Penerimaan terhadap Mesias Yahudi
14 Maret 2024
Melihat Yesus dalam Dunia yang Tidak Bersahabat
21 Maret 2024
Penerimaan terhadap Mesias Yahudi
14 Maret 2024
Melihat Yesus dalam Dunia yang Tidak Bersahabat
21 Maret 2024

Mesias Kita yang Maha Mulia

Kemuliaan Kristus sering kali menjadi lebih jelas ketika kita mendapati diri kita berada di lembah yang paling gelap. Para murid dapat bersaksi bagi realitas ini dalam kehidupan mereka sendiri ketika pengharapan mesianik sepanjang hidup mereka dihancurkan ketika Yesus memberitahukan penyaliban-Nya (Mrk. 8:31). Dalam pikiran mereka, Yesus seharusnya memerintah, bukannya mati. Mereka menjadi kecil hati dan putus asa dengan berita tentang kematian Tuan mereka yang akan segera terjadi, dan Yesus menghibur mereka dengan realitas yang berpijak bukan pada kekuatan militer melainkan pada kemuliaan ilahi.

Enam hari setelah mengatakan kepada mereka, “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan” (ay. 31), Yesus membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes ke atas Gunung Hermon untuk berdoa (9:2). Para murid tertidur selama sesi doa yang panjang itu, dan ketika mereka bangun, wajah dan pakaian Yesus menjadi putih bersinar. Markus memberi tahu kita bahwa Yesus “berubah rupa” di depan mata mereka. Kemuliaan kekal ilahi yang sejati dari Yesus diizinkan untuk bersinar melalui jubah inkarnasi kemanusiaan yang Ia kenakan kepada diri-Nya sendiri. Lukas mengatakan bahwa pakaian Yesus “menjadi putih berkilau-kilauan,” sementara Matius menambahkan bahwa wajah-Nya “bercahaya seperti matahari” (Mat. 17:2; Luk. 9:29). Kemuliaan yang cemerlang ini memancar dari diri-Nya sendiri. Di sinilah Petrus, Yakobus, dan Yohanes—tidak bisa berkata-kata, tidak bergerak, terpana—ketika cahaya kemuliaan ilahi yang luar biasa memenuhi mata mereka.

Kenyataan menakutkan yang telah dikatakan Yesus bahwa ketika mereka tiba di Yerusalem, Dia akan ditangkap dan disalibkan terus membekas di benak para murid. Transfigurasi tidak dimaksudkan untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut melainkan untuk menjadi sumber penghiburan yang terus-menerus bagi para murid. Yesus ingin agar lingkaran dalam yang dekat ini dapat menyerap apa yang mereka lihat, dengar, dan alami ke dalam hati mereka dan menimba sukacita darinya ketika penderitaan-Nya dimulai. Transfigurasi adalah terang di lembah mereka yang paling gelap. Yohanes memberikan sebuah catatan saksi mata dan menggambarkan momen ini dalam Yohanes 1:14: “Kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal.”

Penglihatan yang mulia ini dikonfirmasi oleh Musa dan Elia, dua tokoh perwakilan Perjanjian Lama, yang berbicara dengan Yesus tentang kematian-Nya yang akan datang (Luk. 9:31). Seakan hal itu masih belum cukup jelas, kemuliaan shekinah Allah menutupi gunung itu dengan cahaya ilahi ketika Dia masuk ke panggung untuk memerintahkan para murid-Nya untuk “dengarkanlah Dia” (Mrk. 9:7). Dengan kata lain, ketika Yesus berbicara tentang kematian-Nya, para murid-Nya diperintahkan untuk “dengarkanlah Dia” dan menerima Dia sebagai hamba yang menderita.

Setiap aspek dari peristiwa agung ini seharusnya menjadi sumur penghiburan yang tak berujung untuk ditimba. Yesus mengingatkan para murid-Nya, dan semua orang percaya lainnya, bahwa kita tidak boleh melupakan realitas Mesias kita yang Maha Mulia di saat-saat tergelap kita. Meskipun harapan para murid telah hancur, Yesus terbukti lebih dari apa yang dapat mereka minta, pikirkan, atau bayangkan tentang diri-Nya. Setiap aspek dari transfigurasi tersebut menyatakan: “Sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai” (Mzm. 30:6).


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Dustin W. Benge
Dustin W. Benge
Dr. Dustin W. Benge adalah associate professor bidang biblical spirituality dan historical theology di Southern Baptist Theological Seminary di Louisville, Kentucky. Ia adalah penulis dari beberapa buku, termasuk The American Puritans, Sweetly Set on God, dan The Loveliest Place.