melakukan perintah-perintah Allah (yaitu, “ketentuan-ketentuan”)—tujuan utama mereka adalah untuk menyampaikan sanksi perjanjian. Dalam istilah populer saat ini, kita cenderung memandang sanksi hanya sebagai sesuatu yang negatif (misalnya, “sanksi ekonomi”). Namun di dalam Kitab Suci, sanksi bisa bersifat positif atau negatif. Dengan kata lain, berkat untuk ketaatan, dan kutuk atau hukuman untuk ketidaktaatan. Layaknya advokat yang baik, para nabi menyusun tuntutan mereka terhadap raja dan/atau umat dan berkhotbah kepada mereka tentang bagaimana mereka telah gagal untuk hidup sesuai dengan standar Allah.
3. Belajarlah untuk menyadari ungkapan nubuat.
Ungkapan nubuat adalah aspek penting dari bagaimana para nabi berbicara tentang realitas masa depan. Mengenai hal ini, argumen utamanya adalah bahwa para nabi, yang secara terus-menerus berbicara tentang pemeliharaan dan pengaturan Israel dan suku-sukunya, tanah, dan bait suci mereka, sangat sering menggambarkan realitas perjanjian baru yang akan datang. Oleh karena itu, pembaca harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apakah hal-hal kontemporer yang ada di sekitar sang nabi adalah apa yang sebenarnya ia bicarakan? Atau, apakah ia sedang berbicara tentang realitas di masa depan?” Dengan demikian, ungkapan nubuat adalah cara penyampaian di mana para nabi dalam Perjanjian Lama menggunakan konfigurasi tipologis dari hal-hal yang terkait dengan Israel untuk menggambarkan realitas Mesianik pada zaman perjanjian baru. Inilah natur dari ungkapan nubuat, dan jika kita tidak mengenalinya, maka kita akan salah memahami para nabi.
Inilah yang Paulus pahami dengan baik, bahkan dalam pembelaannya di hadapan Agripa (Kis. 26:19-29). Paulus merujuk pada para nabi bahwa mereka berbicara tentang Kristus dan misi Paulus kepada bangsa-bangsa non-Yahudi. Bahasa para nabi, jenis ungkapan kiasan yang mereka gunakan untuk mengungkapkan maksud mereka, menuntut (terutama bagi orang percaya dalam perjanjian yang baru) untuk memisahkan ungkapan eksternal dari realitas janji-janji dalam perjanjian yang baru.
Singkatnya, di dalam ungkapan nubuat, para nabi sering kali menggambarkan perjanjian yang baru dengan istilah-istilah dari situasi yang diterapkan dalam perjanjian yang lama. Bahasa nubuat, gambaran yang digunakan para nabi, ungkapan yang mereka gunakan dalam deskripsi mereka, sering kali digunakan untuk menggambarkan apa yang akan terjadi di dalam Kristus Yesus dan bagi seluruh umat manusia. Hal ini menjadi penting, misalnya, dalam deskripsi tentang pembuangan dan penyerakkan, berkumpulnya suku-suku, kembalinya mereka ke tanah perjanjian, dan bentuk kutuk yang terjadi. Meskipun para nabi tidak berbicara dengan kemahatahuan tentang masa depan, mereka sering kali berbicara tentang kepastian kedatangan Allah di dalam Yesus Kristus, perjanjian yang baru, dan bahkan tentang kedatangan Tuhan kita yang kedua kali, tanpa membedakan bagian-bagiannya satu dengan yang lain. Namun demikian, masih ada kesatuan yang integral dari berbagai tahapan yang mereka bicarakan di bawah inspirasi Roh Kudus.
Sebagai contoh, ketika Yoel berbicara tentang pencurahan Roh dan gambaran tentang hari Tuhan yang dahsyat dan mengerikan, bukan hanya pendengar orisinilnya yang menjadi sasarannya (Yl. 2:28-32). Yoel 2 dikutip dalam Kisah Para Rasul pada hari Pentakosta (Kis. 2:17-21). Gambaran yang sama yang diungkapkan dalam Kisah Para Rasul 2:28-32 juga terlihat jelas pada saat penyaliban Kristus. Seseorang bahkan dapat berargumen dengan sah bahwa nubuat Yoel menemukan penggenapannya yang terakhir pada kedatangan Tuhan kita yang kedua kali. Oleh karena itu, meskipun Yoel memiliki satu maksud, kata-katanya menemukan banyak referensi (yaitu, “titik-titik pendaratan”) di sepanjang sejarah penebusan. Itulah sebabnya perikop tentang pencurahan Roh ini merupakan salah satu perikop favorit John Calvin untuk menjelaskan bagaimana ungkapan nubuat berfungsi.
4. Carilah cara-cara bagaimana Kitab Suci Perjanjian Baru mengutip, membuat alusi, atau menggemakan kitab Nabi-nabi.
Keempat, dan yang terakhir, karena Kristus berkata kepada murid-murid-Nya di jalan menuju Emaus bahwa seluruh Kitab Suci berbicara tentang Dia dan pelayanan-Nya (atau dengan perluasan, tentang tubuh-Nya, yaitu gereja), maka kita harus selalu mencari tahu cara-cara bagaimana Kitab Suci Perjanjian Baru mengutip, membuat alusi, atau menggemakan kitab Nabi-nabi. Sebagai contoh, Petrus (yang telah menjadi saksi dari peristiwa transfigurasi) menyadari bahwa perikop dasar dalam Ulangan 18:15-19, yang berbicara tentang Musa sebagai model nabi dari semua nabi berikutnya, menemukan penggenapannya yang paling ultimat di dalam Kristus sebagai nabi yang terakhir (lihat Kis. 3:17-26). Penafsiran ini ditegaskan lebih lanjut oleh penulis kitab Ibrani, yang memahami bahwa Musa setia sebagai seorang hamba atas rumah-Nya (perjanjian yang lama), tetapi Kristus setia sebagai seorang anak atas rumah-Nya, yaitu perjanjian yang baru. Terlebih lagi, Allah adalah pendiri seluruh rumah, baik yang lama maupun yang baru (Ibr. 3:1-6).
Artikel ini merupakan bagian dari koleksi Hermeneutics.