3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Yohanes
07 Juni 2024
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Surat Roma
12 Juni 2024
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Yohanes
07 Juni 2024
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Surat Roma
12 Juni 2024

3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Kitab Kisah Para Rasul

Kisah Para Rasul adalah kitab yang unik di antara berbagai kitab dalam Perjanjian Baru. Empat kitab Injil memberi kesaksian tentang pelayanan Yesus di bumi, kematian-Nya yang penuh pengorbanan, dan kebangkitan-Nya yang penuh kemenangan. Dua puluh satu surat menjelaskan identitas dan misi-Nya dan mengarahkan kasih kita yang dibentuk oleh iman untuk menanggapi penebusan-Nya. Kitab Wahyu menyingkapkan konflik tersembunyi di balik musuh-musuh dunia yang sangat nyata, dan meyakinkan kita bahwa Anak Domba Allah telah menang. Namun, hanya Kisah Para Rasul yang menjelaskan dekade-dekade fondasi di mana Tuhan yang telah bangkit dan naik ke surga meletakkan dasar bagi jemaat-Nya.

1. Kitab Kisah Para Rasul adalah lampu sorot yang menerangi “terowongan” yang menghubungkan Injil dengan Surat.

Seandainya tidak ada kitab Kisah Para Rasul di dalam Perjanjian Baru, kita akan merasa seperti penumpang dalam gerbong kereta api tanpa lampu yang sedang memasuki sebuah terowongan yang benar-benar gelap, lalu akhirnya muncul di tempat terang. Ketika mata kita menyesuaikan diri, kita melihat banyak hal telah berubah; penumpang baru, portir baru, bahkan kondektur baru.

Pada penutupan Injil-Injil, Tuhan Yesus yang telah bangkit menyatakan realitas kebangkitan-Nya melalui “banyak bukti” (Kis. 1:3, merangkum Luk. 24, Mat. 28, Mrk. 16, dan Yoh. 20-21). Meski semua rasul yang adalah saksi-Nya berlatar belakang Yahudi, Yesus mengutus mereka untuk menyebarluaskan kabar baik-Nya ke segala bangsa. Ketika Injil-Injil berakhir, prediksi Yohanes Pembaptis bahwa Yesus akan membaptis “dengan Roh Kudus dan dengan api” (Luk. 3:16) masih belum tergenapi, yang Yesus katakan akan segera terjadi (Luk. 24:49; Yoh. 15:26).

Maka, masuklah kita ke dalam terowongan itu. Sekeluarnya dari sana, tiba-tiba kita berjumpa dengan Paulus, yang menyebut dirinya rasul Kristus padahal ia tidak ada ketika Yesus menampakkan diri kepada Maria, Petrus, dan lain-lain. Dua puluh tahun setelah kebangkitan Yesus, Paulus menulis surat kepada jemaat Kristen di kota-kota Yunani-Romawi: Tesalonika, Galatia, Korintus, Roma, Filipi, Efesus, Kolose. Paulus mengaku bahwa ia pernah menganiaya Yesus dan para pengikut-Nya, tetapi sekarang ia sepenuh hati melayani Yesus sebagai Tuhan. Bagaimana pembalikan secara radikal itu dapat terjadi?

Kelompok-kelompok yang kepadanya Paulus menulis surat adalah kalangan luar, yaitu “orang-orang bukan Yahudi” yang dahulu “tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan” (Ef. 2:11-13). Maka, visi Yesus tentang penyebarluasan Kerajaan Allah yang penuh anugerah secara internasional sedang digenapi. Peristiwa-peristiwa apakah yang memicu peralihan fokus dari “domba yang hilang dari umat Israel” (Mat. 15:24) kepada “domba-domba yang lain bukan dari kandang ini” (Yoh. 10:16)?

Jemaat-jemaat yang dirintis Paulus telah dibaptis dalam satu Roh menjadi satu tubuh (1Kor. 12:13). Mereka “hidup oleh Roh” sehingga harus “dipimpin oleh Roh” dan menghasilkan buah Roh (Gal. 5:16-25). Kapan dan bagaimana puncak pelayanan Mesias (menurut Yohanes), yaitu pencurahan Roh Allah, terjadi?

Kisah Para Rasul adalah lampu sorot di dalam terowongan yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pada hari Pentakosta, Yesus membaptis para pengikut-Nya dengan Roh Kudus (Kis. 1:4-5; Kis. 2). Di kemudian hari, Tuhan mengutus Petrus untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang non-Yahudi dan menyaksikan dengan takjub ketika Roh Kudus menyambut mereka ke dalam keluarga Allah (Kis. 10-11). Kita lalu berjumpa dengan Saulus (yang nanti dikenal sebagai Paulus), yang dibutakan oleh kemuliaan Yesus dan diubahkan dari penganiaya menjadi penyebar kabar tentang “Jalan Tuhan” (Kis. 9). Ketika Paulus menyeberang lautan dan daratan untuk membawa “terang bagi bangsa-bangsa lain” (Kis. 1:8; 13:46-47), kita mendengar kisah latar tentang jemaat-jemaat yang kepadanya ia menulis surat-suratnya (Kis. 13-28). Betapa bijak dan baiknya Allah menuntun Lukas untuk melengkapi “bukunya yang pertama” (Injil yang ketiga) dengan jilid yang kedua ini.

Kisah Para Rasul menghubungkan Injil dan surat dengan menarasikan bagaimana Tuhan Yesus meletakkan dasar bagi gereja-Nya, mencurahkan Roh Allah, dan merangkul orang-orang bukan Yahudi dengan anugerah-Nya.

2. Kristus yang telah bangkit dan memerintah adalah tokoh utama dalam drama Kisah Para Rasul

Ketika menggambarkan Injilnya sebagai “segala sesuatu yang [mulai] dikerjakan dan diajarkan Yesus”, Lukas mengimplikasikan bahwa Kisah Para Rasul menarasikan apa yang terus dikerjakan dan diajarkan Yesus setelah Ia naik ke surga (Kis. 1:1-2; penekanan ditambahkan). Karena Kisah Para Rasul menggambarkan pelayanan kerasulan Petrus (Kis. 1-12) dan Paulus (Kis. 13-28), judul “Kisah tentang Semua Rasul” dan “Kisah Para Rasul” disematkan kepada kitab ini dari sangat awal. Meski demikian, Lukas ingin agar kita tahu bahwa Pahlawan sesungguhnya yang mengarahkan dan memberdayakan pertumbuhan jemaat adalah Tuhan Yesus yang telah bangkit itu sendiri.

Sama seperti Yesus memilih para rasul selama pelayanan-Nya di bumi (Kis. 1:2), begitu pula Yesus memilih pengganti Yudas untuk bergabung dengan para rasul (Kis. 1:21-26). Turunnya Roh Kudus pada hari Pentakosta adalah karya Yesus. “Sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima dari Bapa, Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya Roh itu seperti yang kamu lihat dan dengar di sini” (Kis. 2:33; penekanan ditambahkan). Yesus adalah Tuhan yang “tiap-tiap hari menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis. 2:47; lihat Kis. 5:14; 11:21-22). Ketika seorang yang tadinya lumpuh melompat di pelataran Bait Suci, Petrus dan Yohanes menjauhkan perhatian orang banyak yang takjub dari diri mereka dan mengarahkannya kepada sang Penyembuh yang sejati. “Karena kepercayaan kepada nama Yesus, Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kenal ini. Kepercayaan itu telah memberi kesembuhan kepada orang ini di hadapan kamu semua” (Kis. 3:12, 16; penekanan ditambahkan; sekali lagi dalam Kis. 4:9-10). Ketika sang penganiaya yang dibutakan itu, Saulus, bertanya, “Siapakah Engkau, Tuan?” jawaban yang diterimanya: “Akulah Yesus, yang kauaniaya itu” (Kis. 9:5; penekanan ditambahkan). Yesus memilih Saulus “untuk memberitakan nama-Ku di hadapan bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel” (Kis. 9:15). Yesuslah Tuhan, yang ke dalam tangan-Nya Paulus dan Barnabas memercayakan orang-orang percaya yang baru dan penatua-penatua mereka (Kis. 14:23). Dialah Tuhan yang membuka hati Lidia kepada Injil (Kis. 16:14-15). Dialah Tuhan yang menguatkan Paulus di Korintus dengan berkata, “banyak umat-Ku di kota ini” (Kis. 18:10), dan menguatkannya waktu di dalam penjara (Kis. 23:11).

Kitab Kisah Para Rasul tidak jemu-jemu menarik perhatian kita kepada kehadiran Tuhan Yesus yang ditinggikan di dalam jemaat-Nya melalui Roh-Nya. Kristus bukanlah tiran yang tidak hadir, berada di tempat yang jauh dan tak terjangkau. Meski memerintah di sebelah kanan Allah di surga, Yesus tetap “Allah beserta kita” di sini di bumi. Dengan Roh-Nya yang penuh kuasa, Ia memelihara kehidupan jemaat dan mendorong pertumbuhannya. Yesus memelihara janji-janji-Nya:

  • “Aku akan mendirikan gereja-Ku” (Mat. 16:18).
  • “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku akan datang kepadamu” (Yoh. 14:18).
  • “Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat. 28:20).

Kisah Para Rasul menunjukkan kepada kita Yesus, yang sangat hidup, memerintah dengan berdaulat, dan senantiasa hadir melalui Roh-Nya di dalam jemaat-Nya, menyebarkan terang anugerah Allah sampai ke ujung bumi.

3. Kitab Kisah Para Rasul menyamakan pertumbuhan jemaat dengan pertumbuhan Firman

Seperti yang dilakukan Lukas di dalam Injilnya (Luk. 1:80; 2:40, 52; 4:14; dst.), begitu pula di dalam Kisah Para Rasul, Lukas menyelingi, di antara kisah-kisah peristiwa tertentu, rangkuman-rangkuman tentang apa yang terus terjadi setelah peristiwa-peristiwa tersebut. Setelah ribuan orang menjadi percaya pada hari Pentakosta, “mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul, dalam persekutuan, dalam memecahkan roti dan berdoa” (Kis. 2:42-47; lihat Kis. 4:32-35; 5:12-16; 9:31; 16:5).

Sebuah tema yang berulang kali muncul di dalam rangkuman-rangkuman tersebut adalah tentang bertumbuhnya Firman Allah:

  • Kisah Para Rasul 6:7: Firman Allah makin bertumbuh (auxanō), dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak (terjemahan penulis).
  • Kisah Para Rasul 12:24: Namun, firman Allah makin bertumbuh (auxanō) dan berlipat ganda (terjemahan penulis).
  • Kisah Para Rasul 19:20: Maka makin bertumbuhlah (auxanō) firman Tuhan dan makin berkuasa (NASB).1

Lukas sedang merujuk kepada pertumbuhan jemaat, baik secara jumlah maupun kedewasaan rohani. Ia menggambarkan pertumbuhan jemaat sebagai “pertumbuhan firman” sebab Firman Allah yang diberitakan oleh para rasul dalam kuasa Roh Kudus adalah senjata yang tak terkalahkan, yang dengannya Kristus menawan hati orang-orang, dan makanan yang membuat anak-anak Allah menjadi dewasa.

Peran Firman Allah yang penting dalam kehidupan dan misi gereja ditunjukkan dalam kebanyakan khotbah dan perkataan di sepanjang Kisah Para Rasul. Bahkan, sebelum turunnya Roh Kudus, Petrus menjelaskan kepada orang-orang percaya yang berkumpul bagaimana pengkhianatan Yudas dan penggantiannya menggenapi Kitab Suci (Kis. 1:15-22). Pada hari Pentakosta, Petrus menunjukkan bagaimana Mazmur 16 dan 110 serta Yoel 2 menubuatkan kebangkitan Yesus, kenaikan-Nya ke surga, dan pencurahan Roh Kudus (Kis. 2:14-36). Kepada orang-orang yang berkumpul di Bait Suci dan pemimpin-pemimpin mereka, Petrus dan Yohanes bersaksi bahwa hanya nama Yesus yang dapat menyelamatkan (Kis. 3-4). Stefanus menguraikan sejarah bangsa Israel yang memalukan yang menolak utusan-utusan Allah yang datang menyelamatkan, yang memuncak dengan membunuh Dia Yang Benar, yaitu Yesus (Kis. 7:2-53). Petrus menyampaikan kabar baik kepada orang-orang bukan Yahudi (Kis. 10:34-43). Di rumah-rumah ibadat, Paulus menunjukkan penggenapan Alkitab di dalam Yesus, sang Mesias (Kis. 13:16-41; 17:2-4, 11, 17). Ia juga memberitakan Firman Allah kepada orang-orang pagan yang menyembah banyak ilah (Kis. 14:14-17), kepada para filsuf perkotaan (Kis. 17:22-31), kepada kerumunan orang Yahudi (Kis. 22:1-22), dan kepada para pemimpin non-Yahudi (Kis. 26:1-23). Para rasul menyampaikan Firman Allah untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan jemaat (Kis. 15:7-21), dan memperlengkapi para pemimpin jemaat (Kis. 20:18-35). Pada akhir Kisah Para Rasul, Paulus tetap tinggal dalam tahanan Romawi, tetapi ia “dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus” (Kis. 28:30-31).

Mengapa begitu banyak Firman Allah diberitakan di dalam kitab yang disebut jemaat sebagai “Kisah Para Rasul”? Kisah Para Rasul memberi pelajaran yang penting ini: jemaat Kristus bertumbuh dan berkembang bukan karena analisis pasar atau strategi manusia—bahkan bukan pula karena tanda-tanda ajaib dan mukjizat-mukjizat, yang dengannya Allah pernah membenarkan kesaksian para rasul (Ibr. 2:3-4; 2Kor. 12:11-12)—melainkan melalui Firman anugerah yang mereka khotbahkan dari Kitab Suci, dengan kuasa Roh Allah.

  1. Yesus (Mrk. 4:8) dan Paulus (Kol. 1:6) juga menerapkan metafor pertanian pada kata tersebut sebagai benih yang “tumbuh” (auxanō).

Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Dennis E. Johnson
Dennis E. Johnson
Dr. Dennis E. Johnson adalah profesor emeritus bidang Teologi Praktika di Westminster Seminary California dan asisten pendeta di Westminster Presbyterian Church di Dayton, Tennessee. Ia adalah penulis beberapa buku, termasuk Walking with Jesus through His Word, Triumph of the Lamb, dan Let’s Study Acts.