Apa yang Ada Sebelum Allah?
13 Juni 2023
5 Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang Rasul Paulus
20 Juni 2023
Apa yang Ada Sebelum Allah?
13 Juni 2023
5 Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang Rasul Paulus
20 Juni 2023

Jika Allah Berdaulat, Mengapa Kita Berdoa?

Tidak ada yang luput dari perhatian Allah; tidak ada sesuatu pun yang dapat melangkahi batas kekuasaan-Nya. Allah berotoritas dalam segala sesuatu. Jika sejenak saja saya berpikir bahwa sebuah molekul berkeliaran di alam semesta di luar kendali dan ranah Allah yang Mahakuasa, saya tidak akan bisa tidur malam ini. Keyakinan saya akan masa depan bersandar pada keyakinan saya pada Allah yang mengendalikan sejarah. Namun, bagaimana caranya Allah menjalankan kendali dan memanifestasikan otoritas tersebut? Bagaimana Allah menggenapi semua yang Ia tetapkan secara berdaulat?

Agustinus mengatakan bahwa tidak ada yang terjadi di alam semesta ini di luar kehendak Allah, dan itu berarti, dalam pengertian tertentu, Allah menetapkan segala sesuatu yang terjadi. Agustinus tidak berusaha melepaskan manusia dari tanggung jawab atas perbuatan mereka, tetapi ajarannya memunculkan sebuah pertanyaan. Jika Allah berdaulat atas segala perbuatan dan keinginan manusia, lantas, buat apa kita berdoa? Perhatian sekunder berkisar pada pertanyaan, “Apakah doa benar-benar mengubah sesuatu?” Izinkan saya menjawab pertanyaan pertama dengan mengatakan bahwa Allah yang berdaulat memerintahkan melalui Firman-Nya yang kudus agar kita berdoa. Doa bukan pilihan bagi orang Kristen: doa diperintahkan.

Kita mungkin bertanya, “Bagaimana kalau doa tidak ada gunanya?” Bukan itu persoalannya. Terlepas dari apakah doa menghasilkan kebaikan, jika Allah memerintahkan kita berdoa, maka kita harus berdoa. Tuhan Allah semesta alam, sang Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu, memerintahkan kepada kita untuk berdoa, itu sudah cukup menjadi alasan. Namun, Ia tidak hanya memerintahkan kita untuk berdoa, tetapi juga mengundang kita untuk membuat permohonan kita diketahui. Yakobus berkata bahwa kita tidak memperoleh apa-apa karena kita tidak berdoa (Yak. 4:2). Ia juga mengatakan bahwa doa orang benar ada hasilnya (Yak. 5:16). Berulang kali Alkitab mengatakan bahwa doa adalah alat yang efektif. Doa berguna; doa ada hasilnya.

John Calvin, di dalam Institutes of the Christian Religion, menuliskan pengamatannya yang mendalam terkait doa.

Akan tetapi, seseorang akan berkata, tidakkah Allah tahu, sekalipun tidak diingatkan, baik dalam hal apa yang menyulitkan kita dan apa yang menguntungkan bagi kita, sehingga sepertinya ada nuansa berlebihan bahwa Ia akan digugah oleh doa-doa kita—seolah-olah Ia mengantuk atau bahkan tertidur sampai Ia dibangunkan oleh suara kita? Namun, mereka yang berpikir seperti itu tidak mengamati apa tujuan Allah memerintahkan umat-Nya untuk berdoa, sebab Ia menetapkannya bukan terutama demi kebaikan-Nya, melainkan demi kebaikan kita. Nah, Ia menghendaki—sebagaimana yang benar—agar apa yang menjadi hak-Nya diberikan kepada-Nya, dengan manusia menyadari bahwa segala sesuatu yang diinginkan dan mendukung keuntungan mereka, berasal dari Dia, dan ini dibuktikan melalui doa. Namun, manfaat dari persembahan ini, yang karenanya Ia disembah, juga kembali kepada kita. Karena itu, bapa-bapa gereja yang kudus, makin dengan yakin mereka mengagungkan kebaikan Allah bagi mereka dan orang lain, makin mereka digerakkan untuk berdoa.

Tetap, penting sekali bagi kita untuk berseru kepada-Nya. Pertama, supaya hati kita dibakar dengan semangat dan keinginan yang menyala-nyala untuk mencari, mengasihi, dan melayani Dia, sembari kita membiasakan diri untuk lari kepada-Nya sebagai Sauh yang suci. Kedua, supaya jangan masuk keinginan atau kehendak ke dalam hati kita, yang membuat kita malu bila Ia menyaksikannya, sembari kita belajar untuk menyampaikan harapan kita di hadapan-Nya, bahkan mencurahkan seluruh hati kita. Ketiga, supaya kita siap untuk menerima manfaat-Nya dengan hati yang bersyukur dan dengan ucapan terima kasih yang tulus, yaitu manfaat yang diingatkan di dalam doa bahwa itu berasal dari tangan-Nya.

Seperti semua hal lain di dalam kehidupan orang Kristen, doa adalah untuk kemuliaan Allah dan manfaat kita—dalam urutan ini. Semua yang Allah lakukan, semua yang Allah izinkan dan tetapkan, terutama adalah untuk kemuliaan-Nya. Adalah juga benar bahwa meski Allah terutama mencari kemuliaan bagi diri-Nya, manusia beroleh manfaat ketika Ia dimuliakan. Kita berdoa untuk memuliakan Allah, tetapi kita juga berdoa untuk menerima manfaat doa dari tangan-Nya. Doa adalah untuk manfaat kita, sekalipun Allah tahu sejak awal apa yang akan terjadi pada akhirnya. Adalah sebuah kehormatan bila kita dapat membawa seluruh keberadaan kita yang terbatas ke dalam kemuliaan hadirat Allah yang tak terbatas.

Salah satu tema besar dari Reformasi adalah ide bahwa keseluruhan hidup seharusnya dijalani di bawah otoritas Allah, demi kemuliaan Allah, dan dalam hadirat Allah. Doa bukan sebuah percakapan kepada diri sendiri, hanya sebuah pelatihan dalam terapi analisis-diri, atau pelafalan keagamaan. Doa adalah percakapan dengan pribadi Allah sendiri. Di dalam tindakan dan dinamika doa, saya membawa seluruh hidup saya ke bawah tatapan-Nya. Memang Ia tahu apa yang saya pikirkan, tetapi saya tetap memiliki hak istimewa untuk mengutarakan kepada-Nya apa yang ada dalam pikiran saya. Ia berkata, “Datang dan bicaralah kepada-Ku. Ajukanlah permohonan-Mu untuk Kuketahui.” Jadi, kita datang untuk mengenal Dia dan dikenal oleh-Nya.

Ada sesuatu yang salah di dalam pertanyaan, “Jika Allah mengetahui segala sesuatu, mengapa kita berdoa?” Pertanyaan ini mengasumsikan bahwa doa bersifat satu dimensi dan secara sederhana didefinisikan sebagai permohonan atau syafaat. Sebaliknya, doa bersifat multidimensi. Kedaulatan Allah tidak mengurangi keindahan doa penyembahan. Pengetahuan Allah akan masa depan atau keputusan-Nya yang pasti tidak meniadakan doa pujian. Satu-satunya hal yang seharusnya dilakukan doa adalah memberi kita alasan yang lebih besar untuk mengungkapkan kekaguman kita akan siapa Allah. Jika Allah tahu apa yang akan saya katakan sebelum saya mengatakannya, maka pengetahuan-Nya meningkatkan keindahan pujian saya, bukan membatasi doa saya.

Saya dan istri saya sangat dekat; sedekat yang bisa dialami dua orang. Sering kali saya tahu apa yang akan ia katakan persis sebelum ia mengatakannya. Begitu juga sebaliknya. Namun, saya tetap suka mendengar ia mengatakan apa yang ia pikirkan. Jika itu berlaku pada manusia, betapa lebih lagi itu berlaku pada Allah? Kita memiliki hak istimewa yang tiada tara untuk membagikan pikiran terdalam kita kepada Allah. Tentu saja, kita bisa saja masuk ke dalam bilik doa dan membiarkan Allah membaca pikiran kita, dan menyebut kegiatan itu sebagai doa. Namun, itu bukan sebuah persekutuan, dan jelas itu bukan sebuah percakapan.

Kita adalah makhluk yang berkomunikasi terutama melalui ucapan. Doa yang diutarakan jelas adalah sebuah bentuk ucapan, yaitu cara kita untuk bersekutu dan berkomunikasi dengan Allah. Ada pengertian tertentu di mana kedaulatan Allah seharusnya memengaruhi sikap kita terhadap doa, setidaknya yang berkaitan dengan penyembahan. Setidaknya, pemahaman kita akan kedaulatan Allah seharusnya mendorong kita untuk membangun kehidupan doa yang penuh dengan ucapan syukur. Karena pengetahuan ini, kita seharusnya melihat bahwa setiap manfaat, setiap pemberian yang baik dan sempurna, merupakan ungkapan dari kelimpahan anugerah-Nya. Makin kita memahami kedaulatan Allah, doa-doa kita makin penuh dengan ucapan syukur.

Dengan cara bagaimana kedaulatan Allah dapat memengaruhi doa penyesalan dan pengakuan dosa kita secara negatif? Mungkin kita dapat menarik kesimpulan bahwa dosa kita pada akhirnya merupakan tanggung jawab Allah, dan pengakuan dosa kita adalah tuduhan kita terhadap Allah sendiri. Setiap orang Kristen yang sejati tahu bahwa ia tidak dapat menyalahkan Allah atas dosanya. Saya mungkin tidak memahami hubungan antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, tetapi saya menyadari bahwa apa yang berasal dari kefasikan hati saya sendiri tidak dapat saya salahkan kepada kehendak Allah. Jadi, kita harus berdoa karena kita bersalah dan memohon pengampunan dari Yang Kudus, yang telah kita buat marah.

Sebelumnya diterbitkan dalam Does Prayer Change Things? oleh R.C. Sproul.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.