
Bagaimana Membaca Surat-Surat Pastoral
22 Mei 2025
Apakah Teologi Sistematika Bermanfaat?
29 Mei 2025Bagaimana Membaca Hukum Allah

Hukum Allah, yang juga dikenal sebagai Pentateukh (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan), tidak selalu mudah untuk dipahami. Pendekatan yang tepat terhadap Hukum ini akan menekankan bahwa kita dapat belajar dari semua hukum dalam Perjanjian Lama, bahkan jika kita tidak lagi menjalankan beberapa di antaranya karena hukum-hukum tersebut telah digenapi di dalam Kristus. Beberapa prinsip diberikan untuk menolong kita memahami genre Alkitab ini.
1. Ada tiga pembagian yang signifikan dari Hukum ini.
Pembagian dari hukum ini menjadi tiga bagian biasanya disebut sebagai hukum moral, hukum seremonial, dan hukum sipil. Hukum moral dirangkum dalam Sepuluh Perintah Allah. Sepuluh Perintah Allah adalah pernyataan mutlak dan universal yang tidak memiliki hukuman spesifik yang dilekatkan padanya dan ditulis dengan jari Allah (Kel. 31:18). Kesepuluh hukum ini menjadi dasar bagi hukum-hukum lainnya dalam Perjanjian Lama dan dikutip oleh para Rasul sebagai hukum yang masih mengikat orang Kristen saat ini (Rm. 13:8-10; Ef. 6:1).
Hukum seremonial berfokus pada ibadah Israel dan urusan tahir dan najis, karena jika seseorang dalam keadaan najis, ia tidak dapat beribadah di Kemah Suci. Hukum ini mencakup hukum yang berkaitan dengan kurban (Im. 1-7), makanan (Im. 11), dan berbagai kondisi yang berkaitan dengan kenajisan (Im. 12-15).
Hukum sipil berfokus pada pemerintahan Israel dan mencakup hukum yang berhubungan dengan para hakim yang menerapkan hukum (Ul. 17:8-13), berbagai kondisi sosial seperti perbudakan dan kesepakatan perhambaan (Kel. 21:1-11; Im. 25:39-55), dan situasi-situasi lain yang membutuhkan pengaturan perilaku manusia (Kel. 21:12-26; Im. 24:17-23; Ul. 19:1-22:8). Meskipun pembedaan antara hukum moral, hukum seremonial, dan hukum sipil tidaklah mutlak, pembagian ini merupakan alat pengajaran yang bermanfaat yang ditegaskan di dalam Perjanjian Baru melalui cara para Rasul merujuk kepada hukum Perjanjian Lama.
2. Ada tiga penggunaan yang signifikan dari Hukum ini.
Cara yang umum untuk menjelaskan bagaimana hukum ini berhubungan dengan kehidupan umat Allah sering disebut sebagai “tiga penggunaan hukum.” Hukum ini memiliki kutuk yang dilekatkan padanya, yang berlaku bagi umat Allah ketika mereka tidak memercayai Allah dan ketika mereka tetap bertahan dalam ketidaktaatan. Ini dikenal sebagai penggunaan hukum yang pertama, di mana hukum ini bertindak sebagai cermin dan menunjukkan kepada kita kebutuhan kita akan penebusan. Penggunaan hukum yang kedua mengacu pada fungsi hukum yang mengekang yang memperingatkan orang akan konsekuensi sipil jika mereka melanggar hukum ini. Penggunaan hukum yang ketiga menekankan berkat-berkat dari hukum Allah. Hukum ini diberikan kepada umat Allah dalam konteks penebusan (Kel. 20:2) supaya umat Allah tahu bagaimana hidup dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Dalam hal ini, hukum ini berfungsi dalam pengudusan kita untuk menolong kita bertumbuh dalam relasi kita dengan Allah.
Sebagai contoh dari otorisasi Perjanjian Baru atas tiga penggunaan hukum ini, kita melihat bagaimana Paulus menggunakan perintah keenam, “Jangan membunuh,” dalam tiga penggunaan ini: penggunaan pertama dalam Yakobus 2:9-11, penggunaan kedua dalam 1 Timotius 1:9-10, dan penggunaan ketiga dalam Roma 13:9-10. Kita dikecam oleh hukum ini karena kita telah melanggarnya, tetapi kabar baiknya adalah Kristus telah menggenapi hukum ini bagi kita dengan menaatinya secara sempurna. Ketika kita berdiri di hadapan Allah sebagai hakim kita, Dia membenarkan kita dengan menyatakan kita benar melalui iman karena apa yang telah Kristus genapi bagi kita. Dalam pengudusan, kita berelasi dengan Allah sebagai Bapa kita dan hukum ini adalah berkat untuk memperkuat relasi kita dengan-Nya.
3. Hukum Perjanjian Lama harus dipahami dalam hubungannya dengan kedatangan Kristus.
Beberapa perubahan terjadi ketika Kristus menggenapi hukum ini, yang memengaruhi bagaimana hukum ini berhubungan dengan umat Allah saat ini.
Meskipun hukum moral bersifat mengikat, bahkan hukum moral pun memiliki elemen seremonial yang dipengaruhi oleh kedatangan Kristus. Sebagai contoh, hari peristirahatan dan ibadah dalam hukum keempat adalah hari ketujuh sebagai peringatan penciptaan dan penebusan (Kel. 20:8-11; Ul. 5:12-15). Dalam perjanjian baru, orang percaya beribadah pada hari pertama karena kebangkitan Kristus meneguhkan ciptaan baru. Kita bersukacita untuk kemenangan-Nya atas dosa dan maut dan menantikan peristirahatan eskatologis kita yang final ketika Ia datang kembali (Why. 1:10; Ibr. 4:1-11).
Hukum sipil dalam Perjanjian Lama berhubungan dengan Israel sebagai sebuah bangsa. Hukum ini menetapkan prinsip-prinsip kebenaran yang diberikan oleh Raja kita yang benar yang dapat menjadi petunjuk bagi para penguasa dunia dan kehidupan kita sebagai orang Kristen, meskipun hukum ini secara persis tidak perlu ditegakkan pada masa kini dengan cara yang sama (lihat Pengakuan Iman Westminster 19.4 mengenai “keadilan umum” dari hukum sipil). Para Rasul menghubungkan hukuman mati dalam hukum sipil dengan kemungkinan ekskomunikasi/ pengucilan dalam disiplin gereja, yang memiliki dampak yang sama dalam menjaga umat Allah tetap murni (lihat 1Kor. 5:13; Ul. 17:7).
Hukum seremonial mengatur kurban, prinsip-prinsip tentang apa yang tahir dan najis, serta upacara-upacara yang berkaitan dengan bait suci. Hukum ini sekarang telah dihapuskan dan digenapi oleh karya Kristus. Dia adalah kurban yang dipersembahkan kepada Allah sehingga kita tidak perlu lagi mempersembahkan kurban sebagai bagian dari ibadah kita (Ibr. 10:11-14). Dia adalah bait suci yang membawa kepada kita realitas kehadiran Allah sehingga kita tidak perlu beribadah di satu tempat secara geografis, melainkan tersebar di antara bangsa-bangsa, beribadah “dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 2:19; 4:24). Peraturan tertentu yang berkaitan dengan makanan dan darah tidak lagi membuat umat Allah menjadi najis sehingga orang Yahudi dapat membawa injil kepada bangsa-bangsa non-Yahudi untuk menggenapi Amanat Agung (Mat. 28:19-20; Kis. 10:9-14). Bagi mereka yang menjadi pengikut Kristus, hukum ini baik:
Betapa kucintai Taurat-Mu!
Aku merenungkannya sepanjang hari.” (Mzm. 119:97)
Artikel ini merupakan bagian dari koleksi Hermeneutics.