Apa Artinya “Apostolik”?
29 Januari 2025
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Kitab Habakuk
06 Februari 2025
Apa Artinya “Apostolik”?
29 Januari 2025
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Kitab Habakuk
06 Februari 2025

Ibadah yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik

Apa yang akan Anda pikirkan jika Anda pergi ke gereja Anda pada hari Minggu pagi dan seorang anak dikurbankan sebagai bagian dari ibadah? Apa yang akan Anda pikirkan jika Anda pergi ke gereja pada hari Minggu ini dan menemukan bahwa sebuah pesta seks religius menggantikan khotbah?

Apa yang harus Anda pikirkan dan ketahui adalah bahwa perubahan seperti itu berarti gereja Anda tidak lagi menyembah Allah yang sama. Ibadah umat manapun akan mencerminkan Allah yang mereka sembah. Jika Gereja adalah satu, kudus, katolik (Am), dan apostolik, maka dapat disimpulkan bahwa Allahnya adalah Allah dan tidak ada yang lain, bahwa Allahnya kudus, bahwa Allahnya telah berfirman secara otoritatif, dan bahwa Allahnya esa. Jika Allah demikian adanya, dan jika Gereja-Nya demikian adanya, maka hal itu pertama-tama dan terutama harus diekspresikan secara nyata di dalam ibadahnya. Jika ibadah gereja lokal tidak menyatakan bahwa hanya ada Gereja yang satu, kudus, katolik (Am), dan apostolik, maka gereja tersebut mengkhianati Allahnya dan menyangkal hak kesulungannya.

Sudah saatnya gereja-gereja yang suam-suam kuku dan berpusat pada manusia dalam budaya kita yang dengan mudahnya menggunakan label “Kristen” dan “Injili” untuk menyadari bahwa ibadah mereka harus sesuai dengan karakter Allah Tritunggal. Pengganti apa pun hanyalah memakai bentuk penyembahan berhala untuk mendekati Allah yang tidak akan menoleransi penodaan.

Mari kita luangkan waktu sejenak untuk menelusuri berbagai aspek ibadah gereja-gereja lokal kita dan memahami bagaimana setiap aspek tersebut seharusnya menyatakan bahwa kita adalah bagian dari Gereja yang satu, kudus, katolik (Am), dan apostolik.

Saya menyukai panggilan beribadah. Kita dipanggil untuk menjadi umat yang kudus, umat yang terpisah dari dunia untuk beribadah. Kita kudus, dipisahkan oleh baptisan dari dunia untuk melayani-Nya. Dunia tidak menyanyikan “Doksologi”, “Gloria Patri”, atau “Sanctus”. Pada bagian paling awal ketika kita mengambil bagian dalam, atau merespons, panggilan beribadah, kita menyatakan bahwa kita sebagai Gereja adalah imamat yang rajani dan kudus. Sebagai imam-imam-Nya, kita mempersembahkan ibadah kita (setiap bagian dari ibadah kita) sebagai suatu persembahan kudus kepada-Nya.

Kita menyanyikan himne-himne agung dari iman, baik himne pujian, doa, pertobatan, ucapan syukur, maupun pengakuan. Ketika kita melakukannya, kita sedang menyatakan Allah sebagai Allah yang esa dan kudus yang telah berfirman secara otoritatif, dan yang telah membaptis dan menahbiskan orang-orang dari setiap suku, bahasa, dan bangsa menjadi milik-Nya. Itu berarti isi dari himne kita itu penting. Hati yang tulus tidak berarti apa-apa bagi Allah ketika mereka mengekspresikan pikiran dan kata-kata yang menyangkal atau mengkompromikan karakter-Nya.

Ketika kita mendengarkan Firman-Nya dengan saksama, kita sedang berdiri di atas dasar yang sama dengan para nabi dan para rasul. Kita bukanlah para rasul. Kita tidak berasal dari garis keturunan biologis para rasul. Kita adalah keturunan rohani dari para rasul ketika kita berdiri di atas otoritas mereka, Firman yang infalibel dan ineran dari Allah yang hidup. Ketika kita berdiri dan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli atau Pengakuan Iman Nicea, kita mengikuti jejak mereka. Saat kita mengikrarkannya, kita perlu meminta Allah untuk menggugah perasaan kita. Kita sedang mengucapkan kata-kata yang persis sama yang ada di bibir para martir ketika mereka mati, yang tidak malu akan “iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus” (Yudas 3). Pemberitaan Firman-Nya dan pernyataan-pernyataan kredo adalah garis pengukur yang memisahkan Gereja-Nya dari kaum Mormon, Saksi-Saksi Yehuwa, dan Unitarian.

Sungguh luar biasa ketika kita memiliki beragam ras dan budaya beribadah di ruangan yang sama. Namun, kita harus ingat bahwa keragaman dalam satu tempat ibadah yang sama bukanlah ekspresi yang paling sejati dari kekatolikan (keuniversalan) kita. Kekatolikan Gereja diekspresikan bukan terutama dalam hubungan kita satu sama lain, melainkan diekspresikan dalam perkumpulan kita untuk menyembah Allah Tritunggal yang adalah esa. Seluruh Gereja-Nya menyembah Allah dan Bapa yang sama, dan Roh yang sama tinggal di dalam kita, yang bersaksi bersama roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah, saudara-saudara Kristus, dan bersaudara satu sama lain. Bayangkanlah gambaran yang terlihat dari surga pada setiap Hari Tuhan, ketika orang-orang dari berbagai suku, bahasa, dan bangsa berkumpul di hadapan Allah yang esa ini untuk beribadah. Kalimat yang baru saja saya tuliskan mengingatkan kita pada satu perikop lebih dari pada yang lainnya:

“Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya, ‘Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya. Sebab, Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku, bahasa, umat, dan bangsa. Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’” (Why. 5:9-10).

Itulah nyanyian surga. Ibadah kita adalah pendahuluan dan pratinjau bagi himne tersebut, yang dinyanyikan dan disaksikan di seluruh dunia setiap Hari Tuhan.

Pembaca yang terkasih, apakah Anda memahami bahwa setiap aspek ibadah kita — ibadah kita di gereja lokal kita pada hari Minggu ini — seharusnya menyatakan bahwa kita adalah bagian dari Gereja yang satu, kudus, katolik (Am), dan apostolik. Ini adalah panggilan kita, tugas kita, dan sukacita kita. Hal ini tidaklah mudah; hal ini tidak dapat dijalankan dengan santai seolah-olah hal ini tidak penting. Hal ini membutuhkan studi dan pemikiran, tidak hanya oleh mereka yang merancangkan bagian-bagian spesifik dari ibadah, tetapi juga oleh para penyembah itu sendiri. Hal ini membutuhkan pengajaran agar warisan yang berharga ini dapat terus berlanjut ke generasi berikutnya. Hal ini membutuhkan perhatian yang terus-menerus agar kita dapat bertumbuh dalam pemahaman kita tentang ibadah. Yang paling penting, hal ini membutuhkan hati yang dipenuhi dan digerakkan oleh Roh Kudus sehingga kita tidak akan jatuh ke dalam kuburan kosong dari ortodoksi yang mati.

Melalui ibadah kita, kita dikenal sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik (Am), dan apostolik.


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
John P. Sartelle
John P. Sartelle
Rev. John P. Sartelle Sr. adalah pendeta senior di Christ Covenant Reformed Church di Memphis, Tennessee. Ia adalah penulis What Christian Parents Should Know about Infant Baptism.