


Hati dan Pikiran
22 November 2023


Orang Kristen dan Vokasi
27 November 2023Menghentikan Kecanduan Kita Bergosip


Seorang teman dekat saya di SMA dituduh mencuri di sebuah toko. Tidak ada tuntutan resmi yang dibuat, tetapi rumor tentang tuduhan yang tidak resmi ini tersebar di seluruh kota kecil. Meski ia telah membantah hal itu, gosip di antara penduduk setempat menganggap ia bersalah. Beberapa bulan kemudian, pelaku yang sebenarnya dibukakan dengan diam-diam. Tidak ada permohonan maaf, baik secara pribadi maupun secara publik, yang disampaikan atas tuduhan palsu tersebut. Sebagian besar anggota masyarakat terus menganggap sahabat saya bersalah, meski ia telah terbukti tidak bersalah.
Di sepanjang Alkitab terdapat sejumlah peringatan terhadap dosa dan bahaya memfitnah dan bergosip. Ini bukan dosa tidak penting. Paulus menulis dengan keras menyangkut kerusakan manusia di dalam Roma 1:28-31.
Karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang tidak layak, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat, dan kefasikan. Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, sombong, pembual, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, tidak berakal budi, tidak setia, tidak tahu mengasihi, tidak mengenal belas kasihan.
Ketika sedang membahas tentang kejahatan, pembunuhan, tidak mengenal belas kasihan, dan membenci Allah, Paulus berbicara tentang dosa memfitnah dan bergosip (LAI: pengumpat). Dua perbuatan jahat ini tidak dianggap ringan di mata Allah. Namun memfitnah, dan terutama bergosip, dipraktikkan secara bebas setiap hari, seolah-olah kita memiliki perizinan melakukan kejahatan itu.
Jadi, apakah fitnah itu, dan apa bedanya dari gosip? Fitnah adalah pernyataan palsu yang merusak reputasi seseorang. Bergosip adalah percakapan yang tidak ada gunanya yang mungkin benar, mungkin pula tidak. Kita kadang memaklumi perbuatan kita bergosip dengan mengklaim bahwa kita hanya mengulangi apa yang kita tahu benar. Bergosip adalah membagikan informasi yang tidak seharusnya dibagikan. Informasi itu mungkin kita anggap sensasional, tetapi itu tidak menguntungkan bagi orang yang terlibat. Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi gosip berarti “berbisik”. Kita berbisik ketika bergosip karena informasi yang kita bagikan tentang orang lain mungkin bersifat rahasia, sangat pribadi, atau berpotensi melukai. Biasanya, gosip adalah berita yang kita tidak ingin bagikan bila itu menyangkut diri kita.
Bergosip adalah sarana mencabik orang lain sembari meninggikan diri sendiri. Kita memakai gosip yang “benar” untuk merendahkan orang yang tidak kita sukai. “Lihat, saya sudah pernah mengatakan orang macam apa dia itu.” Kita memakai gosip untuk membenarkan posisi kita. “Lihat, ini membenarkan apa yang saya katakan kepadamu.” Kita memakai gosip supaya kita dapat menjadi sumber informasi berharga yang tak terbantahkan. Kita ingin menjadi yang pertama mengumumkan berita terbaru kepada kelompok teman kita. Terlepas dari apa pun alasan kita, Allah menyebut perbuatan ini sebagai dosa serius yang didaftarkan bersama dengan apa yang kita anggap kejahatan-kejahatan yang terburuk. Saya bersyukur bahwa para editor di majalah Tabletalk meminta saya untuk menulis tentang topik ini, sebab studi saya telah mengingatkan saya akan dosa saya sendiri dalam kerap menikmati seni gelap ini, di mana lidah saya melayani tujuan-tujuan Iblis.
Lantas, bagaimana kita dapat menjaga diri kita dari dosa yang terselubung namun berbahaya ini? Apa yang harus kita lakukan ketika kita mendengar gosip? Apa yang harus kita lakukan untuk mencegah diri menjadi saluran gosip?
Kita pertama-tama harus mencari tahu kebenaran dari berita yang kita dengar. Jika itu tidak benar dan kita meneruskannya, maka dosa kita berlipat ganda menjadi fitnah. Jika itu benar, maka kita dapat menjadi saluran anugerah kepada orang yang telah berdosa itu atau saluran penghiburan bagi orang yang telah dirugikan. Jika gosip itu tidak benar, maka kita harus berbicara kepada orang yang menyampaikan kebohongan itu kepada kita. Tujuan dari mencari kebenaran tidak pernah supaya kita dapat meneruskan gosip itu dengan hati nurani yang bersih.
Kedua, kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, “Apakah perkataan kita adalah berkat bagi dunia sekitar kita? Apakah kata-kata kita memberikan penghiburan, pemulihan, dan damai sejahtera?” Penulis Amsal berkata, “Perkataan yang menyenangkan seperti sarang madu, manis bagi hati dan menyehatkan bagi tulang-tulang” (16:24). Roh Kudus seharusnya memenuhi percakapan kita setiap hari dengan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, dan kelemahlembutan—bukan dengan gosip. Ini berarti kita harus mengajukan beberapa pertanyaan penting kepada diri kita sendiri sebelum kita berbicara. Kebaikan apa yang akan dicapai melalui informasi yang akan saya bagikan? Apakah informasi itu lebih baik dirahasiakan? Bagaimana integritas saya tercerminkan dalam tindakan membagikan informasi ini?
Setelah menulis kata-kata ini, saya tergoda untuk berkata, “Saya akan mengambil sumpah diam (vow of silence) seperti orang-orang di biara.” Namun, sumpah diam seperti ini juga akan menahan saya mengucapkan kata-kata yang menolong, menghibur, memulihkan, dan memperingatkan orang lain. Ya, kata-kata peringatan kadang merupakan respons yang diperlukan dan kudus. Kerusakan besar telah dilakukan oleh orang-orang Kristen yang bermaksud baik ketika mereka menahan informasi yang dibutuhkan dalam situasi-situasi genting. Mereka perlu menyampaikan kebenaran dengan kasih untuk menolong orang-orang yang bertanggung jawab mengambil keputusan yang benar. Namun, karena tidak ingin membagikan informasi yang negatif, mereka tetap diam. Kadang kita dipanggil untuk mengevaluasi seseorang atau sebuah kelompok. Beberapa keputusan penting akan didasarkan pada kesaksian yang diminta dari kita. Penilaian seperti ini bukanlah gosip. Kegagalan menyampaikan kebenaran dalam situasi-situasi demikian dapat menghasilkan dampak yang menghancurkan.
Para pembaca yang terkasih, mengendalikan percakapan kita tidaklah mudah. Kita harus menghafalkan kata-kata berikut ini dari Yakobus:
Semua jenis binatang liar, burung-burung, serta binatang-binatang melata dan binatang-binatang laut dapat dijinakkan dan telah dijinakkan oleh manusia, tetapi tidak seorang pun dapat menjinakkan lidah. Ia tidak terkuasai, jahat dan penuh racun mematikan. Dengan lidah kita memuji Tuhan dan Bapa kita, dengan lidah juga kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah. (3:7-9)
Gosip adalah godaan yang kita hadapi setiap hari, dan hanya dapat kita taklukkan dengan niat yang teguh dan yang fokus, dengan kuasa yang diberikan Roh Kudus. Kita akan sangat tertolong jika kita membawa gosip kita dan mengatakannya kepada Yesus dalam doa. Ketika kita menceritakan gosip itu kepada Yesus, kita mungkin akan mendengar-Nya bertanya, “Tidakkah kamu juga melakukan hal yang sama?” (lihat Rm. 2:1).