Sion
10 November 2023
Juruselamat Kita yang Maha Pemurah
15 November 2023
Sion
10 November 2023
Juruselamat Kita yang Maha Pemurah
15 November 2023

Pintu Gerbang

Bayangkan sejenak bila Anda adalah orang Yahudi biasa yang setia, seperti Simon Petrus, yang menantikan “penghiburan bagi Israel” dan hidup pada masa pelayanan publik Yesus. Anda telah menyaksikan banyak hal: mukjizat, hal-hal ajaib, dan pengajaran-Nya yang penuh keahlian. Siapakah Yesus ini? Ia pasti lebih dari sekadar nabi. Ia bahkan lebih besar dari Musa. Petrus tiba pada sebuah kesimpulan yang tak terhindarkan: Ia pastilah Mesias, Raja yang dijanjikan, Yang Diurapi, yang akan memulihkan Kerajaan Allah di atas bumi. Ya dan Yesus berkata, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan gereja-Ku dan alam maut (harafiah: pintu-pintu gerbang kerajaan maut) tidak akan menguasainya” (Mat. 16:18).

Kata “pintu gerbang” memicu sebuah gambaran—atau lebih tepat, serangkaian gambaran, pengalaman, asosiasi —yang saling terjalin, yang banyak di antaranya tidak dapat ditangkap oleh pembaca modern. Ketika Petrus merenungkan kata nubuat ini, imajinasinya akan membayangkan sebuah perang kosmik di antara dua kerajaan, yang satu dikepung, dibangun dari kematian, dan kegelapan, dan dilindungi oleh sebuah pintu gerbang besar yang dipalangi; yang lain penuh kemenangan; dibangun dari batu-batu hidup dan dikelilingi oleh pintu-pintu gerbang yang terbuka lebar, mengundang orang banyak untuk menikmati damai sejahtera dan terangnya.

Mungkin bayangan dalam refleksi Anda lebih kecil. Karena itu, sebuah tur singkat mengenai “pintu gerbang” di dalam Alkitab akan menolong kita untuk membayangkan Kota Allah yang penuh kemenangan dengan lebih baik.

Para pembaca modern kurang diuntungkan dalam memahami gambaran metafora dari “pintu-pintu gerbang” kerajaan maut. Metafora sering kali ditarik dari pengalaman hidup, dan kebanyakan kota modern tidak lagi memiliki pintu-pintu gerbang secara harafiah. Kata “pintu gerbang” tidak lagi langsung memicu rangkaian asosiasi yang sama bagi kita seperti yang dimengerti oleh para pembaca kuno. Kota-kota kuno memerlukan perlindungan dari sekitarnya, sehingga kebanyakan kota memiliki tembok di sekelilingnya (Ul. 3:5). Pintu-pintu gerbang pada tembok-tembok tersebut berfungsi sebagai jalan masuk dan keluar yang terpusat, dan karenanya membuat pintu-pintu gerbang menjadi tempat yang cocok untuk bertemu dan berkomunikasi (2 Sam. 15:2; Mzm. 69:13), pusat jual-beli (2 Raj. 7:1), tempat menyampaikan pengumuman publik atau pemberitahuan resmi (Rut 4), dan tempat utama masyarakat berkumpul dan mengadakan perayaan (Hak. 5:11). Singkatnya, “pusat kota” atau “alun-alun” di dunia kuno umumnya tidak berada di tengah kota, melainkan di pinggir kota, yaitu di pintu-pintu gerbangnya. Dengan demikian, pintu gerbang melambangkan kota itu sendiri; mewakili masyarakat, budaya, status, kejayaan, dan kehidupan kota itu. Maka, ketika Allah menjanjikan keamanan, kesejahteraan, kedamaian, dan kemakmuran umat-Nya, Ia sesungguhnya menjanjikan sebuah kota yang memiliki tembok-tembok yang tinggi dan pintu-pintu gerbang yang kokoh (Why. 21:9-27).

Maka, menarik bahwa gambaran yang disajikan Allah kepada kita tentang kota surgawi adalah sebuah kota yang pintu-pintu gerbangnya terbuka lebar. “Angkatlah kepalamu, hati pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!” (Mzm. 24:7). Pemazmur di sini sedang berbicara tentang tempat kudus Allah, melukiskannya sebagai sebuah kota. Ketika sang Raja masuk ke dalam kota itu, pintu-pintu gerbangnya terbuka lebar untuk menerima Dia. Nadanya bersifat perayaan dan penuh kemenangan. “TUHAN Semesta Alam” telah masuk ke kota itu (Mzm. 24:10). Ia akan melindungi tembok-temboknya dan menjamin keamanannya. Kitab Wahyu bahkan memberikan penekanan yang lebih lagi. Tembok-tembok tinggi kota Yerusalem Baru diselingi dengan selusin pintu gerbang—ini sangat banyak—dan pintu-pintu gerbang ini “tidak akan ditutup sepanjang hari, sebab malam tidak akan ada lagi di sana” (Why. 21:25; lihat Yos. 2:5). Sesungguhnya, pintu-pintu gerbangnya selalu terbuka, memberi akses bebas dan tanpa hambatan kepada semua orang agar “kekayaan dan hormat bangsa-bangsa akan dibawa kepadanya” (Why. 21:26). Begitu banyak pintu gerbang! Dan, semuanya selalu terbuka? Ini adalah pertunjukan yang menakjubkan dan berani akan kepercayaan diri, keamanan, kedamaian, dan persahabatan.

Secara kontras, pintu-pintu gerbang kerajaan maut tertutup. Iblis ingin agar kita berpikir bahwa itu menandakan kekuatan, tetapi kenyataannya adalah rasa takut yang memalangi pintu-pintu gerbang itu. “Pintu-pintu gerbang kerajaan maut tidak akan menguasai” Kristus dan Gereja-Nya. Dalam gambaran ini, kota Iblis dikepung dan pintu-pintu gerbangnya runtuh di hadapan bala tentara surga dan umat Allah (lihat Why. 12). Secara tepat, kerajaan maut bukan sebuah benteng yang kokoh atau kota yang semarak, melainkan “penjara” (20:7), dan ketika kota-penjara ini akhirnya dihancurkan, warga-warga setan di dalamnya akan dilemparkan ke dalam “lautan api”, tidak lagi dapat melukai atau menghalangi umat Allah yang diberkati (ay. 10). Pujilah Allah! Datanglah Tuhan, cepat datang! “Angkatlah kepalamu, hati pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!” (Mzm. 24:7).


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Thomas Keene
Thomas Keene
Dr. Thomas Keene adalah associate professor di bidang Perjanjian Baru dan dekan akademis di Reformed Theological Seminary di Washington, D.C.