Pintu Gerbang
13 November 2023
Keuntungan Terbesar
17 November 2023
Pintu Gerbang
13 November 2023
Keuntungan Terbesar
17 November 2023

Juruselamat Kita yang Maha Pemurah

Pasal-pasal awal Perjanjian Baru mengingatkan kita bahwa Anak Allah yang berinkarnasi adalah seorang Juruselamat. Maria berseru dengan sikap menyembah, “hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku” (Luk. 1:47). Seorang malaikat mengumumkan kepada Yusuf bahwa Anaknya akan “menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka” (Mat. 1:21). Para gembala dikejutkan dengan berita ini: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias, Tuhan, di kota Daud” (Luk. 2:11). Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi “Juruselamat” berarti “seorang yang menjaga atau menyelamatkan dari bahaya dan penderitaan”. Kata “juruselamat” mengandung ide dilepaskan dari bahaya untuk dijaga, sambil menggambarkan sosok penyelamat dan pelindung.

Di dalam Markus 15:33-41, puncak dari karya Yesus sebagai Juruselamat kita adalah gambaran yang mengerikan tetapi mulia. “Mengerikan” karena kesengsaraan, rasa malu, dan cemoohan yang luar biasa yang harus dialami Tuhan kita, tetapi “mulia” karena di tempat sengsara inilah orang-orang berdosa diselamatkan. Setelah Yesus “mengembuskan napas terakhir” (ay. 37) dan menyerahkan nyawa-Nya, kepala pasukan yang menjadi saksi mata atas peristiwa-peristiwa mengerikan itu berseru, “Sungguh, orang ini Anak Allah” (ay. 39). Ini adalah seorang tentara tangguh yang ditugaskan untuk mengawasi proses penyaliban Yesus. Ia mungkin hadir ketika Yesus ditangkap, menemani-Nya ketika Ia diadili, mungkin ikut dengan anak-anak buahnya dalam menghina Yesus, dan sekarang ia mendengar seruan Yesus dalam kematian ketika Ia dengan rela menyerahkan nyawa-Nya.

Kepala pasukan tersebut mendengar Yesus mengampuni orang-orang yang menuduh-Nya, menyelamatkan penyamun yang disalibkan, dan memercayakan ibunya ke tangan Yohanes. Setelah mengamati semua itu, ia menyimpulkan, “Orang ini bukan orang sembarangan.” Bagaimana kepala pasukan Romawi tersebut sampai pada kesimpulan ini? Catatan yang paralel dalam Matius 27 dan Lukas 23 menunjukkan bahwa setelah Yesus menyerahkan nyawa-Nya, tirai Bait Suci terkoyak dua, gempa bumi dahsyat terjadi, dan banyak orang yang telah meninggal dibangkitkan. Peristiwa-peristiwa ini benar-benar mengguncang tentara yang sudah dikeraskan oleh perang itu. “Ketika kepala pasukan melihat apa yang terjadi, ia memuliakan Allah, katanya, ‘Sungguh, orang ini orang benar!’” (Luk. 23:47). Orang-orang lain dalam kerumunan bergabung dengan kepala pasukan tersebut dalam pengakuannya. Ada sesuatu yang luar biasa dan bukan dari dunia ini mengenai Yesus. Ia adalah Juruselamat yang adalah orang benar, yang mati bukan bagi diri-Nya sendiri, tetapi menggantikan orang lain.

Salib menjadi episenter dari penyucian orang-orang berdosa, tempat perlindungan dan penyelamatan. Sebagai juru selamat kita, Yesus menyelamatkan kita dari dosa kita, dari murka Allah atas dosa kita, dan dari maut, yang merupakan konsekuensi dari dosa kita. Yesaya berkata, “Kejahatanmulah yang memisahkan kamu dari Allahmu, dan dosamulah yang membuat wajah-Nya tersembunyi dari kamu” (Yes. 59:2). Paulus meratap, “Aku, manusia celaka! Siapa yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Rm. 7:24). Ia menjawab pertanyaannya sendiri di dalam 1 Tesalonika 1:10: “Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.” Cobalah tempatkan diri Anda pada posisi kepala pasukan tersebut dan lihatlah Anak Domba Allah, yang adalah juruselamat kita, yang dengan murah hati menyerahkan nyawa-Nya menggantikan kita supaya kita yang dulunya musuh Allah, sekarang adalah anak-anak-Nya.


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Dustin W. Benge
Dustin W. Benge
Dr. Dustin W. Benge adalah associate professor bidang biblical spirituality dan historical theology di Southern Baptist Theological Seminary di Louisville, Kentucky. Ia adalah penulis dari beberapa buku, termasuk The American Puritans, Sweetly Set on God, dan The Loveliest Place.