Manusia dalam Relasi Perjanjian dengan Allah
23 Januari 2024
Antropologi Kristen dan Kehidupan Moral
30 Januari 2024
Manusia dalam Relasi Perjanjian dengan Allah
23 Januari 2024
Antropologi Kristen dan Kehidupan Moral
30 Januari 2024

Manusia sebagai Pelanggar Perjanjian dan Penyandang Gambar yang Dipulihkan

Alkitab tidak menyatakan bahwa sebagian dari diri manusia diciptakan menurut gambar Allah melainkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan menurut gambar Allah. Dengan demikian, gambar itu ada dalam totalitas keberadaan mereka sebagai makhluk ciptaan. Jadi, jika kita berpikir tentang gambar dalam cakupan yang paling luas, gambar itu mencakup jiwa dan tubuh, karunia-karunia yang dimiliki, martabat yang diberikan, dan kapasitas untuk berkuasa atas bumi. Tentu saja, Allah, sebagai roh yang tak terbatas, tidak memiliki tubuh, tetapi kita harus mengatakan dengan penuh hormat bahwa bahkan tubuh manusia pun adalah bagian dari gambar Allah. Betapapun tubuh memiliki banyak karakteristik yang sama dengan makhluk-makhluk yang lebih rendah, tubuh manusia secara khusus dirancang untuk mencerminkan keserupaan dengan Allah pada level ciptaan dan kehidupan di bumi. Materi tidaklah jahat; oleh karena itu, kita tidak hanya percaya pada keberadaan jiwa yang kekal tetapi juga pada kebangkitan tubuh. Oleh karena itu, kita dipanggil untuk memuliakan Allah dengan tubuh kita (1 Kor. 6:20), menggunakannya sebagai senjata kebenaran (Rm. 6:13).

KETIDAKTAATAN

Perjanjian kehidupan (atau kerja), yaitu ikatan kasih antara Allah dan manusia yang Tuhan tetapkan pada saat penciptaan, tidak hanya berpengaruh pada Adam dan Hawa, tetapi juga semua orang yang, dalam tujuan Allah, diwakili oleh Adam dan merupakan keturunannya dengan cara yang biasa. Banyak pertanyaan yang dapat muncul dalam pikiran kita mengenai hal ini. Bagaimanapun juga, dosa Adam bukanlah dosa pertama dalam ciptaan Allah; dosa pertama adalah milik Iblis. Dosa Adam juga bukan dosa manusia pertama; itu tampaknya milik Hawa, yang tertipu (LAI: tergoda; 1 Tim. 2:14), sedangkan dosa Adam adalah tindakan yang disengaja oleh seseorang yang ditugaskan untuk melindungi orang yang telah diambil dari rusuknya. Akuntabilitasnya adalah akuntabilitas utama sebagai kepala perjanjian. Kasih tidak dapat dipaksakan, dan Allah memperlakukan mitra perjanjian-Nya sebagai makhluk yang rasional dan bermoral yang akan melayani-Nya dengan sukarela, digerakkan oleh kasih untuk mengasihi sebagai balasannya. Ketika Adam menyalahgunakan kebebasannya untuk menuruti si penggoda, tidak ada alasan yang meringankan yang dapat diberikan, karena tidak ada alasan untuk ketidaktaatannya. Prinsip perwakilan adalah prinsip yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, dan Adam adalah perwakilan kita yang dosanya diimputasikan kepada semua orang yang merupakan keturunannya dengan cara yang biasa, seperti yang dinyatakan oleh Alkitab (Rm. 5:12-21).

Apa saja konsekuensinya? Jika ketidaksetiaan seorang pasangan dapat membawa rasa bersalah, rasa malu, dan keterasingan dalam hubungan pasangan, yang dua-duanya adalah orang berdosa, betapa lebih lagi pelanggaran yang disebabkan oleh ketidaktaatan Adam mengakibatkan rasa bersalah, rasa malu, dan keterasingan di hadapan Allah yang kudus? Namun, inilah keterasingan yang paling parah: ikatan kasih dan kepercayaan kepada Tuhan Allah diputuskan. Adam boleh dikatakan adalah seorang raja-imam. Dari pihak Allah, ada keterasingan juga, dan Allah dalam kemarahan-Nya yang kudus mengusir pasangan yang berdosa itu keluar dari taman yang adalah tempat kudus dan menghalangi mereka untuk kembali. Mereka bersalah dan berada di bawah hukuman mati.

SEBERAPA TOTAL KERUSAKAN ITU?

Meskipun demikian, Adam dan Hawa tetap menyandang gambar Allah. Mereka tidak menjadi binatang yang tidak memiliki tanggung jawab moral melainkan tetap menjadi manusia yang tidak bisa mengelak dan bertanggung jawab penuh. Akan tetapi, keserupaan mereka dengan Allah telah rusak di setiap bagiannya. Semua keturunan Adam terus menyandang gambar manusia yang terdiri dari debu tanah (1 Kor. 15:47). Tetapi maut kini telah mencengkeram tubuh dan jiwa mereka. Pada hari mereka tidak taat, hukuman dijatuhkan, dan kepastian hukuman itu dinyatakan seperti dekrit kerajaan (Kej. 2:17; lihat 20:7). Keretakan dalam hubungan antar manusia, kerja keras dengan susah payah, dan kesedihan menjadi lumrah akibat penolakan terhadap Tuhan Allah. Manusia tidak kehilangan semua karunia atau semua kuasa atas ciptaan, tetapi sekarang ia bertindak bukan untuk kemuliaan Sang Pencipta, melainkan demi pujian bagi dirinya sendiri. Manusia seharusnya selalu menyebar ke seluruh bumi dan menaklukkannya, tetapi sekarang manusia sering menyalahgunakan ciptaan karena keserakahan dan nafsunya akan kemuliaan. Rintangan-rintangan yang seharusnya dapat diatasi justru melemahkannya. Pada akhirnya, apa pun usaha yang dilakukannya, ia dikalahkan oleh bumi dan kembali menjadi debu yang darinya dia dicipta, martabatnya turun menjadi sama dengan hewan yang akan binasa (Mzm. 49:13).

Ketika kita berbicara tentang kerusakan total manusia, kita tidak mengatakan bahwa manusia menjadi sejahat-jahatnya atau tidak ada kebaikan sama sekali di dalam dirinya. Sebaliknya, kita mengatakan bahwa setiap aspek dari manusia dipengaruhi dan dirusak oleh dosa, dan kita mengatakan bahwa tidak ada kebaikan rohani di dalam dirinya (lihat Pengakuan Iman Westminster 16.7; Katekismus Besar Westminster 25). Ia telah mati dalam pelanggaran dan dosa-dosanya (Ef. 2:1). Namun, kita mengakui bahwa orang-orang yang tidak percaya masih memiliki talenta yang Tuhan berikan kepada mereka dalam kebaikan-Nya karena Ia memberi kepada semua orang (Mzm. 145:9). Hiram, raja asing dari Tirus, memiliki keahlian membangun yang tidak dimiliki oleh orang Israel (1 Raj. 5:6). Seorang penyair yang bukan orang percaya bisa saja mengucapkan kata-kata yang layak dikutip (Kis. 17:28). Seorang dokter yang bukan orang percaya bisa saja memiliki keahlian yang lebih baik daripada seorang dokter Kristen. Meskipun kita tidak boleh gagal mengenali kemanusiaan dalam diri orang lain, kebaikan dan belas kasihan yang bisa mereka tunjukkan, yang mungkin pada level manusia lebih cemerlang daripada orang Kristen yang belum dikuduskan dengan sempurna, namun kita tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa Allah melihat hati dan bahwa setiap orang adalah orang berdosa yang amat sangat miskin di hadapan Allah yang kudus.

RENCANA KEKAL ALLAH

Dengan situasi umat manusia yang begitu suram, patut dicatat bahwa pemberontakan manusia, yang secara adil diperhitungkan sepenuhnya kepada kita, masih menjadi bagian dari rencana Allah, dan rencana itu tidak menempatkan Adam yang pertama sebagai yang utama. Sebaliknya, Adam adalah tipe atau pola dari Dia yang akan datang (Rm. 5:14), yaitu Yesus Kristus. Tujuan Allah bagi manusia yang diciptakan menurut gambar-Nya berbeda dengan Yesus Kristus, yang adalah gambar Allah yang tidak kelihatan. Dia adalah yang sulung dari segala ciptaan—berarti Dia yang lebih utama, karena “segala sesuatu diciptakan melalui Dia dan untuk Dia” (Kol. 1:15-16). Ibrani 1:3 juga mengingatkan kita bahwa Kristus adalah “cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah yang sesungguhnya dan menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan”. Karena Anak Allah telah mengambil natur manusia yang sejati bagi pribadi ilahi-Nya, kita dapat dengan tepat menegaskan bahwa “seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia” (Kol. 1:19). Anak Allah berinkarnasi demi mereka yang diciptakan menurut gambar Allah bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal.

Hanya di dalam Yesuslah umat manusia dapat mencapai tujuannya. Adam pertama diciptakan dengan tujuan akhir yang lebih tinggi yang dapat diwujudkan melalui ketaatan yang penuh kasih. Dia gagal dalam ujian tersebut, dan tujuan akhir itu menjadi tujuan yang tidak dapat dicapai olehnya. Akan tetapi, mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah, ditentukan dari semula untuk menjadi serupa dengan gambar Anak-Nya, supaya Ia menjadi yang sulung (lebih utama) di antara banyak saudara (Rm. 8:29), sehingga Kristus dapat berkata kepada Bapa: “Sesungguhnya, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Ku” (Ibr. 2:13).

MEMULIHKAN GAMBAR

Jika Adam memperkenalkan era kematian bagi umat manusia melalui ketidaktaatannya, Yesus memperkenalkan era kehidupan: “Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor. 5:17). Kegagalan Adam pertama melibatkan kegagalan untuk menaati syarat-syarat perjanjian yang berdampak pada kemustahilan mencapai tujuan, yaitu kemanusiaan yang disempurnakan dalam persekutuan dengan Allah untuk selama-lamanya. Kristus tidak mengembalikan kita kepada titik mulanya Adam, melainkan dengan ketaatan-Nya Ia memperoleh “warisan yang mulia” (LAI: Kemuliaan warisannya, Ef. 1:18) yang telah ditawarkan kepada Adam tetapi telah terhilang. Untuk mereka yang dipersatukan dengan Kristus oleh iman, inilah realitasnya. Dosa-dosa kita diimputasikan kepada Kristus, yang telah mati, “yang benar untuk orang-orang yang tidak benar” (1 Ptr. 3:18), dan kebenaran-Nya diperhitungkan kepada kita. Sebab, Injil adalah tentang “kebenaran Allah” (Rm. 1:17) dan bagaimana Dia “benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus” (Rm. 3:26). Roh Allah membawa kehidupan dari kematian bagi mereka yang baginya Kristus telah mati dan bangkit kembali. Tidak lagi memutuskan apa yang benar tanpa mengindahkan Firman Allah, orang-orang yang dipersatukan dengan Kristus diperbarui dalam pengetahuan (Kol. 3:10) sehingga kebenaran dan kekudusan yang sejati bertumbuh (Ef. 4:24). Hidup yang baru bertumbuh dalam keserupaan dengan Kristus melalui Roh Allah yang bekerja melalui dan dengan Firman di dalam persekutuan gereja, tubuh mistik Kristus, di mana semua karunia seharusnya digunakan untuk membangun satu sama lain dalam kasih selagi kita menantikan pengharapan yang penuh berkat dan mulia (Tit. 2:13), dan menantikan warisan kita bersama Kristus di dalam langit yang baru dan bumi yang baru milik Allah di mana terdapat kebenaran (2 Ptr. 3:13).


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Rowland S. Ward
Rowland S. Ward
Dr. Rowland S. Ward adalah seorang pendeta di Presbyterian Church of Eastern Australia dan dosen sejarah gereja dan riset di Presbyterian Theological College di Melbourne, Australia. Ia adalah penulis dari banyak buku, termasuk God and Adam: Reformed Theology and the Creation Covenant dan The Westminster Confession of Faith: A Study Guide for the 21st Century.