Ibadah Orang Yahudi
05 Maret 2024
Pengharapan Mesianik Orang Yahudi
12 Maret 2024
Ibadah Orang Yahudi
05 Maret 2024
Pengharapan Mesianik Orang Yahudi
12 Maret 2024

Hari Raya dan Perayaan Yahudi

Hukum Musa menjelaskan hari raya dan perayaan utama Yahudi di tiga bagian: Keluaran 23, Imamat 23, dan Ulangan 16. Keluaran 23 dan Ulangan 16 berfokus pada tiga “perayaan ziarah” yaitu Paskah/Roti Tidak Beragi, Pentakosta (atau Tujuh Minggu), dan Pondok Daun. Hukum Musa mewajibkan semua laki-laki Israel untuk menghadiri perayaan-perayaan ini setiap tahun di pusat tempat kudus yang telah ditentukan (Ul. 16:16). Imamat 23 adalah daftar yang lebih lengkap dari perayaan-perayaan tersebut, termasuk Hari Raya Buah Sulung, Hari Raya Peniupan Serunai, dan Hari Raya Pendamaian. Namun, hanya ada sedikit penjelasan tentang bagaimana orang Israel kuno merayakan perayaan-perayaan tersebut. Cara perayaannya tentu saja berubah seiring waktu, seperti halnya kita telah melihat perubahan dalam ibadah korporat Kristen selama beberapa generasi terakhir.

Selain perayaan-perayaan yang diuraikan dalam Pentateukh, ada dua perayaan lain yang muncul dalam sejarah Israel belakangan. Pertama adalah Purim, yang merayakan keselamatan orang Yahudi pada masa Ester. Kedua adalah Hanukkah. Orang Yahudi mulai merayakan Hanukkah setelah Bait Suci ditahbiskan kembali setelah penajisan yang dilakukan oleh Antiokhos IV Epifanes. Kisah ini diceritakan dalam kitab-kitab Apokrifa 1 Makabe (4:52-58) dan 2 Makabe (10:6-8).

Tulisan-tulisan intertestamental memberi kita sedikit informasi tentang bagaimana pelaksanaan perayaan berubah. Literatur rabinik belakangan memberi kita lebih banyak detail. Namun, tidak jelas seberapa banyak deskripsi dalam tulisan-tulisan rabinik merupakan karakteristik periode Yunani-Romawi.

Sesuai dengan instruksi Pentateukh, Paskah terus menjadi perayaan ziarah hingga era Perjanjian Baru (Lukas 2:41-50). Sering kali seluruh keluarga menghadiri perayaan ini, bukan hanya para laki-laki. Domba-domba Paskah dipersembahkan di Bait Suci dan kemudian dibawa oleh keluarga untuk dipanggang dan dimakan. Menurut deskripsi Alkitab, Paskah adalah malam sebelum dimulainya Hari Raya Roti Tidak Beragi. Keluaran 12 memerintahkan umat untuk memakan domba panggang dengan sayur pahit dan roti tidak beragi. Karena pada periode Perjanjian Baru Paskah dirayakan di Yerusalem, mereka yang tidak dapat melakukan ziarah cenderung berfokus pada Hari Raya Roti Tidak Beragi. Pembuangan ragi dari rumah merupakan elemen penting dari perayaan ini. Bahkan sampai hari ini, orang Yahudi yang taat dengan hati-hati membuang semua ragi dari rumah mereka.

Pentakosta (yang berarti “ke-lima puluh”) terjadi lima puluh hari setelah berkas jelai diunjukkan (Im. 23:9-21). Perayaan ini juga disebut sebagai Hari Raya Panen (Kel. 23:16) atau Hari Raya Tujuh Minggu (Ul. 16:10). Pada hari Pentakosta, orang Yahudi membaca kitab Rut selama perayaan, karena Pentakosta terjadi pada masa panen jelai dan gandum (Rut 1:22). Seperti kebanyakan perayaan lainnya, kecuali Hari Raya Pendamaian, hari raya adalah waktu untuk bersukacita. Namun, hanya ada sedikit informasi mengenai detail tata cara perayaannya. Hari Pentakosta selalu jatuh pada hari Minggu dalam tradisi Kristen, namun harinya bervariasi dalam praktik Yahudi. Hari Pentakosta tidak pernah terjadi pada hari Selasa, Kamis, atau Sabtu. Selama periode intertestamental, orang Yahudi menghubungkan Pentakosta dengan pemberian hukum oleh Allah di Sinai (mungkin mengacu pada tanggal yang diberikan dalam Kel. 19:1). Seperti Paskah, Pentakosta adalah perayaan ziarah dalam Perjanjian Baru; Kisah Para Rasul 2 menegaskan hal ini (lihat juga Kis. 20:6, 16).

Hari Raya Peniupan Serunai, yang sekarang dikenal sebagai Rosh Hashanah (yang berarti “tahun baru”), dirayakan, seperti masa kini, pada bulan Yahudi Tishri. Waktu ini menurut kalender modern kita adalah pada awal September hingga awal Oktober. Peniupan tanduk domba jantan dan hidangan perayaan adalah elemen penting dari perayaan ini. Praktik ini mungkin sangat kuno dan hampir pasti dilakukan pada periode Yunani-Romawi.

Hari Raya Pendamaian adalah hari untuk berpuasa dan bertobat. Menurut filsuf Yahudi, Philo, perayaan itu dijalankan dengan hati-hati bukan hanya oleh “mereka yang giat dalam kesalehan dan kekudusan, tetapi bahkan [oleh] mereka yang tidak melakukan apa pun yang bersifat religius di waktu-waktu lainnya.” Menurut kitab intertestamental Yobel (Jubilees), Hari Raya Pendamaian bermula dari dosa saudara-saudara Yusuf terhadap Yusuf dan kepedihan yang mereka timbulkan terhadap ayah mereka, Yakub. Kisah Para Rasul 27:9 menyebut Hari Raya Pendamaian sebagai “Hari Puasa.”

Hari Raya Pondok Daun berada di urutan berikutnya, lima hari setelah Hari Raya Pendamaian. Hari Raya Pondok Daun juga merupakan hari raya tahunan terakhir yang ditetapkan dalam hukum Musa. Yobel 16:21-30 mengidentifikasi Abraham sebagai orang pertama yang merayakan Hari Raya Pondok Daun. Referensi ini mencerminkan tradisi Yahudi bahwa Abraham setia kepada hukum Musa yang datang kemudian. Dari semua perayaan yang ditetapkan dalam Pentateukh, ini mungkin yang paling banyak ditambahkan pada masa Yunani-Romawi. Literatur rabinik, misalnya, menunjukkan bahwa ada banyak diskusi tentang bahan apa yang boleh digunakan orang Yahudi untuk membangun tempat tinggal sementara yang dikenal sebagai “pondok” atau “kemah.” Literatur rabinik juga menggambarkan seremoni-seremoni air yang berkaitan dengan perayaan tersebut. Asal-usul seremoni-seremoni ini tidak jelas. Beberapa orang menelusurinya sampai pada Yesaya 12:3: “Kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.” Atau seremoni-seremoni tersebut mungkin merujuk pada penyediaan air di padang gurun (Kel. 17; Bil. 20). Apa pun asal-usulnya, Yesus menggunakan seremoni-seremoni itu dalam undangan-Nya kepada orang banyak di hari terakhir perayaan (Yoh. 7).

Hari Raya Hanukkah dan Purim berasal dari periode pasca-pembuangan. Hanukkah berada di urutan pertama, tidak lama setelah Hari Raya Pondok Daun. Sejarawan Yahudi, Yosefus, menyebutnya sebagai Perayaan/Festival Cahaya (Festival of Lights), sementara Yohanes 10:22 menyebutnya sebagai Hari Raya Penahbisan. Ada berbagai tradisi yang berbeda mengenai asal-usul yang tepat mengenai hubungan perayaan ini dengan terang. Mungkin yang paling populer adalah bahwa sebuah mukjizat terjadi yang memungkinkan sejumlah kecil minyak menyediakan bahan bakar yang cukup untuk menyalakan kandil-kandil Bait Suci selama delapan hari. Perayaan ini dimulai pada tanggal dua puluh lima bulan Kislev, yang terjadi pada akhir November atau awal Desember dalam kalender kita, sehingga terjadi dekat Natal. Itu adalah waktu yang penuh sukacita dan perayaan.

Perayaan Purim merayakan penyelamatan orang Yahudi pada masa Ester. Kitab Ester sendiri tidak menetapkan persyaratan keagamaan apa pun untuk perayaan ini. Namun, tradisi berkembang menjadi adanya pembacaan kitab Ester di rumah ibadat. Orang-orang merayakan hari raya ini dengan saling mengirim hadiah makanan dan memberi sedekah (Est. 9:22).

Perayaan-perayaan ini tampak tidak berbahaya pada dirinya sendiri karena mereka berfokus pada kegembiraan dan pesta. Namun, elemen politik mendasari hampir semua perayaan tersebut. Paskah merayakan pembebasan orang Yahudi dari tuan Mesir mereka yang opresif. Pentakosta memperingati pemberian Taurat kepada Musa, dengan demikian menciptakan entitas politik yang dikenal sebagai Israel. Pondok Daun adalah hari raya pertama yang tercatat dirayakan setelah pembuangan (Ezr. 3:4; Neh. 8:14-18). Hanukkah merayakan penyucian bait suci setelah berakhirnya pemerintahan Antiokhos IV Epifanes yang dibenci atas orang Yahudi. Purim merayakan penyelamatan orang Yahudi dari pembantaian masal bermotif politik dan rasial. Pada abad pertama Masehi, orang Yahudi berada di bawah kekuasaan Romawi. Banyak orang Yahudi membenci pemerintahan Romawi, menganggapnya sebagai kelanjutan dari sejarah penindasan yang telah diderita oleh orang Yahudi. Karena tiga perayaan tersebut mendorong ziarah ke Yerusalem, yang menyatukan kerumunan besar orang Yahudi yang penuh semangat, selalu ada bahaya pemberontakan. Ini adalah alasan yang diberikan para imam pada awalnya untuk tidak mengadili Yesus pada saat perayaan Paskah (Mat. 26:5).

Perayaan-perayaan tersebut memiliki karakter politik dan juga elemen pengharapan mesianik. Musa dan Elia dianggap sebagai figur-figur yang berkaitan dengan mesias. Merayakan hari-hari raya tersebut selalu mengingatkan pada Musa, yang membangkitkan pengharapan akan nabi seperti Musa (Ul. 18:15-22; 34:10). Daud, Lewi, dan figur anak manusia dari Daniel 7 mengobarkan spekulasi mesianis. Harapan dan ekspektasi akan pembebasan dari kekuasaan Romawi mewarnai semua elemen mesianik ini dengan nuansa politis yang kuat. Meskipun banyak orang Yahudi tidak mengakui Yesus sebagai Mesias yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama, sebagian mengakuinya. Jika tidak, kita tidak akan memiliki Perjanjian Baru. Namun, sisanya, terus menyulut harapan untuk menggulingkan kekuasaan Romawi. Peristiwa tahun 70 M dan kehancuran Yerusalem pada awalnya menghancurkan harapan-harapan ini. Kekalahan pemberontakan Bar Kokhba sekitar tahun 135 M membuat harapan-harapan itu berakhir. Sejak saat itu, perayaan hari-hari raya Yahudi menjadi terutama, jika tidak secara eksklusif, perayaan keagamaan, dengan hanya sedikit nuansa politik.


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Benjamin Shaw
Benjamin Shaw
Dr. Benjamin Shaw adalah profesor Perjanjian Lama di Reformation Bible College di Sanford, Florida. Dia adalah penulis dari Ecclesiastes: Life in a Fallen World.