Yesus Kristus: Anak Domba Allah
04 April 2023
Yesus Kristus: Anak Domba Allah
04 April 2023

Berbahagialah Orang yang Suci Hatinya, karena Mereka akan Melihat Allah

Yesus berkata bahwa mereka yang suci dari kedalaman hati mereka adalah yang akan melihat Allah. Dalam 1 Yohanes, kita melihat janji dalam penglihatan indah ini: “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1 Yohanes 3:1a). Yohanes membuka bagian ini dalam suratnya dengan sebuah ungkapan ketakjuban rasuli. Hal yang sangat luar biasa dan mengagetkan adalah bahwa orang-orang yang tidak suci hatinya diadopsi ke dalam keluarga Allah. Kita sesungguhnya tidak memenuhi syarat untuk relasi tersebut menurut karakter kita sendiri; meskipun demikian, kita disebut anak-anak Allah.

Yohanes lebih lanjut mengatakan:

Karena itu, dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia. Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi keadaan kita kelak belum dinyatakan. Namun, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya. Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia adalah suci (3:1b-3).

Orang sering bertanya-tanya tentang seperti apa keadaan di surga nanti. Akan seperti apakah kita nantinya? Apakah kita akan saling mengenal? Apakah kita akan tampil di usia yang sama ketika kita meninggal? Atau apakah kita akan memiliki tubuh yang dimuliakan yang entah bagaimana tidak tergantung usia? Bagaimana kita akan mengisi waktu kita? Kita selalu dibingungkan oleh hal-hal ini, dan Yohanes juga bingung, karena ia berkata, “Keadaan kita kelak belum dinyatakan.” Kita diberi kilasan-kilasan tentang seperti apa surga nantinya, tetapi kita tidak memiliki gambaran utuh tentang apa yang bisa kita harapkan ketika kita menyeberang ke sisi sebelah sana. Yohanes sadar akan keterbatasan pengetahuan kita, dan bahkan keterbatasan dari wahyu yang ia terima tentang hal-hal ini dari Tuhan, tetapi Ia tidak membiarkan kita meraba-raba dalam kegelapan. Kita belum tahu kita akan menjadi seperti apa nantinya, tetapi sebanyak ini yang kita ketahui: kita akan menjadi serupa Dia, yaitu Kristus.

Di bagian lain, ketika Perjanjian Baru berbicara tentang penggenapan Kristus sebagai raja pada saat kedatangan-Nya kembali, Perjanjian Baru menggunakan bahasa apokalips, yang berarti “penyingkapan.” Pada saat itu, Kristus akan dinyatakan; Dia akan muncul dalam kemuliaan-Nya yang penuh. Ketika Alkitab berbicara tentang melihat Dia kembali, kita diberi tahu bahwa ketika Dia muncul dalam penyingkapan ini, kita akan melihat Dia; setiap mata akan memandang Dia. Jadi tekanan dari bagian-bagian ini seharusnya mengarahkan perhatian kita kepada pengharapan melihat Kristus dalam kepenuhan kemuliaan-Nya.

Definisi teologis dari Tritunggal mengatakan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus adalah tiga dalam pribadi, tetapi satu dalam esensi atau keberadaan. Kebenaran ini menjanjikan sesuatu yang bahkan lebih besar, jika hal itu dapat dibayangkan, daripada melihat Kristus muka dengan muka dalam kepenuhan kemuliaan-Nya. Kita tidak hanya akan melihat wujud dari gambar Allah yang sempurna; kita akan melihat Allah betul-betul dalam esensi-Nya, muka dengan muka. Tentu saja, hal ini menimbulkan pertanyaan filosofis dan teologis yang sulit: Jika Allah adalah roh, bagaimana Alkitab dapat berbicara tentang melihat Dia dalam kemurnian esensi-Nya, ketika esensi-Nya yang murni bersifat spiritual dan tidak terlihat?

Jonathan Edwards memiliki beberapa pemikiran yang menarik tentang pertanyaan ini. Pemikirannya tentu saja spekulatif, tetapi membuat saya bersemangat ketika saya memikirkannya. Kita memiliki keyakinan besar dalam menjadi saksi mata; seseorang akan mengatakan bahwa sesuatu itu benar karena dia melihatnya dengan matanya sendiri. Kita tahu betapa pentingnya penglihatan fisik, dan apa pun akan diberikan seorang tunanetra untuk mendapatkan penglihatannya kembali. Jadi, kita harus memiliki mata yang berfungsi untuk melihat, serta otak yang menafsirkan gambar dengan benar. Namun kemampuan untuk melihat saja tidak cukup; kita membutuhkan cahaya. Kita tidak bisa melihat dalam kegelapan. Edwards menyarankan bahwa pengalaman yang kita anggap sebagai pengalaman saksi mata yang langsung dan serta-merta sebenarnya adalah pengalaman yang tidak langsung dan diperantarai. Pengalaman-pengalaman tersebut melewati langkah-langkah perantara dari cahaya, sensasi, stimulasi saraf, dan seterusnya. Menurut Edwards, penglihatan tertinggi akan Allah adalah penglihatan yang akan terjadi tanpa mata. Ini akan merupakan pengertian langsung dan serta-merta oleh jiwa manusia akan esensi sejati Allah—sebuah mode persepsi yang sepenuhnya dan secara dramatis transenden. Semua penghalang yang menghalangi penglihatan kita akan Allah akan disingkirkan, dan jiwa kita akan dipenuhi dengan pengertian yang langsung dan serta-merta akan keberadaan Allah.

Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” Hal yang menghalangi kita untuk memiliki penglihatan akan Allah sekarang adalah kecemaran kita, dosa kita. Yohanes berkata bahwa ketika kita melihat Dia, kita akan menjadi serupa dengan Dia, karena kita akan melihat Dia sebagaimana Dia adanya. Pertanyaan yang tetap ada adalah apakah Allah akan memuliakan kita di surga, mengizinkan kita untuk melihat Dia sebagaimana adanya Dia, atau apakah Dia akan menunjukkan diri-Nya kepada kita, yang dengan demikian akan menyucikan kita. Kita tidak tahu jawabannya, tetapi hal ini menarik untuk dipikirkan, karena tidak ada yang dapat menjadi agen pemurnian yang lebih besar daripada penglihatan yang langsung dan seta-merta akan natur Allah. Yohanes mengatakan bahwa bahkan janji akan penglihatan di masa depan ini bekerja untuk memulai pemurnian kita sekarang juga. Jadi, ingatlah janji ini senantiasa sebagai janji tertinggi bagi kepenuhan jiwa Anda.


Artikel ini awalnya diterbitkan dalam Blog Pelayanan Ligonier.
R.C. Sproul
R.C. Sproul
Dr. R.C. Sproul mendedikasikan hidupnya untuk menolong orang bertumbuh dalam pengenalan mereka akan Allah dan kekudusan-Nya. Sepanjang pelayanannya, Dr. R.C. Sproul membuat teologi dapat diakses dengan menerapkan kebenaran mendalam dari iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari. Ia terus dikenal di seluruh dunia untuk pembelaannya yang jelas terhadap ineransi Alkitab dan kebutuhan umat Allah untuk berdiri dengan keyakinan atas Firman-Nya.