
Doktrin Reformed tentang Allah
23 Oktober 2025
Apakah Orang Kristen Boleh Berduka?
30 Oktober 2025Sebuah Katekismus tentang Hati
Terkadang, seorang penulis buku ditanya, “Buku mana yang Anda tulis yang menjadi favorit Anda?” Pertama kali pertanyaan tersebut diajukan kepada saya, jawabannya mungkin “Saya tidak yakin; saya belum pernah benar-benar memikirkannya.” Namun, setelah dipaksa memikirkannya, jawaban standar saya berubah menjadi, “Saya tidak yakin apa buku favorit saya, tetapi judul favorit saya adalah Sebuah Hati untuk Allah.” Saya jarang sekali ditanya, “Mengapa?” tetapi (siapa tahu Anda menanyakannya) judul tersebut dengan sederhana mengungkapkan saya ingin menjadi seperti apa, yaitu seorang Kristen yang memiliki hati untuk Allah.
Mungkin hal itu sebagian mencerminkan fakta bahwa kita berada di pundak para raksasa masa lalu. Pikirkan meterai dan moto John Calvin: sebuah hati yang dipersembahkan di telapak tangan disertai kata-kata “Kupersembahkan hatiku kepadamu, Tuhan, dengan sigap dan tulus.” Atau, pikirkan himne yang digubah oleh Charles Wesley ini:
O untuk hati yang memuji Allahku!
Hati yang dibebaskan dari dosa.
Beberapa buku himne tidak memasukkan himne dari Wesley tersebut, sebagian mungkin karena himne itu dibaca sebagai ungkapan doktrinnya tentang kasih yang sempurna dan pengudusan secara menyeluruh. (Ia mengira kerinduannya dapat digenapi di dunia ini.) Namun sentimen itu sendiri sepenuhnya alkitabiah.
Namun, di balik para raksasa dalam sejarah gereja terdapat kesaksian Alkitab. Perintah yang pertama dan terutama adalah kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu (Ul. 6:5). Itu sebabnya, untuk menggantikan Saul sebagai raja, Allah “mencari seorang yang berkenan di hati-Nya” (1Sam. 13:14) sebab “TUHAN melihat hati” (1Sam. 16:7). Adalah sesuatu yang truisme untuk mengatakan bahwa, terkait respons kita terhadap Injil, jantung persoalannya adalah persoalan hati. Namun, entah truisme atau tidak, yang jelas, itu benar.
Seperti apa wujud hati itu, bagaimana hati dikembangkan, dalam cara apa hati dapat terancam, dan bagaimana hati menyatakan dirinya akan dibahas sedikit demi sedikit dalam tulisan baru ini. Namun, pada tahap ini, mungkin akan menolong bila kita memaparkan beberapa persoalan awal dalam bentuk sebuah katekismus tentang hati.
P.1. Apakah hati itu?
J. Hati adalah inti sentral dan dorongan hidup saya secara intelektual (melibatkan pikiran saya), secara afeksi (membentuk jiwa saya), dan secara keseluruhan (memberikan energi hidup saya).
P.2. Apakah hati saya sehat?
J. Tidak. Secara alami, saya memiliki hati yang sakit. Sejak lahir, hati saya cacat dan menentang Allah. Kecenderungan pikirannya jahat senantiasa.
P.3. Bisakah hati saya yang sakit disembuhkan?
J. Ya. Allah, dalam anugerah-Nya, dapat memberi saya sebuah hati yang baru untuk mengasihi-Nya dan ingin melayani-Nya.
P.4. Bagaimana Allah melakukannya?
J. Allah melakukannya melalui karya Tuhan Yesus bagi saya dan pelayanan Roh Kudus di dalam saya. Ia menerangi pikiran saya melalui kebenaran Injil, membebaskan kehendak saya yang diperbudak dosa, membersihkan afeksi saya oleh anugerah-Nya, dan mendorong saya dari dalam untuk hidup bagi Dia dengan menuliskan Taurat-Nya di dalam hati saya supaya saya mulai mencintai apa yang Ia cintai. Alkitab menyebut hal ini “dilahirkan dari atas”.
P.5. Apakah itu berarti saya tidak akan pernah berdosa lagi?
J. Tidak. Saya akan terus bergumul dengan dosa sampai saya dimuliakan. Allah telah mengaruniakan kepada saya hati yang baru, tetapi untuk saat ini Ia ingin agar saya tetap hidup di dunia yang berdosa. Maka, setiap hari saya menghadapi tekanan untuk berdosa yang datang dari dunia, kedagingan saya, dan si Iblis. Namun, firman Allah berjanji bahwa atas semua musuh ini saya bisa menjadi “lebih dari seorang pemenang, melalui Dia yang telah mengasihi kita”.
P.6. Apa empat hal yang dinasihati Allah agar saya lakukan supaya hati saya tetap tertuju kepada-Nya?
J. Pertama, saya harus menjaga hati saya seolah-olah segalanya bergantung padanya. Ini berarti saya harus memelihara hati saya seperti sebuah tempat ibadah untuk kehadiran Tuhan Yesus dan tidak mengizinkan apa pun atau siapa pun yang lain masuk ke dalamnya.
Kedua, saya harus menjaga hati saya sehat melalui pola makan yang tepat, bertumbuh kuat melalui makanan Firman Allah secara rutin—membacanya secara pribadi, merenungkan kebenarannya, dan terutama secara khusus mendapatkan makanan dari pemberitaan Firman. Saya juga akan mengingat bahwa hati saya memiliki mata maupun telinga. Roh Kudus menunjukkan kepada saya baptisan sebagai tanda bahwa saya menyandang nama Allah tritunggal, sementara Perjamuan Kudus merangsang hati yang mengasihi Tuhan Yesus.
Ketiga, saya harus melakukan latihan rohani secara rutin, sebab hati saya akan dikuatkan melalui ibadah ketika seluruh keberadaan saya dipersembahkan kepada Allah melalui ungkapan-ungkapan kasih dan iman kepada-Nya.
Keempat, saya harus memberi diri berdoa, di mana hati saya memegang janji-janji Allah, bersandar pada kehendak-Nya, dan meminta anugerah-Nya yang memelihara—dan melakukannya bukan hanya sendirian tetapi bersama orang lain supaya kami dapat saling menguatkan untuk memelihara hati untuk Allah.
Ini—dan banyak lagi yang lain—perlu dikembangkan, dielaborasi, dan dieksposisi. Namun, semuanya dapat dirangkum dalam sebuah kalimat dari Alkitab. Dengarlah permintaan dari Bapa kita: “Anakku, berikan hatimu kepada-Ku!”


