Mengapa Doa Merupakan Sarana Anugerah?
24 Juli 2025
Bagaimana Saya dapat Bertumbuh dalam Iman?
31 Juli 2025
Mengapa Doa Merupakan Sarana Anugerah?
24 Juli 2025
Bagaimana Saya dapat Bertumbuh dalam Iman?
31 Juli 2025

3 Cara Mengajar Teologi kepada Kaum Muda

Jika Anda melayani dalam pelayanan remaja atau pemuda, Anda tahu bahwa mengiklankan acara “Makan Malam dan Doktrin” atau “Teologi Malam Ini” mungkin bukan cara yang paling jitu untuk mengundang keramaian. Melibatkan kaum remaja dan dewasa-muda dalam bidang studi teologi bisa merupakan hal yang sulit, khususnya karena mereka sering kali sangat terpengaruh oleh hiburan dan budaya media sosial dengan klip video dan potongan suara dua menit, yang dapat secara signifikan menghambat gairah terhadap pemikiran teologi yang memakan waktu dan menuntut konsentrasi. Meski demikian, adalah tugas orang percaya yang setia di jemaat lokal untuk menantang kaum muda kita untuk berpikir secara teologis dan bertumbuh dalam pemahaman teologi mereka seiring mereka dituntun oleh firman Allah.

Saya bersyukur bahwa, dalam konteks jemaat kami, gembala untuk remaja dan pemuda kami membawa para siswa/mahasiswa kami ke dalam ajaran Alkitab yang benar dan mengarahkan mereka kepada pemahaman teologis yang lebih dalam. Para mahasiswa kami telah bertemu dalam diskusi-buku mengenai karya-karya besar kaum Puritan dan berkumpul pada Minggu malam untuk menggumulkan topik-topik teologi yang berat. Para siswa menengah atas (SMA) dan pertama (SMP) kami telah membahas Katekismus Kecil Westminster, menghafalkan pertanyaan-pertanyaannya, serta mempelajari arti dan penerapan teologinya.

Di bawah ini saya dengan rendah hati menawarkan tiga saran untuk melibatkan remaja dan dewasa-muda dalam pemikiran teologis yang gereja kami upayakan untuk terapkan dalam konteks gereja kami.

1. Yakinkan mereka bahwa teologi bersifat praktis

“Apologetika” pertama dalam meyakinkan kaum muda agar mau memberi diri kepada studi dan pemahaman teologi adalah dengan melawan sentimen umum bahwa teologi itu tidak praktis—bahwa tempatnya adalah di perpustakaan-perpustakaan seminari yang pengap, bukan di lorong-lorong sekolah menengah atas. Adalah baik bila kita mengingatkan kaum muda bahwa teologi mereka akan membentuk setiap aspek dalam hidup mereka: pola pikir, pengambilan keputusan, keyakinan, keterlibatan dalam budaya, motivasi, dan relasi mereka. Apa yang kita percaya tentang Allah adalah hal yang paling praktis tentang kita.

Mungkin, contoh (negatif) yang paling mencolok dari sifat praktis kepercayaan teologis di dalam Alkitab dinyatakan di dalam Roma 1:18-32. Apa yang dimulai sebagai sebuah keputusan berdosa menyangkut kepercayaan dan ibadah (“menggantikan” Pencipta dengan gambaran-gambaran berhala dari makhluk ciptaan) membuahkan segala macam perilaku dan tindakan berdosa. Sungguh, apa yang kita percayai akan membuahkan hasilnya dalam bagaimana kita hidup. Pada titik ini, adalah menolong bila kita juga mengingatkan kaum muda bahwa mereka sudah selalu terlibat dalam pemikiran teologis, sepanjang waktu. Mereka sedang “dimuridkan” dalam pemikiran teologis melalui lirik-lirik lagu, cuitan, video TikTok, dan para influencer media sosial. Kegagalan mereka untuk terlibat dalam studi teologi Kristen tidak akan membuat mereka netral tetapi akan membuat mereka rentan terhadap bentuk-bentuk kemuridan teologi yang tidak akurat.

2. Tunjukkan kepada mereka bahwa teologi itu menyenangkan

Selama masa studi saya di seminari, Dr. D. A. Carson sering kali berkomentar bahwa selama bertahun-tahun ia telah mengamati bahwa meski para mahasiswanya tidak akan mengingat semua yang telah ia ajarkan kepada mereka, mereka tampaknya selalu mengingat hal-hal yang ia paling tertarik. Saya ingin menyarankan kepada para pendeta dan pemimpin awam di gereja yang melayani kaum muda, mungkin salah satu langkah pertama agar para murid Anda belajar mencintai teologi adalah dengan mereka menangkap ketertarikan Anda tentang Allah, firman-Nya, dan keindahan doktrin Kristen, yang menular pada mereka.

Para mahasiswa dan siswa menengah atas seharusnya dapat merasakan gairah kita terhadap kedalaman teologi, keindahan Injil, dan kekayaan Kitab Suci orang Kristen, mungkin bahkan sebelum mereka mulai bertumbuh dalam pemahaman mereka atas segala harta karun tersebut. Apakah kita berbicara tentang doktrin Kristen dengan cara yang sedemikian rupa yang menunjukkan kepada kaum muda kita bahwa kita sedang membagikan kepada mereka perkara-perkara yang paling berbobot dan mulia di alam semesta ini?

3. Ingatkan mereka bahwa teologi haruslah bersifat penyembahan

Doa Paulus yang indah bagi orang percaya di Efesus, yang ia rangkum di dalam Efesus 1:15-21, adalah doanya bagi pertumbuhan mereka dalam apa yang secara pasti kita sebut “pengetahuan teologis”. Namun, tidak dapat dipungkiri, doa Paulus untuk pertumbuhan mereka dalam pengetahuan ini mengarah kepada penyembahan kepada Allah. Paulus ingin agar orang Kristen di sana bertumbuh dalam pemahaman teologis yang lebih mendalam supaya mereka memuji dengan penyembahan yang lebih penuh lagi terhadap Juru Selamat mereka yang mulia. Ia ingin agar mereka “mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: Betapa kayanya kemuliaan warisan-Nya kepada orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar” (Ef. 1:18-19). Paulus tidak mengejar pengetahuan teologi demi pengetahuan itu sendiri. Bagi Paulus, bertumbuh dalam pemahaman teologis dimaksudkan untuk menumbuhkan hati kita agar makin dan lebih lagi menyembah Allah dan memuji Dia untuk karya keselamatan-Nya yang mulia di dalam hidup kita.

Pengajaran dan studi teologi tidak pernah boleh dipisahkan dari relasi dengan Allah yang mulia, yang telah mewahyukan diri-Nya kepada kita melalui Firman-Nya. Ketika kita makin mengenal Dia, kita dimaksudkan untuk makin menyembah Dia dan juga makin menikmati Dia.

Artikel ini merupakan bagian dari koleksi The Basics of Christian Discipleship.


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Jon Nielson
Jon Nielson
Dr. Jon Nielson adalah pendeta senior di Christ Presbyterian Church di Wheaton, Illinois. Ia adalah penulis dari beberapa buku, termasuk Knowing God’s Truth dan beberapa jilid dalam seri Reformed Expository Bible Studies.