Ucapan Syukur dari Orang-Orang Tebusan
14 September 2023
Anak Allah yang Puas
21 September 2023
Ucapan Syukur dari Orang-Orang Tebusan
14 September 2023
Anak Allah yang Puas
21 September 2023

Percaya untuk Taat

Tidak ada sesuatu pun dari hakikat Allah yang seharusnya membuat manusia meragukan Dia (Ul. 32:3-4). Namun, sejak Hawa mempertanyakan maksud Allah di Taman Eden, banyak orang telah meragukan Firman dan motivasi Allah. Ketidakpercayaan mengasumsikan atau mencurigai kejahatan atau ketidakmampuan pada diri Allah. Ketidakpercayaan itu mungkin dinyatakan melalui keluh-kesah atas pemeliharaan-Nya, “menolong” Allah menggenapi janji-janji-Nya, mencari bukti sebelum memercayai-Nya, atau menuntut sebagian kemerdekaan dari-Nya (Kej. 16:1-6; 18:10-14; Mat. 16:1, 4). Keraguan kita atas Allah yang sempurna menyingkapkan pengetahuan kita yang tidak sempurna dan banyak kekurangannya akan Dia.

Kita tidak dapat memercayai seseorang kecuali kita yakin akan karakter orang yang kita percayai tersebut. Mengetahui kecenderungan kita untuk ragu, Allah dengan murah hati meyakinkan kita bahwa Ia dapat dipercaya. Ia menyertai janji-janji-Nya dengan tanda-tanda (Hak. 6:36-40; Mrk. 2:8-12; Yoh. 10:38; 20:30), padahal janji-janji itu sendiri seharusnya cukup untuk meyakinkan kita. Ia, yang tidak dapat berbohong, mengucapkan sumpah untuk menguatkan iman kita pada karakter-Nya yang tidak berubah (Ibr. 6:13-19). Dengan menyerahkan Anak-Nya, Ia membuktikan hakikat-Nya yang adil, penuh kasih, dan dapat dipercaya secara paling nyata (Rm. 5:6-10; 8:31-32).

Kita seharusnya berfokus bukan pada iman kita tetapi pada Allah. Pahlawan dari iman Abraham adalah Allah, bukan Abraham itu sendiri. Ketika diperintahkan untuk mengorbankan Ishak, Abraham beralasan bahwa karena Allah itu sempurna, janji-Nya pasti digenapi, sehingga sekalipun Ishak harus mati, Allah pasti akan membangkitkan dia (Ibr. 11:17-19). Iman pemazmur hampir runtuh ketika melihat bahwa orang fasik hidup makmur sampai ia menghargai keadilan Allah (Mzm. 73). Mengenal Allah adalah hal yang menguatkan iman kita yang taat.

Tanpa mengenal dan memercayai Allah, kita tidak dapat menaati Dia sepenuhnya dengan mengasihi Dia dan sesama kita (1 Yoh. 4:7). Seseorang bisa saja taat semata-mata karena takut, tetapi ketaatan seperti itu tidak berasal dari pengenalan yang lengkap karena ketaatan sejati memerlukan pengenalan yang intim akan Allah, yang di atasnya kepercayaan kita dibangun (Yoh. 15:12-15). Kristus dapat mengasihi dan menaati Bapa dengan mati untuk kita karena Ia percaya kepada Bapa dengan hidup-Nya. Menyerahkan hidup seseorang tanpa iman dan kasih tidak dapat membawa kepada ketaatan sejati (1 Kor. 13:3) sebab ketaatan sejati memerlukan iman dan kasih (Yoh. 14:15, 21, 23-24; Rm. 1:5; 1 Yoh. 3:23). Karena itu, tanpa pengenalan yang benar akan Allah, kepercayaan, kasih, dan ketaatan kita tidak akan cukup (Mat. 26:35, 74).

Karena dosa-dosa yang tersisa, yang menutupi dan sering kali melencengkan pengenalan kita akan Allah, kita meragukan Dia, dan dengan keliru meyakini bahwa sesuatu di dalam Dia patut dicurigai. Pada waktu penggenapan, ketika pengenalan kita akan Allah menjadi sempurna (1 Kor. 13:12), mustahil bagi kita untuk meragukan, atau tidak mengasihi, dan karenanya tidak taat kepada Dia karena keyakinan kita—bahwa Ia secara mutlak dapat dipercaya—tidak lagi bercampur dengan keraguan. Kesempurnaan final kita dalam iman, kasih, dan ketaatan terjalin erat dengan pengenalan yang sempurna akan Allah. Relasi dengan Allah yang dipenuhi dengan kepercayaan, yang didasarkan pada pengenalan yang intim akan Dia, adalah konteks dari ketaatan.

Karena Kristus secara sempurna percaya dan taat kepada Allah demi kita untuk memberi kita pengenalan akan Allah, marilah kita berdoa supaya kita bertumbuh dalam pengenalan dan kepercayaan akan Dia, yang memungkinkan kita untuk bertumbuh dalam ketaatan yang penuh kasih.


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Eric Kamoga
Eric Kamoga
Eric Kamoga adalah registrar dan dosen di Africa Reformation Theological Seminary di Kampala, Uganda, dan mahasiswa program Ph.D. di Westminster Theological Seminary di Philadelphia.