Konteks Yunani-Romawi dari Dunia Yahudi
29 Februari 2024Hari Raya dan Perayaan Yahudi
07 Maret 2024Ibadah Orang Yahudi
Ibadah adalah cara yang sangat penting bagi umat Allah untuk mempertahankan identitas mereka di dunia yang sering kali tidak bersahabat. Bagi orang Yahudi pada bagian akhir dari periode bait suci kedua (516 SM – 70 M), Bait Suci dan ibadahnya memainkan peran utama, seperti bagi orang Israel kuno. Sinagoge (rumah ibadat) lokal dengan penekanannya pada pembelajaran Alkitab menjadi semakin penting, khususnya bagi orang Yahudi yang tinggal di Diaspora (daerah di luar Israel). Tidaklah sulit untuk melihat banyak kesamaan dengan gereja Kristen mula-mula.
Para pembaca Perjanjian Baru sudah tidak asing lagi dengan Bait Suci dan sinagoge, terutama dari pelayanan Yesus dan Paulus. Penulis kuno lainnya seperti Philo dan Yosefus serta arkeologi juga sangat membantu dalam mempelajari institusi-institusi ini. Namun banyak deskripsi tentang Bait Suci dan sinagoge yang ditemukan dalam tulisan para rabi pasca tahun 200 Masehi seperti Mishnah, patut dipertanyakan, yang menurut beberapa ahli ditulis untuk mempromosikan praktik-praktik rabinik.
BAIT SUCI
Mulai tahun 19 SM, Herodes Agung membangun kembali dan memperindah Bait Suci secara ekstensif dan memperluas Bukit Bait Suci menjadi panggung terbesar di dunia kuno. Orang non-Yahudi diizinkan masuk ke pelataran luarnya, yang menjadi tempat toko-toko dan penukaran uang. Orang Yahudi dapat memasuki pelataran di samping Bait Suci dan bahkan tepi luar pelataran Bait Suci tersebut. Hanya para imam yang boleh mendekati mezbah dan Bait Suci itu sendiri.
Ibadah di Bait Suci terdiri dari sejumlah persembahan yang telah ditetapkan untuk setiap hari, hari Sabat, bulan baru, dan hari raya, serta persembahan sesekali yang dibawa oleh perorangan. Sebagai contoh, setiap pagi dan petang para imam membakar dupa/ukupan di dalam Bait Suci di atas mezbah dupa/ukupan dan mempersembahkan seekor anak domba sebagai kurban bakaran di atas mezbah di luar Bait Suci. Ritual ini mungkin juga mencakup mazmur yang dinyanyikan oleh paduan suara Lewi, sangkakala, dan pengucapan berkat oleh imam kepada umat yang berkumpul untuk beribadah dan berdoa. Menurut literatur rabinik belakangan, para imam juga bertemu di sebuah ruangan sebelum persembahan untuk membacakan pujian, bagian dari Taurat (hukum Perjanjian Lama), dan tiga berkat.
Orang Yahudi akan melakukan perjalanan ke Bait Suci untuk tiga perayaan ziarah dan untuk persembahan sesekali yang diwajibkan, seperti untuk pentahiran setelah melahirkan. Untuk memasuki Bait Suci, mereka harus dalam keadaan tahir secara seremonial, mungkin dengan membasuh diri di salah satu pemandian ritual (dalam bahasa Ibrani mikvaot) yang terletak di dekat Bait Suci. Jika mereka membawa persembahan, mereka akan membawanya kepada para imam, meletakkan tangan mereka di atasnya, dan kemudian para imam akan menyembelihnya dan memercikkan darahnya ke mezbah atau mencurahkannya ke dasarnya, tergantung jenis persembahannya. Setelah menyiapkan hewan tersebut, para imam akan membakar bagian yang ditentukan di atas mezbah.
Bait Suci dikuasai oleh para imam yang didominasi oleh orang Saduki, meskipun berbagai kelompok termasuk orang Farisi dan orang Eseni juga berusaha untuk memengaruhi praktik di Bait Suci. Para imam dan orang Lewi dibagi menjadi dua puluh empat kelompok, dan setiap kelompok akan datang ke Yerusalem sekitar dua kali setahun untuk melakukan tugas mereka di Bait Suci selama seminggu. Menurut literatur rabinik belakangan, orang Yahudi awam juga dibagi menjadi beberapa kelompok, dan sebagian orang Yahudi awam akan datang ke Yerusalem bersama para imam dan orang Lewi untuk menyaksikan persembahan korban di Bait Suci selama seminggu. Mereka yang tinggal di rumah akan berkumpul selama minggu itu untuk membaca kisah penciptaan dan berpuasa.
SINAGOGE
Kata sinagoge (rumah ibadat) berasal dari istilah Yunani yang berarti “pertemuan”, dan digunakan dalam Septuaginta (terjemahan bahasa Yunani dari Perjanjian Lama) untuk jemaat Israel. Dalam Perjanjian Baru dan literatur kuno lainnya, bangunan juga disebut sebagai sinagoge, meskipun pengertian jemaat masih ada. Tempat pertemuan orang Yahudi ini, terutama di Diaspora, juga disebut sebagai rumah doa dan sekolah. Sinagoge-sinagoge yang ditemukan di Israel dari periode bait suci kedua memiliki ruang pertemuan utama berbentuk persegi panjang, biasanya dengan bangku-bangku batu di sudut-sudutnya dan sebuah area terbuka di tengah-tengahnya di mana, kemungkinan besar, terdapat tempat duduk tambahan berupa bangku-bangku panjang atau kursi-kursi.
Pada masa Perjanjian Baru, orang Yahudi secara reguler berkumpul pada hari Sabat di sinagoge. Tidak jelas berapa persen dari populasi yang berkumpul dan apakah ibadah tersebut selalu menyertakan perempuan dan anak-anak. Kegiatan utamanya adalah membaca Pentateukh (atau Taurat, lima kitab pertama dalam PL), mungkin dalam bahasa Ibrani yang diikuti dengan terjemahan bahasa Aram. Di daerah yang berbahasa Yunani, pembacaan mungkin dilakukan dalam bahasa Yunani. Biasanya ada pembacaan kedua dari kitab Nabi-nabi. Pembacaan sering diikuti dengan pengajaran, seperti yang dicatat dalam Perjanjian Baru (Luk. 4:16-30; Kis. 13:15-52). Pembacaan dan pengajaran dilakukan oleh seorang yang terpandang di masyarakat, termasuk para imam. Literatur rabinik belakangan menggambarkan pola yang sudah ditetapkan untuk bagian mana dari Pentateukh yang harus dibaca dan sejumlah doa dan berkat sebelum dan sesudah pembacaan dan pengajaran, tetapi sepertinya pola ini tidak disusun pada masa itu.
Struktur otoritas sinagoge mungkin bervariasi dari daerah ke daerah. Salah satu jabatan yang sering disebutkan adalah kepala sinagoge, yang merupakan seorang terpandang di masyarakat. Dalam sejumlah catatan, kepala sinagoge adalah orang yang membangun sinagoge. Salah satu catatan menunjukkan bahwa jabatan tersebut diturunkan dari ayah ke anak dalam sebuah keluarga imam.
Secara garis besar, para ahli berpendapat bahwa ada dua kemungkinan asal-usul sinagoge. Beberapa orang berpendapat bahwa sinagoge adalah sebuah institusi baru yang dibentuk selama suatu krisis—misalnya, sebagai respons terhadap penghancuran Bait Suci pertama pada masa pembuangan di Babel. Ahli lain melihat adanya kesinambungan dengan institusi masyarakat yang lebih awal, seperti pertemuan di gerbang kota di Israel kuno (Rut 4). Tentu saja, ada beberapa cara untuk menggabungkan kedua kemungkinan ini.
Dalam banyak hal, perdebatan ini didorong oleh perbedaan pandangan mengenai sinagoge pada periode bait suci kedua. Apakah sinagoge terutama merupakan pusat ibadah atau pusat komunitas? Tentu saja, ada elemen-elemen religius, dan elemen-elemen tersebut menjadi lebih dominan pada periode-periode belakangan, terutama setelah penghancuran Bait Suci pada tahun 70 M. Namun, sinagoge juga merupakan tempat untuk menghakimi dan mencambuk, pertemuan kota, penginapan bagi para pendatang, perjamuan makan bersama, sekolah, dan pengumpulan uang. Keragaman karakter sinagoge pada periode bait suci kedua ini perlu diperhatikan.