


3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Surat 1 Korintus
14 Juni 2024


3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Surat Galatia
19 Juni 20243 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Surat 2 Korintus


Seperti halnya 1 Korintus, surat 2 Korintus mencakup banyak sekali persoalan di sebuah jemaat yang ditimpa masalah amoralitas, guru-guru palsu, pengkubuan, dan kebingungan teologis. Di dalam surat ini, kepedulian dan perhatian Rasul Paulus terhadap jemaat Korintus dapat dirasakan. Mari kita renungkan tiga karakteristik penting surat tersebut yang akan menolong kita memahami dan menerapkan pesan keseluruhannya.
1. Surat 2 Korintus mewakili puncak dari penanganan intensif Paulus dalam mengatasi persoalan jemaat Korintus.
Perintisan jemaat Korintus (sekitar tahun 52 M) terjadi pada perjalanan misi Paulus yang kedua (lihat Kis. 18:1-11). Lukas memberitahu kita bahwa Paulus tinggal di Korintus lebih dari delapan belas bulan. Sepertinya segera setelah Paulus meninggalkan Korintus menuju Antiokhia, masalah-masalah serius muncul di dalam jemaat baru tersebut. Paulus mengetahui masalah-masalah tersebut waktu ia berada di Efesus dalam perjalanan misinya yang ketiga (lihat Kis. 19). Kemungkinan besar 2 Korintus adalah surat keempat yang ditulis Paulus kepada jemaat tersebut dalam kurun waktu kira-kira dua tahun.
- Surat 1: Surat “sebelumnya” (tidak ada lagi) (lihat 1Kor. 5:9)
- Surat 2: 1 Korintus
- Surat 3: Surat yang “keras” (tidak ada lagi) setelah kunjungan Paulus yang membuatnya “bersedih” (lihat 2Kor. 2:3-4; 7:8-12)
- Surat 4: 2 Korintus
Paulus mengirim surat yang “keras” itu melalui Titus, yang kembali dengan membawa laporan yang menyukakan hati tentang pertobatan jemaat tersebut dan kesetiaan mereka kepada sang rasul dan ajaran para rasul. Dengan demikian, surat 2 Korintus adalah puncak yang “membahagiakan” (meski tidak sempurna) dari hubungan yang rumit antara sang rasul dan jemaat Korintus. Sukacita Paulus atas laporan Titus terkait kesejahteraan jemaat Korintus (lihat 2Kor. 7:6-7) menunjukkan apa yang dihargai oleh sang Rasul di dalam kehidupan jemaat. Hal ini mencakup kedamaian, kemurnian, dan kesatuan jemaat (termasuk disiplin gereja), serta perilaku etis, kerendahan hati, dan penatalayanan yang murah hati dari orang-orang Kristen. Jika sang Rasul sangat rindu agar jemaat tersebut memiliki dan menyatakan sifat-sifat tersebut, kita seharusnya bekerja menghadirkannya di jemaat dan kehidupan kristiani kita.
2. Surat 2 Korintus memberikan pembelaan yang kuat terhadap pelayanan kerasulan Paulus
Secara panjang lebar Paulus membuktikan, berbeda dengan “rasul-rasul yang tak ada taranya” (2Kor. 11:5) tetapi sesat itu, bahwa kerasulannya adalah otentik sebab ia diutus dan dipercayakan oleh Tuhan Yesus Kristus yang telah bangkit dan naik ke surga untuk berbicara demi nama-Nya (lihat 2Kor. 5:18; 13:3). Hal ini ia lakukan dengan membahas panjang lebar topik tentang kelemahan dan penderitaan (2Kor. 11:29-30; 12:1-10; 13:4), perjanjian yang baru (2Kor. 3), pelayanan kristiani (2Kor. 5-6), menunjukkan bahwa pelayanan rasulinya konsisten dengan pelayanan dan karakter Tuhan Yesus, dan ditandai dengan apa yang dilihat dunia sebagai kekurangan tetapi dilihat Allah sebagai kesetiaan (pembahasan lebih lanjut ada di bawah). Paulus gigih membela kerasulannya karena ia gigih membela Injil. Jika Injil yang diberitakannya tidak benar, maka jemaat Korintus masih hidup dalam dosa mereka dan tidak memiliki harapan. Karena itu, pembelaannya lebih didasarkan pada kasihnya kepada para pembacanya daripada kekhawatirannya akan reputasi dirinya. Patut diperhatikan bahwa pembelaan Paulus atas kredensial kerasulannya menjadikan 2 Korintus sebuah surat yang sangat pribadi dan bersifat autobiografi. Kita mungkin belajar lebih banyak tentang Paulus dan jemaat yang menerima suratnya di dalam surat ini daripada surat-surat lain di dalam Perjanjian Baru. Paulus bukan seorang filsuf Stoa yang keras kepala seperti yang dituding banyak orang. Ia sensitif tetapi murah hati, peduli tetapi percaya diri, lemah lembut tetapi tegas. Paulus mengasihi jemaat dan ia mengasihi Injil. Ia tidak rela mengizinkan guru-guru palsu datang dan menggantikan karya kerasulannya. Ia begitu mengasihi orang-orang Kristen baru tersebut sehingga tidak akan membiarkan “serigala-serigala” itu masuk dan memangsa mereka.
3. Surat 2 Korintus adalah semacam model pelayanan kristiani
Di sepanjang sejarahnya, jemaat ini telah mendapatkan godaan untuk mengadopsi karakteristik kesuksesan duniawi sebagai kriteria kepemimpinan dalam gereja. Di zaman ini, kita sering menganggap bahwa pemimpin Kristen seharusnya meneladani seorang Chief Executive Officer (CEO) yang sukses atau tokoh televisi yang karismatik. Jemaat Korintus menganggap pemimpin Kristen akan kelihatan seperti ahli retorika Yunani yang patut diteladani. Rasul-rasul palsu yang telah menyusup ke dalam jemaat Korintus menantang klaim kerasulan Paulus, dengan menunjuk pada penderitaannya, kelemahannya, dan kurangnya kefasihan orasinya. Dahulu maupun sekarang, kekuasaan dan karisma dapat menjadi tanda-tanda de facto seorang pelayan Injil yang diberkati. Menanggapi tuduhan-tuduhan palsu ini, Paulus memang menunjukkan kredensialnya, tetapi bukan seperti yang kita harapkan. Ia memuji dirinya (dan rasul-rasul yang lain) seperti demikian:
dengan penuh ketabahan dalam penderitaan, kesengsaraan, dan kesukaran, dalam menanggung pukulan, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga dan kelaparan; dalam kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus dan kasih yang tulus ikhlas; dalam pemberitaan kebenaran dan kekuasaan Allah; dengan menggunakan senjata-senjata keadilan baik di tangan kanan maupun di tangan kiri ketika dihormati dan ketika dihina; ketika diumpat dan ketika dipuji; ketika dianggap sebagai penipu, ternyata orang benar, sebagai orang yang tidak dikenal, namun terkenal; sebagai orang yang nyaris mati, dan sungguh kami hidup; sebagai orang yang dihajar, namun tidak mati; sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak berpunya, sekalipun kami memiliki segala sesuatu (2Kor. 6:3-10)
Narasi tersebut mempertanyakan siratan kita tentang teladan pelayanan yang sukses. Apakah kita menilai manusia berdasarkan kedagingan (2Kor. 5:16)? Surat 2 Korintus mengajarkan kepada kita bahwa pelayanan kristiani yang sejati memiliki karakter “ketulusan dan kemurnian” (2Kor. 1:12), bahwa para pejabat gereja sesungguhnya tidak sanggup melakukan dengan diri mereka sendiri (2Kor. 3:5), dan pelayanan tersebut lebih merupakan mati terhadap diri sendiri daripada mempromosikan diri sendiri (2Kor. 4:11-12). Paulus memilih tidak menerima upah dari jemaat Korintus, tidak ingin menjadi batu sandungan (2Kor. 11:7-9). Ia tidak membawa surat rekomendasi (2Kor. 3:1-3). Ia menolak berlaku licik (2Kor. 4:2) atau menyenangkan telinga pendengarnya (2Kor. 2:17) karena pelayanan dan pesan itu bukan miliknya—itu adalah milik Allah. Hal yang sama berlaku bagi semua hamba Kristen di dalam perjanjian yang baru. Pelayanan di dalam gereja seharusnya meneladani pelayanan sang Kepala Gereja, yaitu Dia yang “telah disalibkan oleh karena kelemahan, [tetapi] Ia hidup karena kuasa Allah” (2Kor. 13:4).