Apakah Yesus dapat Berdosa?
04 Juli 2024Apa Kehendak Allah bagi Hidup Saya?
11 Juli 2024Perlunya Ilustrasi dalam Berkhotbah
Kita tidak menaruh kepercayaan kita pada teknik. Namun, Martin Luther tidak meremehkan pengajaran tentang prinsip-prinsip komunikasi tertentu yang menurutnya penting. Ada beberapa hal yang dapat dipelajari oleh para pengkhotbah mengenai bagaimana menyusun dan menyampaikan sebuah khotbah, dan bagaimana mengomunikasikan informasi secara efektif dari mimbar.
Dia juga mengatakan bahwa apa yang membentuk pribadi manusia adalah petunjuk penting untuk berkhotbah. Allah telah menciptakan kita menurut gambar-Nya dan memberikan kita akal budi. Oleh sebab itu, khotbah ditujukan kepada akal budi, tetapi bukan hanya sekadar komunikasi informasi—ada juga peringatan dan nasehat (seperti yang telah disebutkan di atas). Dalam pengertian tertentu, kita berbicara kepada kehendak orang dan memanggil mereka untuk berubah. Kita memanggil mereka untuk bertindak sesuai dengan pemahaman mereka. Dengan kata lain, kita ingin menyentuh hati, tetapi kita tahu bahwa jalan menuju hati adalah melalui akal budi. Jadi, pertama-tama, orang harus dapat memahami apa yang kita bicarakan. Itulah sebabnya Luther mengatakan bahwa mengajar di seminari adalah satu hal, seperti yang ia lakukan di universitas, tetapi mengajar dari mimbar adalah hal yang berbeda. Dia mengatakan bahwa pada hari Minggu pagi, dia akan menyesuaikan khotbahnya untuk anak-anak dalam jemaat untuk memastikan bahwa setiap orang di sana dapat mengerti. Khotbah hendaknya bukan merupakan sebuah latihan dalam berpikir abstrak.
Hal yang memberikan kesan yang paling dalam dan paling lama pada orang adalah ilustrasi konkret. Bagi Luther, tiga prinsip terpenting dalam komunikasi publik adalah berikan ilustrasi, berikan ilustrasi, dan berikan ilustrasi. Dia mendorong para pengkhotbah untuk menggunakan gambaran dan narasi yang konkret. Dia menyarankan bahwa ketika berkhotbah tentang doktrin yang abstrak, si pendeta mencari narasi dalam Alkitab yang mengomunikasikan kebenaran tersebut untuk mengomunikasikan hal yang abstrak melalui hal yang konkret.
Sesungguhnya, itulah cara Yesus berkhotbah. Seseorang datang kepada-Nya dan ingin memperdebatkan apa artinya mengasihi sesama seperti diri sendiri. “Namun, untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: ‘Lalu siapa sesamaku manusia?’ Jawab Yesus: ‘Ada seseorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho. Ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun …’” (Luk. 10:29-30). Yesus tidak hanya memberikan jawaban yang abstrak dan teoretis terhadap pertanyaan tersebut; Ia menceritakan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Dia menjawab pertanyaan itu dalam bentuk konkret dengan memberikan situasi kehidupan nyata untuk memastikan maksud-Nya tersampaikan.
Jonathan Edwards mengkhotbahkan khotbahnya yang terkenal, “Orang-Orang Berdosa di Tangan Allah yang Murka” di Enfield, Connecticut. Dia membacakan khotbah tersebut dari sebuah naskah dengan suara yang monoton. Namun, ia menggunakan gambaran-gambaran yang konkret dan bahkan grafis. Sebagai contoh, Edwards berkata, “Allah… memegang Anda di atas jurang neraka, seperti seseorang memegang laba-laba, atau serangga yang menjijikkan, di atas api.” Kemudian ia berkata, “Busur murka Allah telah ditarik, dan anak panah telah siap pada tali busurnya.” Ia juga menyatakan, “Anda tergantung pada seutas benang yang tipis, dengan api murka ilahi menyambar-nyambar di sekitarnya.” Edwards memahami bahwa semakin grafis gambaran tersebut, semakin besar kemungkinan orang akan mendengar dan mengingatnya.
Luther mengatakan hal yang sama. Ia tidak menukar substansi dengan teknik, tetapi mengatakan bahwa substansi Firman Allah harus dikomunikasikan dengan cara yang sederhana, grafis, lugas, dan ilustratif kepada umat Allah. Itulah yang menjadi hal utama bagi Luther—seorang pendeta harus menjadi pembawa Firman Allah—tidak kurang, tidak lebih. Dengan cara inilah seorang pengkhotbah mengajar umat Allah.
Cuplikan ini diambil dari kontribusi R.C. Sproul dalam Feed My Sheep.