Pro-Choice: Apakah Artinya?
23 Mei 2023
Apa Itu Penatalayanan?
30 Mei 2023
Pro-Choice: Apakah Artinya?
23 Mei 2023
Apa Itu Penatalayanan?
30 Mei 2023

Apakah Ada Derajat Dosa?

Secara historis, baik ajaran Katolik Roma maupun Protestan mengerti adanya derajat-derajat dosa. Gereja Katolik Roma membedakan antara dosa mematikan (mortal sin) dan dosa ringan (venial sin). Inti perbedaannya adalah bahwa ada dosa-dosa tertentu yang sangat menjijikkan, mengerikan, dan serius sehingga melakukan dosa-dosa tersebut secara aktual bersifat mematikan, dalam arti membunuh anugerah pembenaran yang tinggal dalam jiwa orang percaya. Menurut teologi mereka, tidak semua dosa berdampak menghancurkan sampai derajat itu. Ada dosa-dosa nyata tertentu yang adalah dosa ringan. Dosa-dosa ini tidak begitu serius dalam arti konsekuensinya, dan tidak memiliki kapasitas membunuh anugerah pembenaran seperti yang dimiliki dosa-dosa yang mematikan.

Banyak orang Protestan Injili menolak ide tentang derajat dosa karena mereka tahu bahwa Reformasi Protestan menolak pembedaan Katolik Roma atas dosa mematikan dan dosa ringan. Akibatnya, mereka langsung menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan di antara dosa menurut pandangan Protestan.

Kita harus kembali kepada pandangan para reformator sendiri. John Calvin adalah seorang kritikus yang vokal terhadap Gereja Katolik Roma dan pembedaan mereka atas dosa mematikan dan dosa ringan. Calvin berkata bahwa semua dosa adalah mematikan, dalam arti semua dosa layak mendapatkan kematian. Kitab Yakobus mengingatkan kita, “Sebab siapa saja yang menuruti seluruh hukum itu, tetapi tersandung dalam satu bagian saja, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yak. 2:10). Bahkan, dosa yang paling ringan sekalipun merupakan sebuah pengkhianatan kosmis. Kita gagal merasakan keseriusan dari perbuatan kita sampai derajat seperti itu, tetapi itu benar.

Ketika saya berdosa, saya lebih memilih kehendak saya daripada kehendak Allah yang Mahakuasa. Implikasinya, pada dasarnya saya mengatakan bahwa saya lebih cerdas, lebih bijak, lebih benar, dan lebih berkuasa daripada Allah sendiri. Calvin mengatakan bahwa semua dosa mematikan, dalam arti bahwa Allah dapat dibenarkan bila Ia membinasakan setiap dari kita karena dosa terkecil yang kita lakukan. Sesungguhnya, hukuman dosa telah diberikan sejak hari pertama penciptaan manusia. “Tetapi buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, jangan kaumakan, sebab pada saat engkau memakannya, engkau pasti mati” (Kej. 2:17). Namun, Allah tidak selalu menangani kita menurut prinsip keadilan. Ia menangani kita menurut prinsip anugerah. Ia mengizinkan kita hidup, dan Ia bergerak untuk mengadakan penebusan bagi kita. Calvin berkata bahwa semua dosa mematikan, dalam arti kita layak mati karena dosa-dosa tersebut, namun tidak ada dosa yang mematikan, dalam arti dapat menghancurkan anugerah yang menyelamatkan kita. Kita memang harus bertobat, tetapi anugerah yang membenarkan yang diberikan Roh Kudus kepada kita tidak dibunuh oleh dosa kita. Calvin, dan semua reformator yang lain, dengan gigih mempertahankan keyakinan bahwa ada perbedaan antara dosa-dosa yang lebih ringan dengan apa yang mereka sebut dosa-dosa yang menjijikkan dan mengerikan.

Perbedaan ini penting untuk dipahami oleh orang Kristen supaya kita dapat belajar untuk hidup bermurah hati satu sama lain. Dosa kepicikan, di mana manusia mulai memperhitungkan pelanggaran-pelanggaran kecil dalam komunitas, dapat mencabik tubuh Kristus. Kerusakan besar terjadi ketika itu disulut oleh api gosip dan fitnah. Kita dipanggil untuk menunjukkan kesabaran dan toleransi terhadap orang Kristen lainnya yang bergumul dengan kegagalan-kegagalannya. Bukan berarti kita dipanggil untuk longgar pada dosa, sebab ada dosa-dosa tertentu yang terdaftar di dalam Perjanjian Baru yang serius dan tidak boleh dibiarkan di dalam gereja. Perzinaan adalah dosa yang serius. Hubungan inses menuntut penerapan disiplin gerejawi. Mabuk-mabukan, pembunuhan, dan percabulan berulang kali disebutkan di dalam Perjanjian Baru. Dosa-dosa ini sangat merusak sehingga menuntut pendisiplinan gereja bilamana itu terjadi.

Jelas bahwa kita memiliki derajat dosa yang berbeda ketika kita mempertimbangkan peringatan dalam Alkitab. Setidaknya terdapat 22 rujukan di dalam Perjanjian Baru menyangkut derajat upah yang akan diberikan kepada orang-orang kudus di surga. Ada tingkatan, upah, dan peran yang berbeda di surga. Alkitab memperingatkan kita agar tidak menambah tingkat keseriusan hukuman kita. Yesus berkata kepada Pontius Pilatus, “Dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya” (Yoh. 19:11). Yesus mengukur dan menilai kesalahan, dan dengan kesalahan yang lebih besar dan tanggung jawab yang lebih besar, ada hukuman yang lebih besar. Ini adalah pola yang menyebar di seluruh Perjanjian Baru.

Ide tentang jenjang dosa dan upah didasarkan pada keadilan Allah. Jika saya melakukan dosa dua kali lebih banyak daripada orang lain, maka keadilan menuntut bahwa hukumannya sesuai dengan kejahatannya. Jika saya melakukan kebajikan dua kali lebih banyak daripada orang lain, keadilan menuntut agar saya memperoleh upah lebih banyak. Allah memberitahu kita bahwa jalan masuk ke surga hanya didasarkan pada jasa Kristus. Namun, setelah kita masuk ke surga, upah akan diberikan berdasarkan perbuatan. Mereka yang berlimpah dalam perbuatan baik akan mendapatkan upah yang berlimpah. Mereka yang sengaja mengabaikan dan lalai dalam melakukan perbuatan baik akan mendapatkan sedikit upah di surga. Dengan prinsip yang sama, mereka yang merupakan musuh yang sangat memedihkan hati Allah akan mendapatkan hukuman berat di neraka. Mereka yang tidak terlalu memusuhi Allah akan mendapatkan hukuman yang lebih ringan di tangan Allah. Allah itu adil secara sempurna, dan ketika Ia menghakimi, Ia mempertimbangkan semua keadaan yang dapat meringankan. Yesus berkata, “Setiap kata gegabah yang diucapkan orang akan dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman” (Mat. 12:36).

Mengapa penting bagi kita untuk menekankan hal ini? Sering kali saya berbicara dengan para pria yang bergumul dengan hawa nafsu, dan mereka berkata kepada diri mereka, atau kepada saya, “Mungkin sekalian saja saya melakukan perzinaan karena saya telah bersalah atas dosa hawa nafsu. Saya tidak bisa lebih buruk lagi di mata Allah, jadi, sekalian saja saya menyelesaikan perbuatan tersebut.” Saya selalu menjawab, “Itu salah. Anda masih bisa menjadi jauh lebih buruk lagi.” Hukuman terhadap perzinaan aktual jauh lebih berat daripada hukuman atas hawa nafsu. Allah akan berurusan dengan kita pada tingkatan tersebut. Dan, konyol sekali bila seseorang yang telah melakukan sebuah pelanggaran ringan berkata, “Saya sudah bersalah; jadi, sekalian saja saya melakukan sebuah kejahatan yang lebih besar.” Allah melarang kita berpikir demikian. Jika kita berpikir seperti itu, maka kita akan menghadapi penghakiman yang adil dari Allah. Kita harus mengingat ini sembari kita berupaya membangun hati nurani dan karakter yang kristiani.

Cuplikan ini diambil dari How Can I Develop a Christian Conscience? oleh R.C. Sproul.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.