


3 Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang Surat 2 Petrus
06 Maret 2025


3 Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang Kitab Obaja
13 Maret 20253 Hal yang Perlu Anda Ketahui tentang Kitab Nahum


Kitab Nahum tidak mudah untuk dibaca. Meskipun pesannya tentang penghakiman terhadap Asyur menunjukkan bahwa Allah tidak akan membiarkan dosa menang, mungkin sulit bagi kita untuk sepenuhnya menghargai perayaan kejatuhan Niniwe dalam kitab ini atau untuk memahami bagaimana fokus yang konsisten pada penghakiman berkaitan dengan Injil. Hal-hal ini dan beberapa masalah penafsiran lainnya dapat diatasi jika para pembaca mengingat tiga hal berikut ini.
1. Injil memberi konteks bagi pesan Kitab Nahum (Nah. 1:2-8).
Bagian utama yang pertama, Nahum 1:2-8, memiliki nada yang sangat negatif. Nahum menganggap bahwa semua manusia, bukan hanya orang Asyur (yang tidak disebutkan dalam bagian ini), berdiri terbuka di hadapan keadilan Allah yang sempurna (Nah. 1:2-3, 5-6, 8). Oleh karena itu, kenyataan bahwa Allah juga merupakan “tempat perlindungan pada waktu kesusahan” yang menawarkan “perlindungan” dari penghakiman yang sama tersebut kepada mereka yang mempercayakan diri mereka kepada belas kasihan-Nya (Nah. 1:7) merupakan kabar baik yang sangat luar biasa.
Ditempatkan di awal kitab, bagian ini berfungsi sebagai kunci penafsiran untuk bagian-bagian selanjutnya dari kitab ini. Dosa Yehuda di masa lalu, keputusan Allah yang penuh anugerah untuk mengakhiri penderitaannya (Nah. 1:12), dan badai penghakiman yang akan segera menimpa Asyur, semuanya merupakan prototipe (model awal) dari karya Allah yang memiliki dua sisi yaitu penghakiman dan penyelamatan. Lagipula, terlepas dari penaklukan Asyur yang tampaknya tak terbendung atas Timur Dekat/Tengah kuno, termasuk Kerajaan Israel Utara kurang dari satu abad sebelum Nahum, intervensi Allah akan menunjukkan bahwa klaim supremasi dari kerajaan Asyur adalah keliru, demikian juga pernyataannya bahwa ilah-ilahnyalah yang telah mewujudkan supremasi tersebut.
2. Asyur bukanlah musuh utama Allah.
Meskipun Nahum dengan keras mengutuk Asyur, dan terutama Niniwe sebagai ibu kotanya, sebagian besar orang Asyur tidak terlibat dalam serangannya, dan beberapa warganya adalah orang-orang Israel yang telah ditaklukkan. Sesungguhnya, kitab ini mempertahankan fokus yang konsisten pada raja-raja Asyur (Nah. 1:11, 14), angkatan bersenjata (sebagian besar Nah. 2), dan mereka yang lain yang terlibat dalam program eksploitasi dan pemuliaan diri, dan mengungkapkan bahwa penghakiman Allah akan jatuh terutama pada mereka. Kepada raja-raja seperti Esarhaddon (memerintah 681-669 SM), yang menyebut diri mereka sebagai “raja dunia … yang paling berkuasa di antara semua penguasa” dan bergantung pada “ilah-ilah agung” seperti Marduk dan Nabu, Tuhan dengan sederhana berkata, “Engkau tidak penting” (Nah 1:14), dan menjadikannya demikian. Pembalasan Allah terhadap Asyur sebagai kerajaan merupakan cicipan awal dari penghakiman-Nya terhadap “Babel” dalam kitab Wahyu, yang tidak hanya melambangkan Roma, tetapi juga Babel dan Niniwe sebelumnya, dan juga semua kekuasaan manusia setelahnya yang ditandai dengan kekerasan, komitmen terhadap materialisme, dan peninggian diri yang menentang Allah (Why. 17-18).
3. Allah akan mengalahkan semua musuh-Nya dan menyelamatkan umat-Nya secara total.
Jika Allah tidak berkomitmen dengan bebas dan penuh anugerah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa, pemusnahan semua musuh-Nya akan menyebabkan semua orang dihukum dan mati (Rm. 5:12-14). Ajaibnya, anugerah Allah telah menerobos masuk ke dalam dunia yang berkomitmen sepenuhnya pada realisasi diri yang otonom dengan ketentuannya sendiri, baik dalam imperialisme Asyur di masa lampau maupun bentuk-bentuk pemberontakan lainnya terhadap Allah di masa kini.
Dalam terang kuasa dosa, baik penghakiman maupun penyelamatan adalah alasan untuk bersukacita. Ketika kejahatan dan mereka yang melakukannya tumbang, para korbannya patut bersukacita (Nah. 3:19; Why. 19:1-5). Demikian pula, mereka yang dengan sukacita menerima keselamatan dari Allah merayakan anugerah dan belas kasihan-Nya kepada mereka (Nah. 1:15) dan menantikan penggenapan penuh dari tujuan-tujuan penyelamatan-Nya (Nah. 2:2).
Hidup di hari-hari terakhir yang sudah-tapi-belum, pesan Nahum memanggil orang-orang percaya untuk mempertahankan kepercayaan pada janji-janji Allah dan membongkar banyak kontradiksi dunia terhadap kebenaran ilahi. Sangat mirip dengan Nahum yang membukakan sifat imperialisme yang menyesatkan dari Niniwe yang mengutamakan kepentingan diri dan menghancurkan diri, orang Kristen seharusnya mengkritik berbagai bentuk di mana individu, kelompok, dan keseluruhan budaya merampas hak prerogatif Allah dalam mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang dapat mengatur dirinya sendiri, tanpa pengetahuan yang melekat pada dirinya akan Allah, dan sepenuhnya mampu mencapai kebahagiaan yang sempurna dengan kekuatannya sendiri.
Nahum juga mengundang orang-orang percaya untuk membongkar kebaikan-kebaikan “utama” yang fana yang dianggap paling penting oleh manusia, baik itu kekayaan materi, status sosial, kemurnian moral berdasarkan penilaian sendiri berdasarkan sinyal kebajikan, atau konsolidasi kekuasaan. Berhala-berhala ini hanyalah buatan manusia, tidak dapat menyelamatkan atau memuaskan, dan telah terbukti tidak berdaya (Nah. 1:13). Kritik Nahum yang didorong oleh Injil terhadap imperialisme Asyur menunjukkan kepada para pembacanya bagaimana menganalisis budaya dalam kaitannya dengan karya penghakiman dan penyelamatan Allah, dan dengan demikian membantu mempersiapkan orang-orang percaya untuk bersaksi secara efektif. Kritik tersebut juga melindungi kita agar tidak tergoda oleh janji-janji dunia atau membiarkan pengharapan kita goyah di hadapan klaim-klaimnya yang menuntut untuk menjadi sumber dari segala sesuatu yang baik – sebuah gelar yang Tuhan simpan bagi diri-Nya sendiri, dan sebuah realitas yang sepenuhnya menyelamatkan dan memuaskan mereka yang mengenal Dia (Nah. 1:7).
Artikel ini merupakan bagian dari koleksi Every Book of the Bible: 3 Things to Know.