Apakah Yesus Memiliki Satu Natur, atau Dua?
18 Mei 2023
Apakah Ada Derajat Dosa?
25 Mei 2023
Apakah Yesus Memiliki Satu Natur, atau Dua?
18 Mei 2023
Apakah Ada Derajat Dosa?
25 Mei 2023

Pro-Choice: Apakah Artinya?

Apakah substansi dari posisi Pro-Choice (Pro-Pilihan)? Jika seorang wanita berkata bahwa ia secara pribadi tidak akan melakukan aborsi tetapi tidak ingin menyangkali hak seseorang untuk melakukannya, maka atas dasar apakah wanita tersebut ragu melakukan aborsi? Mungkin ia hanya ingin memiliki bayi sebanyak-banyaknya dan tidak mengantisipasi akan pernah menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan. Mungkin ia menganggap janin adalah manusia yang hidup, atau tidak yakin mengenai status janin tersebut. Mungkin ia percaya bahwa janin adalah manusia yang hidup tetapi ia tidak ingin memaksakan pandangan ini pada orang lain. Di sini kita melihat inti dari posisi Pro-Choice. Apakah hak untuk memilih adalah sebuah hak yang mutlak? Apakah kita memiliki hak moral untuk memilih apa yang salah secara moral? Mengajukan pertanyaan demikian adalah menjawabnya.

Sekali lagi, setiap hukum membangun batasan atau membatasi pilihan seseorang. Ini adalah hakikat hukum. Jika kita tidak ingin membatasi pilihan orang lain melalui undang-undang, maka kita harus berhenti menyusun undang-undang dan menghentikan pemungutan suara. Saya pikir, kebanyakan orang akan setuju bahwa kebebasan untuk memilih bukanlah sebuah kebebasan yang mutlak. Tidak ada manusia yang adalah hukum yang mutlak bagi dirinya sendiri. Kecuali kita siap untuk percaya pada sistem etika dari relativisme murni, di mana hukum dan masyarakat merupakan hal yang mustahil, maka kita harus lari secepatnya dari proposisi bahwa individu itu otonom. Berpindah dari yang abstrak menuju yang konkrit, saya bertanya-tanya apakah para aktivis Pro-Choice keberatan dengan hukum yang melindungi hak milik pribadi mereka? Apakah pencuri yang membobol rumah seseorang untuk mencuri televisi memiliki hak asasi untuk mengambil pilihan itu? Apakah seorang laki-laki memiliki hak untuk memilih memperkosa seorang wanita? Contoh-contoh ekstrim ini membuat jelas bahwa kebebasan memilih tidak boleh dianggap sebagai hak yang mutlak.

Di batas manakah kebebasan untuk memilih berakhir? Saya percaya itu berakhir pada saat kebebasan memilih saya menginjak hak asasi kehidupan dan kemerdekaan orang lain. Tidak ada bayi yang belum lahir pernah memiliki hak untuk memilih atau menolak penghancuran dirinya. Bahkan, sebagaimana dikatakan oleh orang lain, tempat yang paling berbahaya bagi seorang manusia di Amerika Serikat adalah di dalam rahim seorang wanita. Bagi jutaan bayi yang belum lahir, rahim telah menjadi sel penantian hukuman mati. Tahanan di dalamnya dieksekusi tanpa melalui proses pengadilan atau sepatah kata pembelaan. Eksekusi ini secara harfiah melibatkan proses merobek setiap anggota tubuh. Apakah gambaran yang saya sampaikan terlalu grafis? Apakah ini terlalu provokatif secara emosi? Tidak. Ini adalah provokasi hanya jika gambaran tersebut tidak benar.

Hak untuk memilih, meskipun begitu sakral, tidak mengandung hak sewenang-wenang untuk menghancurkan hidup seorang manusia. Tindakan menggugurkan bayi sama dengan tindakan menggugurkan keadilan.

Apakah yang membuat kebebasan untuk memilih begitu berharga? Apakah yang memprovokasi seorang Patrick Henry untuk berseru, “Berikan saya kebebasan atau berikan saya kematian”? Tentu kita ingin menentukan nasib sendiri, dan ide tentang hidup dalam tekanan dari luar adalah hal yang menjijikkan. Kita adalah makhluk yang berpikir, dan kita menghargai kebebasan kita untuk membuat pilihan. Kebanyakan kita benci bila dipenjara. Namun, bahkan di dalam penjara berkeamanan maksimum, hak seseorang untuk memilih tidak sepenuhnya dilucuti.

Prinsip menentukan nasib sendiri inilah—yaitu berhak menentukan kondisi dan masa depan saya sendiri —itu secara brutal tidak diberikan kepada setiap bayi belum lahir yang diaborsi. Seolah-olah bayi tersebut berkata, “Aku tidak memiliki hak bersuara dalam keputusan ibuku mengenai apakah ia akan mengaborsiku atau terus mengandung dan melahirkanku. Seluruh hidupku berada dalam tangannya. Seandainya ia memilih melakukan aborsi, hidupku akan direnggut sebelum aku dilahirkan.” Anda dan saya adalah manusia sejati. Kita pernah tidak berdaya untuk mengklaim hak kita yang berharga untuk memilih. Kita pernah secara total menggantungkan keberadaan kita sendiri pada pilihan orang lain.

Dimensi kedua yang penting dari hak untuk memilih adalah pertanyaan tentang kapan waktu yang tepat untuk mengambil pilihan moral terkait kehidupan sang bayi. (Karena ini melibatkan moralitas seksual, maka ini adalah topik yang sangat tidak populer di dalam pembahasan ini.) Waktu untuk memilih apakah menghendaki seorang bayi atau tidak bukanlah setelah bayi dikandung dan memulai perkembangannya di dalam rahim. Kecuali kasus perkosaan, hubungan seksual dengan atau tanpa alat kontrasepsi tetap merupakan masalah pilihan. Pilihan yang kita ambil, entah berkaitan dengan urusan seksual ataupun non-seksual, selalu menimbulkan konsekuensi. Adalah hal yang mendasar dalam etika dan hukum bahwa kita bertanggung jawab atas konsekuensi dari pilihan yang kita ambil.

Ketika kita bersetubuh, kita mungkin tidak bermaksud atau berkeinginan memproduksi kehidupan manusia lainnya. Namun, kita tahu bahwa persetubuhan memulai proses reproduksi dan dapat memproduksi keturunan. Membunuh keturunan tersebut bukanlah merupakan metode yang bertanggung jawab atau bermoral dalam menangani keputusan tersebut.

Cuplikan ini diadaptasi dari Abortion oleh R. C. Sproul.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.