3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Markus
03 Juni 2024
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Yohanes
07 Juni 2024
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Markus
03 Juni 2024
3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Yohanes
07 Juni 2024

3 Hal yang Perlu Anda Tahu tentang Injil Lukas

Injil Lukas adalah kitab terpanjang di seluruh Perjanjian Baru, dan salah satu yang paling canggih. Meski sebagian besar orang Kristen familier dengan kelahiran Kristus di pasal 2, tidak banyak yang familier dengan beberapa nuansa di dalam Injil ketiga ini, yang memperkaya pemahaman kita tentang pribadi Kristus. Di bawah ini saya akan mencoba menjabarkan area-area yang kerap terlewatkan: tujuan injil ini, peninggian orang yang rendah hati dan perendahan orang yang tinggi hati, dan hubungan Yesus dengan Perjanjian Lama.

1. Tujuan Injil Lukas

Para penulis Perjanjian Baru tidak sering memberitahu pembacanya mengapa mereka menulis surat atau Injil mereka. Namun, dua dari empat Injil melakukannya. Lukas menjelaskan kepada Teofilus di dalam 1:4 bahwa ia menulis kepadanya “supaya engkau dapat mengetahui bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh dapat dipercaya”. Meski kita tidak tahu banyak tentang siapa Teofilus itu, para ahli percaya bahwa besar kemungkinannya ia adalah seorang non-Yahudi yang bertobat menganut Yudaisme dan kemudian agama Kristen. Teofilus mungkin mendanai penulisan Injil Lukas dan kitab Kisah Para Rasul, sebab penerbitan pada abad pertama membutuhkan biaya yang besar. Apapun itu, intinya adalah Lukas menulis kepada Teofilus untuk menegaskan apa yang telah diketahui olehnya. Maka, sepertinya Teofilus cukup familier dengan gambaran besar kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus, dan Lukas menulis Injilnya untuk mengisi celah-celah dalam pengetahuan Teofilus dengan tujuan memelihara imannya. Ini adalah sebuah prinsip yang sangat penting, yang harus dihargai oleh gereja di abad 21. Pengetahuan kita tentang pelayanan Kristus secara langsung terkait dengan iman pribadi kita. Ketika keraguan menyelinap ke dalam hati kita, suatu hal yang tidak terhindarkan, kita harus datang kepada Injil-Injil dan menyegarkan pikiran kita dengan kebenaran tentang kelahiran, kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus.

2. Peninggian terhadap yang rendah hati, dan perendahan terhadap yang tinggi hati

Himne-himne di dalam Alkitab sering kali merangkum tema-tema kunci yang terjalin di sepanjang kitab itu (misalnya, Dan. 2:20-23; 4:1-3, 34-35; 6:25-27). Injil Lukas juga berisi empat himne yang merangkum banyak pemahaman teologis kitab tersebut: Lukas 1:46-55 (Nyanyian pujian Maria; Magnificat), Lukas 1:68-79 (Nyanyian pujian Zakharia; Benedictus), Lukas 2:14 (Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi; Gloria in Excelsis Deo), dan Lukas 2:29-32 (Biarkanlah hamba-Mu pergi; Nunc Dimittis). Kalimat-kalimat berikut ini berasal dari himne pertama, yaitu Magnificat, yang paling terkenal di antara keempatnya:

Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan menceraiberaikan orang yang congkak hatinya. Ia menurunkan orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang yang rendah. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang kaya pergi dengan tangan hampa. (Luk. 1:51-53; penekanan ditambahkan)

Himne ini secara mengejutkan mirip dengan doa Hana yang terkenal di dalam 1 Samuel 2:1-10, di mana Hana bersyukur kepada Tuhan karena telah mengaruniakannya Samuel—salah satu nabi yang paling termasyhur dalam sejarah Israel—yang berperan penting dalam mendirikan dinasti Daud. Raja Yesus, seperti Raja Daud, akan menjadi sarana yang dengannya Allah meninggikan yang rendah dan menurunkan yang berkuasa. Ini menjelaskan mengapa Lukas kerap memperlihatkan pembalikan nasib. Sebagai contoh, ketaatan Yesus di padang gurun (Luk. 4) memberi-Nya kuasa untuk mengusir Iblis dan roh-roh jahat dari tatanan dunia ciptaan. Di dalam Lukas 10:18 Yesus, dengan merujuk kepada Yesaya 14:12, mengklaim, “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit.” Intinya, telah terjadi sebuah pergeseran yang mengguncangkan—Iblis telah kehilangan posisi kekuasaannya (Luk. 11:20-23) dan kerajaannya sedang runtuh (Rm. 16:20). Dalam kontras yang tajam, Yesus memanifestasikan karakter yang rendah di sepanjang hidup-Nya. Ia lahir dalam situasi yang paling rendah (Luk. 2:7), hidup di kota Nazaret yang biasa saja (Luk. 4:16), dan mati dengan cara yang tidak layak Ia tanggung demi umat-Nya (Luk. 22:1-23:56). Namun, karena kesetiaan Yesus, Allah membenarkan Sang Anak dan meninggikan Yesus ke takhta Bapa (Luk. 24:50-53). Orang percaya harus mencamkan pola ini di dalam hatinya karena Allah berjanji bahwa kita juga akan mengalami situasi-situasi yang sulit. Kita tidak akan dibenarkan di hadapan publik sampai kita mengalami kebangkitan tubuh pada waktu penggenapan. Hanya di dalam kondisi kekal umat Allah akan menikmati keberadaan yang ditinggikan.

3. Yesus dan Perjanjian Lama

Lukas memulai Injilnya dengan menggambarkan pelayanan Kristus sebagai “peristiwa-peristiwa yang telah tergenapi” (Luk. 1:1, NLT). Pembaca yang teliti akan bertanya, “Ayat-ayat Perjanjian Lama manakah yang dimaksudkan Lukas?” Jawaban singkatnya: semua. Ada lebih dari tiga puluh kutipan eksplisit dari Perjanjian Lama dan ratusan alusinya di dalam Injil ketiga ini. Maka, kita seharusnya berasumsi bahwa Lukas sangat mengenal Perjanjian Lama dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara menafsirkannya. Pada setiap titik pelayanan Yesus, Lukas mengacu pada Perjanjian Lama untuk menjelaskan signifikansi peristiwa itu. Di akhir Injil tersebut, ada kisah terkenal Yesus menegur dua murid-Nya yang sedang berjalan menuju Emaus, dan kemudian “menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab Nabi-nabi” (Luk. 24:27). Yesus tidak sekadar menggenapi beberapa perikop Perjanjian Lama. Ia menggenapi keseluruhannya. Sekarang ini, bahkan dalam kalangan injili, banyak orang Kristen menghindari membaca seluruh Perjanjian Lama dengan Kristus sebagai fokusnya. Salah satu masalah dengan pendekatan ini adalah pendekatan ini gagal memperhitungkan pembacaan Perjanjian Lama oleh Yesus sendiri. Jika kita seharusnya hidup seperti Yesus, bukankah kita juga seharusnya membaca seperti Dia?

Injil Lukas, meski kadang sangat padat, merupakan harta karun pengetahuan yang membangun tubuh Kristus dan menguatkan iman umat Allah.


Artikel ini awalnya diterbitkan di Majalah Tabletalk.
Benjamin L. Gladd
Benjamin L. Gladd
Dr. Benjamin L. Gladd adalah profesor bidang Perjanjian Baru di Reformed Theological Seminary di Jackson, Mississippi. Ia adalah penulis atau penulis bersama dari beberapa buku tentang teologi biblika dan New Testament Use of the Old Testament.