


Orang Kristen Juga Memerlukan Injil
03 Januari 2024


Apakah Karunia-Karunia Pewahyuan Telah Berakhir?
08 Januari 2024Hadiah Terbesar


Ketika saya masih di seminari, Profesor Douglas Kelly pernah bertanya kepada kelas kami, “Apa hadiah terbesar yang kita, sebagai gereja, dapat bagikan kepada dunia?”
Kami semua tetap diam, mengetahui bahwa jawabannya akan jauh lebih baik daripada apa pun yang dapat kami pikirkan. Memang, jawabannya telah menjadi begitu formatif bagi saya sehingga saya terkadang berpikir, “Ini harus ditambahkan ke dalam Katekismus Kecil!”
Jawabannya adalah, “Hadiah terbesar yang dapat kita bagikan kepada dunia adalah Allah Tritunggal itu sendiri.”
Rasul Paulus membagikan hadiah terbesar ini ketika ia memberkati orang-orang kudus di Korintus dengan kata-kata ini: “Anugerah Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor. 13:13). Ini adalah hadiah yang sama yang kita miliki hak istimewa untuk kita bagikan kepada dunia saat ini.
Dalam budaya yang tidak mau memaafkan saat ini, gereja memiliki kesempatan lebih dari sebelumnya untuk lebih menonjol sebagai mercusuar anugerah—anugerah Tuhan kita Yesus Kristus. Sebagai orang Kristen, kita telah berdosa berkali-kali, dengan berbagai macam cara dan dalam berbagai tingkatan. Kita semua telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Namun, Allah kita tidak pernah menolak kita. Mengapa? Karena “sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus” (Rm. 8:1).
Tentu saja, Allah menunjukkan kepada kita dosa-dosa kita, tetapi Dia tidak mengusir kita karena dosa-dosa itu. Ia menyatakan kita bersalah, tetapi Ia tidak menolak kita. Dia tidak menjauhi kita; Dia mengubah kita dengan anugerah-Nya menjadi serupa dengan Anak-Nya untuk memberkati kita, menjadikan kita berkat bagi orang lain, dan memuliakan nama-Nya. Dalam dunia yang tidak sabar mencari-cari kesalahan, kita memiliki Allah yang tidak sabar untuk menunjukkan anugerah (Mik 7:18).
Apakah kita tidak sabar untuk menunjukkan anugerah? Apakah kita tidak sabar untuk mengampuni sebagaimana kita telah diampuni (Ef. 4:32)? Apakah kita lebih ingin membagikan kabar baik tentang anugerah Allah yang cuma-cuma di dalam Anak-Nya daripada menjadi “orang dalam” tentang kegagalan moral atau skandal terkenal yang terkini? Apakah kita menawarkan kabar baik dengan cuma-cuma dan tanpa pandang bulu tentang Dia yang “telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib,” “tidak lagi mengingat dosa-dosa [kita],” dan berkata, “Siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang” (1 Ptr. 2:24; Ibr. 8:12; Yoh. 6:37)? Apakah kita mengalami anugerah kesembuhan dari Yesus dalam kehidupan kita sendiri begitu dalam sehingga kita tergerak untuk menyalurkan anugerah-Nya kepada orang lain?
Dunia kita membutuhkan anugerah Tuhan kita Yesus Kristus. Dunia ini juga membutuhkan kasih Allah Bapa.
Judul lagu Bob Dylan merangkum kondisi dunia kita yang telah jatuh: “Everything Is Broken” [Segalanya Telah Rusak]. Saat ini tidak ada yang lebih rusak daripada keluarga pada umumnya. Iblis tidak tahan dengan keluarga yang bahagia dan utuh, terutama keluarga yang memiliki ayah yang penuh kasih, hadir, dan setia. Mengapa demikian? Pemandangan seperti itu mengingatkan dia akan “kehidupan keluarga” yang indah dari Tritunggal. Iblis tidak dapat menghancurkan “keluarga” itu. Dia tidak dapat memadamkan kasih Roh. Ia tidak dapat membuat jarak antara Bapa surgawi dan Anak-Nya yang terkasih, meskipun dalam keangkuhannya yang tak terbatas, ia jelas telah mencobanya (Mat. 4:1-11). Jadi dia mencoba untuk menghancurkan apa yang mencerminkan kasih kekeluargaan dari Tritunggal. Dalam kelengahan rohani kita, kita mengizinkan dia untuk melakukan apa yang dia inginkan.
Oleh karena itu, setiap orang yang kita temui merindukan seorang ayah yang selalu ada, selalu baik hati, selalu penuh perhatian, selalu mengasihi—seorang ayah yang menjangkau mereka untuk menyembuhkan dan memulihkan apa yang telah dirusak oleh dosa.
Beberapa tahun yang lalu, seorang ayah dan anak di Madrid, Spanyol, menjadi terasing. Sang anak melarikan diri, dan sang ayah bertekad untuk menemukannya. Dia mencari selama berbulan-bulan tanpa hasil. Akhirnya, dalam keadaan terdesak, sang ayah memasang iklan di koran Madrid. Iklan itu berbunyi: “Juan yang terkasih, semua sudah dimaafkan. Tolong temui saya di depan kantor surat kabar ini pada hari Sabtu siang. Aku mencintaimu. Salam sayang, ayahmu.” Pada hari Sabtu, dua ratus orang yang bernama Juan muncul, rindu bertemu kembali dengan ayah mereka.
Dalam buku klasiknya yang berjudul Knowing God, J.I. Packer berkata: “Apakah yang dimaksud dengan seorang Kristen? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan berbagai cara, tetapi jawaban terkaya yang saya tahu adalah bahwa seorang Kristen adalah orang yang memiliki Allah sebagai Bapa.”
Sebagai orang Kristen, kita mengenal Bapa yang penuh kasih yang pada akhirnya paling dirindukan oleh setiap hati manusia. Janganlah kita menyimpan Dia untuk diri kita sendiri. Marilah kita membagikan kabar baik tentang kasih-Nya dan menunjukkan kasih-Nya kepada dunia kita yang hancur ini.
Dunia kita membutuhkan anugerah Yesus, membutuhkan kasih Bapa, dan membutuhkan persekutuan Roh Kudus.
Dalam dunia yang semakin terisolasi, para penyandang gambar Allah sangat membutuhkan persekutuan, dan mereka mencari ke seluruh penjuru ciptaan untuk menemukannya. Namun pada akhirnya, Roh Kudus adalah satu-satunya Pribadi yang dapat memenuhi cawan persekutuan kita. Tidak ada ciptaan, bahkan sahabat-sahabat kita yang terbaik dan paling setia sekalipun, yang dapat memuaskan kerinduan terdalam kita akan persekutuan.
Roh Kudus, yang dengan penuh anugerah tinggal dalam diri setiap orang percaya, adalah Pribadi yang membawa kita ke dalam persekutuan yang memuaskan dari Bapa dan Anak, meyakinkan kita akan kasih Bapa yang tidak mungkin berubah, dan memampukan kita untuk membagikan kasih tersebut kepada orang lain (Rm. 8:16; Kis. 1:8; Ef. 2:18; 1 Yoh. 1:3). Oleh karena itu, marilah kita bergantung pada Roh, meminta kepenuhan Roh, hidup dalam sukacita Roh, dan bersaksi tentang persekutuan Roh yang memuaskan, yang begitu dibutuhkan oleh dunia ini.
Dalam dunia yang penuh dengan pembalasan yang segera, kerusakan, dan keterisolasian, marilah kita menjadikan sebagai tujuan kita sehari-hari untuk membagikan, dalam perkataan dan perbuatan, hadiah terbesar yang kita telah terima, hadiah terbesar yang kita miliki yang dapat ditawarkan kepada dunia: anugerah, kasih, dan persekutuan dari Allah Tritunggal kita.